Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Selasa 4 Juli 2017
Judul : Cinta yang Seharusnya
Penulis : Agus Susanto
Penerbit : Mizania
Cetakan : Pertama, Februari 2017
Tebal :144 hal
ISBN :
978-602-418-140-6
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama.
Jepara.
Cinta merupakan sebuah fenomena
dunia yang banyak memengaruhi kehidupan manusia. Cinta selalu menjadi bagian
dari hidup yang akan selalu hadir menemani dalam setiap embusan napas kita. Oleh
karena itu, kita harus mampu memanfaatkan cinta demi mewujudkan kualitas
kehidupan yang lebih baik dan indah. Di
mana kita harus tahu bagaimana cara mengelola cinta secara bijak agar tidak
terjerumus pada cinta yang salah.
Sadar atau tidak saat ini banyak
sekali orang yang belum bisa menempatkan cinta pada tempatnya. Hal ini bisa
dilihat dari perkembangan pergaulan para remaja. Untuk itu buku ini bisa
menjadi solusi yang tepat, sebagai jembatan yang akan membuka pengetahuan baru.
Penulis menghadirkan berbagai pemahaman tentang cinta dan dinamikanya.
Tentu kita masih ingat dengan kisah
Layla Majnun. Qais, pria tampan, cerdas dan memiliki bakat luar biasa dalam
bidang seni perang, musik, syair dan lukis, tiba-tiba mendapat julukan sebagai
orang gila (majnun) karena cintanya pada Layla tidak tersampaikan. Hubungan
mereka ditentang hingga Qais tidak bisa
bertemu kekasihnya. Hal inilah yang
kemudian membuat Qais merana hingga berujung gila (hal 17).
Tentu kita tidak ingin mengenal
cinta yang seperti itu bukan? Karena cinta seperti itu bukanlah cinta
terpuji. Cinta yang terpuji adalah cinta
yang berlandaskan dengan rida Allah.
Sebagaimana yang dicontohkan dengan kisah Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah.
Oleh karena itu ketika cinta mulai
menyapa, kita harus tahu rambu-rambu yang perlu ditaati agar tidak salah jalan.
Pertama, jadikan cinta itu sebagai motivasi. Dan di sini cinta itu hanya bisa
tercapai melalui pernikahan. Jadi intinya ketika kita sudah siap mencintai, itu
akhirnya kita juga siap untuk menuju gerbang pernikahan. Karena lewat jalan itu
Allah menghalalkan sebuah hubungan. Cinta seperti ini yang akan menebarkan
banyak motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Kedua adalah menahan pandangan. Ini
jika kita belum siap menikah, maka hal utama yang perlu dilakukan adalah
menahan pandangan. Dengan begitu kita akan terjauh dari fitnah. Perlu dikatahui bahwa dengan menahan
pandangan itu berarti kita menahan syahwat dan keinginan hati. Dan terkahir,
yakinlah cinta itu akan indah pada waktunya. Jadi jangan khawatir jika saat ini
belum nenemukan tambatan hati. Karena pasti Allah menyiapkan pasangan
masing-masing jika tiba saatnya nanti (105-106).
Sebuah buku yang memikat dan
memotivasi yang bisa dijadikan untuk muhasabah diri. dipaparkan dengan renyah
dan gurih buku ini patut untuk dikonsumi agar bisa menjaga cinta dengan baik,
menempatkannya pada jalan yang seharusnya.
Srobyong, 7 Mei 2017
No comments:
Post a Comment