Monday, 17 July 2017

[Resensi] Fragmen yang Saling Terkait

Dimuat di Tribun Jateng, Minggu 16 Juli 2017

Judul               : Curriculum Vitae
Penulis             : Benny Arnas
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Maret 2017
Tebal               : 213 halaman
ISBN               : 978-602-03-3583-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara.


Naskah ini merupakan naskah asli, sebelum diedit dari pihak redaksi. :) 


Curriculu Vitae merupakan pemenang unggulan sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016.  Sebuah novel yang bisa dibilang unik dan memikat. Berbeda dari novel pemenang unggulan lainnya, yang sama-sama diterbitkan Gramedia—Lengking Burung Kasuari Kusmiana dan  Tanah Surga Merah yang kisahnya diceritakan dengan sistematis,  Benny Arnas menghadirkan sebuah kisah yang dipaparkan dengan  cara yang tidak biasa.

Dalam novel ini, kita  disuguhkan dengan potongan-potongan fragmen atau fiksi mini yang saling terkait sebagai kesatuan utuh dari novel itu sendiri.  “Untuk menyembuhkan diri dari segala kealpaan, kita memutuskan menjadi guru yang gemar berkebun. Aku menabur perumpamaan-perumpamaan dan kamu mencabutnya dari kata-kata. Aku berjalan ke kanan, kau terbang menuju rembulan. Kita tahu kalau semuanya sementara.” (hal 30).

Selain itu  di sini, penulis juga sengaja tidak memberi nama secara jelas pada tokohnya. Di mana para tokoh hanya disebutkan sebagai aku, kamu, fulan, fulana, fulano, fulani, fulanah dan lain sebagainya. Gaya bahasa yang dipilih pun penuh dengan metafora cantik dan akan membuat kita terpikat namun sesekali mengernyitkan dahi untuk memahami maknanya.

“Teman yang baik adalah teman yang dapat menyelami hati temannya. Sejak itu, kita tahu kalau kekuatan bukan hanya berasal dari cinta yang keterlaluan, tapi oleh kecapakan menenggang-rasa yang memilukan.” (hal 64).  

Namun secara keseluruhan, penulis memaparkan tentang kisah persahabatan  yang menjadi cinta. Kisah tersebut kemudian dibumbui dengan berbagai intrik. Kecemburuan, munculnya orang ketiga, perpisahan hingga momen pertemuan kembali.

“Kita rupanya harus mempercayai kalau keakraban yang instan takkan langgeng daan oleh karena itu kita pun sepakat untuk berpisah entah untuk berapa lama. Kita berharap Tuhan akan mempertemukan kita dalam keadaan  yang lebih baik dan kedekatan yang tak buru-buru.” (hal 69).

Lebih dari itu, novel ini juga menyuguhkan tentang sindiran-sindiran halus perihal berbagai masalah yang ada di depan kita. Misalnya isu-isu sosial; tentang kebiasan oknum yang bergerak karena suruhan orang berpangkat, hingga dengan mudah menjadikan orang lain sebagai boneka. Atau pemerintah yang kerap ingkar janji setelah orasi.  

Ada pula isu perihal masalah literasi. Mengingat dalam novel ini, tokoh aku sendiri digambarkan sebagai seorang penulis.  Dimulai dari kebiasaan penulis yang sering menunda-nunda menyelesaikan naskah, lalu puluhan draft naskah tak terjamah dan terkatung-katung, hingga masalah produktifitas dan pantas tidaknya sastrawan menjadi seorang juri.

“Tentang penulis cerpen dan puisi yang tiba-tiba menjadi juri sayembara novel atau bahkan mengampu kelas novel hanya karena mereka bergelar sastrawan atau paling tidak menulis prosa, jenis sastra yang membawahi novel dan cerpen, tapi tetap saja mereka belum (berhasil) menulis novel.” (hal 52).

Tidak ketinggalan sindiran halus tentang berbagai masalah agama.  Anjuran bagi siapa saja untuk selalu bersyukur. “Tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang dalam kehidupan ciptaan-Nya ini. Kita sama-sama mengimaninya  begitu menyadari kalau orang kaya diuji dengan kekayaannya sebagaimana orang  tak punya diuji dengan kemiskinannya; orang cerdas diuji dengan kecerdasaannya, sebagaimana orang bodoh diuji dengan kedunguannya.” (hal 161).

Sebuah buku yang memikat dan cerdas. Membaca novel ini, selain dihibur dengan kisah yang unik, kita  juga  diajak  merenung tentang berbagai permasalahan hidup. Kekurangan yang ada dalam novel ini tidak mengurangi  esensi yang termaktub di dalamnya.

Srobyong, 12 Juli 2017 

6 comments:

  1. review yang bagus, bisa bagi informasi, bagaimana cara mengirimkan resensi di koran? pingin mencoba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Mas. Nulis saja sekitar 4000-4500 cws dan kirim ke media yang ingin dituju, Mas.

      Delete
    2. terus dari mana kita tahu tulisan kita di muata tau tidak mb, apabila tulisan kita dimuat media yang dituju apakah akan dihubungi/dikasih tahu atau tidak mb?

      Delete
    3. Tidak ada pemberitahuan dari redaksi, kita harus rajin cek koran atau cek e-paper koran yang kita kirimi (jika ada e-paper) kalau nggak ada ya berarti harus rajin cek korannnya.

      Delete
  2. Makin Produktif ya ngeresensinya mbak.. Makasih atas rekomendasi novelnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, alhamdulillah. Sayag buku bagus tidak diulas, biar banyak yang tahu dan ikut baca :D

      Sama-sama Mbak :)

      Delete