Wednesday 29 July 2015

[Review] Menjelajahi Mitos Yang Membalikkan Realita






Judul buku      : Bumi Kuntilanak
Penulis             : Denny Herdy dan Sandza
Penerbit           : UNSA Press
Tahun Terbit    : Agustus 2014
ISBN               : 978-602-711-760-0
Halaman            : 138 (viii + 130 hal)
Harga              : 36.000

Blurb
Konflik cerita dalam kumcer ini seolah sengaja membenturkan antara kebaikan dan kejahatan, antara obsesi dan kegagalan, yang kemudian membuat tokoh-tokohnya bermetaformosa menjadi seseorang yang kalah (Yetti A.KA)
Dongeng-dongeng yang direkontruksi, mitos-mitos yang seolah-olah “diledek” dan diubah menjadi tragedi yang ceritanya cenderung “terang”.(Danu Wahyono)
Ulasan
Kumpulan cerpen ditulis dua penulis yaitu Denny Herdy dan Sandza.
Cepen Denny Herdy
Lunatic, Lulu Samak, Memelihara Burung Koreak, Dunia Setelah Senja, Kuntilanak, Dongeng Luna, Pelet Marongge.
Cepen Sandza
Membunuh Angka, Hikayat Guru Semut, Ustaz Maya,  Iblis Penolong, Bumi, Ritual Hari Buruh,  Teruntuk:  Budi di Buku Kelas Satu.

Semua cerpen di sini,  memiliki keunikan masing-masing. Menyuguhkan kisah yang tidak pernah terduga, sedari awal hingga akhir. Penulis mampu mengacak-acak emosi pembaca dari kisah yang diangkatnya. Marah, kaget, hingga geleng-geleng kepala.
Misal Lunatic; Berkisah tentang wanita paling cantik bernama Luna di Negeri Azogh. Kecantikannya membuat semua orang tunduk dan suka. Namun, entah kenapa dia malah dieksekusi—dibakar hidup-hidup bersama kucing hitam peliharaannya. Dia menjadi momok yang ditakuti warga ketika bulan purnama tiba. Entah apa yang salah dengan Luna. (Hal. 1)
Ada juga kisah lain yang tak kalah mendebarkan. Dunia Setelah Senja; cerpen ini menuturkan hilangnya anak perempuan menjelang waktu Magrib tiba. Anehnya itu bukan karena dia diculik oleh makhluk dunia lain yang sering disebut Kelong Wewe—hantu wanita yang sangat suka anak-anak.  Dia datang sendiri ke Kuta Gandok tempat tinggal para demit. Dia tidak seperti kebanyak anak-anak yang akan ketakutan pada para hantu. Dia sangat tenang dan biasa saja.  Baginya dunia setelah senja di Kuta Gandok adalah kebahagiaan yang tiada tara. Anak perempuan itu senang di sana. Kehangatan dan kasih sayang dia dapatkan di sana, bersama para hantu yang tak terkira. Entah kenapa anak perempuan itu memiliki kelainan seperti itu. Kelainan yang sebenarnya Terjadi. (Hal. 33).
Lalu tentang Kuntilanak; ini tentang kisah Si Enok. Sosok yang dulunya cantik jelita, mendadak aneh bahkan suka bertelanjang. Si Enok suka berteriak-teriak sendiri tidak bisa dikendalikan. Sesekali dia bersikap wajar namun selebihnya dia seperti orang gila yang tak dapat dikendalikan, kecantikannya berangsung hilang, dia semakin kurus. Berbagai cara sudah dilakukan untuk penyembuhannya, namun sampai harta orang tuanya mau habis Si Enok tak juga sembuh. Dia malah makin parah, tubunya itu seolah tidak hanya dia tempati sendiri tapi berbagi dengan sosok lain yang tak pernah terduga. Siapakah sosok lain itu? Kenapa harus tubuh Si Enok. Bagaimana nasib Si Enok selanjutnya. (Hal. 43)
Bumi; perjuangan suami istri yang sangat menginginkan memecahkan bumi, dengan tangis bayi dalam rahimnya. Segala cara ditempuh agar cita-cita itu terwujud nyata. Bahkan sempat terbesit oleh si wanita agar sang pria untuk mencari perempuan lain untuk memukimkan bumi di rahimnya.  Namun, sang pria tak setuju. Dia tetap berharap hanya si wanita yang akan menjadi tempat bumi yang mereka inginkan. Mereka bahkan selalu berkonsultasi dengan dokter kandungan, namun masih nihil. Sampai suatu ketika ada keanehan dalam tubuhnya. Dia merasa aneh lalu setelah diperiksa ternyata .... (Hal. 107)
“Kandungan ibu tidak sehat. Kista Ovarium dengan nama Kista Endomertium telah menghuni rahim ibu. Kista ini ...”  (Hal 110)
Ditengah keputusaaan Tuhan berkehendak lain, Rahimnya telah dihuni janin. Si wanita tak sabar menunggu buminya lahir, meski dia tahu dalam keempat purnam kista itu telah melahap sang janin. Tapi, dia tetap menunggu dan menunggu. Tak tahu kapan akan berakhir. 
Itulah sedikit tentang beberapa cerpen yang ada dalam Bumi Kuntilanak. Setiap cerpen ini memiliki keistimewaan masing-masing. Baik dari segi penyampain, isi dan kandungan yang tersirat. Semua dikemas apik hingga tak bosan untuk melanjutkan setiap pergantian halaman.  Semua memiliki kejutan yang tak pernah disangka-sangka. Menegangkan, apik, dan setiap membaca ending membuat berdecak “Oh, ternyata.”

Walau masih ada sedikit tentang kesalahan penulisan yang ada, serta sedikit kalimat-kalimat yang terkesan bulet dan perlu dibaca berulang-ulang, namun tidak mengurangi nikmat cerita yang disajikan. Buku ini patut dibaca dan dijadikan koleksi. Apalagi bagi pecinta cerita mitos dan dongeng kontemporer.
Srobyong, 2015


[Review] Curhat Qurani

 sampul buku Curhat Qur'ani @bukabuku
 sampul buku Curhat Qur’ani @bukabuku
Detail Buku:
Penulis : Arroyan Dwi Andini
Judul : Curhat Qur’ani
Penerbit : Al-Manar
Tahun terbit : 2010
Tebal : x + 192 Hal
ISBN : 978-979-3655-83-3


Jika kebanyakan orang suka menceritakan masalah pada teman, sahabat atau keluarga, maka berbeda dengan Nurul Aini. Gadis ini mempunyai cara unik memilih kepada siapa dia mengadu dan menceritakan segala keluh kesah kehidupan yang tengah dihadapi. Pilihan itu adalah menjadikan al-Qur’an sebagai sahabat tempat berbagi yang menjawab segala kegundahannya.

Hal ini, mungkin jarang dilakuakan orang lain. Sebagian manusia menganggap al-Qur’an sebagai bacaan yang tak mungkin memberi saran layaknya manusia yang bisa diajak berbicara. Apakah keyakinan itu benar? Jadi mari simak bagaimana seorang Nurul Aini yang selalu menjadikan al-Qur’an sebagai teman berbagi.
Mungkin al-Qur’an tak akan bersuara, apalagi membuat koktroversi. Tetapi, dia akan menjawab permasalahan jika hamba itu mau membaca dan menggali lebih dalam apa yang terkandung di dalamnya.

Nurul Aini merasa, menjadi wanita adalah tantangan. Ia merasa, lebih baik menjadi laki-laki saja. Karena laki-laki terlihat lebih santai. Tidak menuntut ini itu seperti yang didapatkan wanita yang harus lebih dan lebih. Wanita itu harus cantik, pintar, keratif serta memiliki iman. Tetapi, Nurul Aini merasa tak seperti itu. Meski namanya bagus dengan maknanya yang indah, tapi keindahan itu hanya semu, tak seperti wanita yang dia idamkan. Karena itu, betapa dia dirinya bergumam, andai saja dia itu lelaki.

Dalam kebimbangannnya itu, dia pun mencari jawaban keresahan dengan membaca al-Qur’an terjemah. Ia membuka dan membuka, lalu menemukan sebuah ayat yang menyadarkan bahwa Allah-lah pemilik kuasa akan jenis kelamin yang diberikan pada hamba-Nya. Hal ini dia temukan dalam suart asy-Syuura ayat 49-50,

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya. Dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.

Dalam surat Ali-‘Imran ayat 36 juga menjelaskan hal yang sama. Semua adalah ketentuan Allah. Perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Mu’min ayat 40,

Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.

Al-Qur’an mampu menjawab segala kegundahan yang dirasakan Nurul Aini. Ialah permasalahan kompleks yang dirasakan seorang perempuan. Seperti ketika risau dalam penantian jodoh, atau dalam pergaulan yang harus dijaga. Al-Qur’an membuatnya mampu membuka mata.

Kegundahan Aini juga muncul ketika ibunya mencoba memilihkan seorang calon pendamping hidup yang belum dikenalnya. Dia takut dan bertanya-tanya, bolehkan laki-laki mengenal perempuan?

Aini pun mendaptkan jawabannya dalam surat Ali-‘Imran ayat 118 yang intinya, manusia diciptakan dari kaum laki-laki dan perempuan yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal.







Lalu, sesuai dengan rencana, dia bertemu sosok Ridwan, anak dari sahabat ibunya saat SMP, yang menurut Aini tidak jelek dan juga tidak ganteng. Apakah orang itu yang akan menjadi jodohnya nanti? Aini bertanya-tanya.
Masalah timbul lagi ketika Aini mengetahui pekerjaan Ridwan yang seorang pedagang. Padahal, Aini yang seorang pendidik berharap mendapatkan pendamping hidup seorang pendidik pula. Apakah itu salah? Aini bergulat dengan hatinya. Sekali lagi, dia kembali mengadu pada-Nya.
Manusia berencana, Allah yang menetukan. Meski pada awalnya Aini merasa tidak cocok dengan Ridwan, namun jodoh siapa yang tahu. Ridwan meminang, dan Aini menerima dengan lapang. Dia berdoa, andai Ridwan jodohnya, maka dia berharap jalan mereka dimudahkan. Jika bukan jodohnya, semoga masing-masing dari mereka akan mendapat ganti yang lebih baik.
Jawaban Allah atas doa Aini adalah kejutan yang tak terkira. Apakah ini takdir, musibah atau ujian. Aini sungguh terpukul. Melihat keadaan calon suaminya juga sebuah pertanyaan yang membuat Aini ingin berteriak keras; ketika mandul dan sebuah poligami.
Cobaan apa lagi ini? Aini pun kembali bersimpuh dan bercerita pada sahabatnya, al-Qur’an. Meminta pencerahan dan kekuatan. Karena cobaan silih berganti datang, mampukah ia menjadi sosok tegar yang selalu merindukan al-Qur’an atau malah lalai karena ternyata, kadang takdir tak sesuai yang diharapkan.
Dalam buku ini, penulis merangkai cerita sederhana dengan kemasan apik. Ia berhasil membuat pembaca untuk membaca ayat-ayat-Nya sebagai kajian yang kadang terlupa. Ternyata, al-Qur’an menyimpan banyak pengetahuan yang tidak terkira. Itulah yang ingin disampaikan penulis.
Meski sebagian orang ada yang mengatakan, mengikutkan sumber ayat dalam sebuah novel seperti menggurui pembaca, namun saya pribadi malah merasa asyik dan ejoy. Dari sanalah sebuah pengetahuan muncul dan serasa ingin ikut mengkaji lebih dalam makna ayat-ayat di dalam al-Qur’an.
Akhirnya, pembaca pun berkata dengan penuh kegaguman. Oh, inikah kitab suci itu? Kandungannya sungguh luar biasa. Membuat kita jatuh cinta. [Kazuhana El Ratna Mida/Bersamadakwah] Editor: Pirman Bahagia

Re-Post dari artikel saya yang pernah dimuat di web bersamadakwah. atau bisa dilihat di

Sunday 26 July 2015

[Review] Tentang Asa dan Musim




Judul               : Antologi Cerita Asa—Cermin
Pemakarsa       : Dekik Yassir & Lavira Az-Zahra
Penulis             : Syaidinil Aksa, Hijrah Bilalogical, Key’in Aq, Dekik Yassir, dkk
penerbit           : Pena House
Tahun Terbit    : Mei 2015
ISBN               : 978-602-0937-82-3

Buku yang lahir dari sebuah event yang diprakarsai oleh Dekik Yassir dan Lavira Az-Zahra. Tentang sebuah musim juga asa yang tersemat dalam dada. Cerita yang penuh luapan harapan akan segala perasaan yang selalu dipendam.

Antologi ini terdiri dari 48 penulis yang menggoreskan kisah tentang harapan yang mereka sematkan dalam satuan musim. Para penulis meracik setiap tautan aksara dengan apik. Ada yang penuh kejutan dalam ending ada juga yang mudah ditebak namun tetap manis untuk diikuti. (Maaf saya suka menebak ending sejak awal membaca. Kalau tebakan benar tentu puas sekali, kalau salah hanya bisa bilang oo ...)

Ini nih salah satu naskah yang membuat melonggo. “Lupa yang Menakutkan” karya Baba Khan. Cerita yang sejak awal membuat pembaca akan bertanya-tanya. Apa sih hal yang telah dilupakan itu? Sampai pada ending akan kita temukan jawaban yang sudah pasti membuat kita tercengang dan akan bilang, “Oh ... ternyata.”

Ada lagi “Pawang Hujang” karya Hijrah Bilalogical.  Kisah tentang seorang Tuk Datan di mana profesinya sebagai pawang hujan. Dia sangat yakin akan kemampuannnya hingga sesumbar. Tapi tokoh aku di sini berharap sebaliknya. Dia ingin hujan sedang Tuk Datan tentu tidak. Tebak siapakah yang memenangkan harapan? Di sana akan ada satu kata di akhir dialog yang membuatmu tersenyum senang. 

“Karena Nala Benci Hujan” karya Key’in Aq. Kalau ini menurutku cerita yang sangat sederhana dan mudah ditebak. Kalau dibuat lebih panjang—cerpen—lalu dibumbiu sedikit  pasti asyik. Namun cerita ini manis untuk diikuti tentang keajaiban saat hujan datang menyapa. 

“Lelaki Embun” karya Ain Saga. Mbak satu ini selalu bisa membuat cerita dengan manis yang selalu mendebarkan. Ini juga andai lebih panjang dikit bisa jadi sesuatu yang keren. Karena seolah dalam cermin ini masih ada sesuatu yang tertinggal. Embun, Mayang dan Giri cinta segitiga yang penuh kejutan.

“Tapi Raka Masih Tidak Mendengarnya” karya Ida Selfia. Tentang sebuah penantian lama namun sebuah kejutan yang membuat mengaga. Seolah berkata kenapa ini harus terjadi.

“Aku Rindu Padamu” karya Kazuhana El Ratna Mida (maaf numpang naris hhehh.) Tentang kerinduan yang tak berujung. Rindu sosok termanis yang ingin kau peluk saat dia hadir di hadapanmu. Sayang setelah sekian lama menunggu dia tak pernah datang. Bahkan ketika Hana selalu berdoa menyematkan harapannya untuk bisa melihat sosok itu di musim semi . Sosok itu menghilang dalam musim gugur seolah mengugurkan harapan yang Hana punya. Ah ... apakah  harapan itu akan terwujud atau menggenapi kekecewaan Hana setelah sekian lama?

Selain dari cerita di atas ada banyak lagi harapan yang diungkapan. Ada manis juga pahit, senyum juga tangis. Sangat lengkap untuk dinikmati.

Selain isinya yang penuh haru. Saya suka covernya yang unik—lebih unik lagi kalau nuansa asia macam ada pohon sakura atau daun mamiji kali, ya (Hehheh abaikan. Maklum penyuka Jepang dan Korea). Cover unik dan sederhana namun menggelitik. Lalu suka juga  dengan Layout dalam buku ini. Saya tipe suka penasaran sama siapa yang menulis, jadi kalau setelah membaca langsung dihadapkan pada biodata penulis itu jadi suka. (Karena biasanya kalau biodata ada di halaman belakang. Setiap baca suka mengintip yang biodata di halaman itu)

Masih menemukan lumayan typo yang beterbangan hehhh. Tapi tidak mengurangi kenikmatan untuk membacanya.  

Srobyong, 22 Juni 2015

[Review] Taburan di Enam Musim










Kazuhana El Ratna Mida
Judul buku                    : Bunga Rampai “Menebar Asa di Enam Musim”
Penulis                          : 101 Penulis (Antologi)
Editing Aksara              : Dekik Full
Penerbit                         : Pena House Publishing
Setting dan Layout       : Lavira Az-Zahra
Cover                            : Dekik & Virra
Halaman                        : 205 hal. (13cmx19cm)
ISBN                            :9778-602-0937-04-5
Cetakan ke                    : 1 (September 2014)
Marketing                     : Group Dunia Dekik - 0857-7783-8694

Blurb
Menyelami semua puisi di buku ini, seperti menyelami danau yang jernih, yang di dalamnya ada taman keindahan. Beautiful. [Hengki Kumayandi, Founder KOBIMO dan novelis “Tell Your Father I am Moslem’]
Membaca kumpulan puisi dari jiwa-jiwa muda, bagaikan menemukan bongkahan batu yang berkerlip intan di dalamnya. Sebagai penulis, saya merasakan betul dari tiap judul dan tema yang disuguhkan para penulisnya. Betapa tidak, setiap ritme kalimat yang tertuang menyuguhkan kristalisasi cerita dan gubahan hati yang dalam pada alam, negeri, semesta, hidup bahkan pada Tuhan mereka. Inilah kumpulan puisi yang membuat saya rindu untuk bisa kembali menggores pena dan mensejajarkan diri dengan para pujangga muda negeri ini .... Selamat menikmati, dan bersiaplah menjadi jiwa yang terpapar semangat muda! [ Riyanto El Harist, pemuisi, cerpenis dan novelis “Tabir-Tabir Cinta”]

Sinopsis Buku
            Buku ini memuat 101 puisi tentang asa yang ditebar dan enam musim silih berganti. Dari banyak penggiat literasai, yang tersebar diseluru nusantara ini. Di tambah lagi bonus puisi dari beberapa nama yang sudah lama menekuni dunai literasi. Semisal puisi dari Hengki Kumayandi dengan tajuk ‘Musim yang tak berdaun’(halaman 190) dan Lina Amalia Sulaksmi dengan tajuk ‘Tarian Sukma’(halaman191).
            Ada juga, puisi dari Jevindra Delecandrevidezh, Lavira Az-Zahra dan Dekik Full. Semua tentang asa disematkan dalam tulisan apik yang begitu indah dan memberi seberkas cahaya.
            Inilah kumpulan puisi yang begitu indah menggugah hati untuk dinikmati. Diksi yang menawan, dan unsur positif  yang tertanam dalam tiap bait. Sungguh asyik untuk dijadikan sebagai bacaan yang membangkitakn daya imanjinasi.
Ini tentang sebuah harapan yang sedang menjulang, rangkaian kata menjadi sesuatu yang luar biasa. Menorehkan sebuah pengalaman dari tiap insan berbeda, akan suka dan duka.
Dalam kumpulan puisi ini, akan ditemukan banyak esensi rasa yang membuat jatuh cinta. Aksara, kan buat terpesona, dalam tiap bait yang memiliki syarat makna.
Di sini, tak melulu harapan dalam meraih cita, tapi juga melafalkan rindu pada bumi, manusia, dan sang Kuasa.
Seperti sepenggal puisi karya Dinda Sailut bertajuk ‘Dahsyat Kuasa-Mu Yaa Rabb (halaman 101).
Sebuah kerinduan akan sang Penguasa, disematkan dalam nuasa sejuta warna di perpaduan  musim yang berbeda.
Lalu ada juga sepotong puisi yang menggugah hati, sebuah harapan yang disematkan untuk Ilahi, meminta sebuah ajaran untuk tegar, tak mudah menyerah. Sebuah puisi karya Yati Umro ‘Ajarkan Aku Tuhan’ (halaman 57)
Dan masih banyak lagi puisi yang pasti akan menggugah hati dengan berjuta warna selayaknya pelangi.
Ulasan Buku
Sebuah kumpulan puisi yang memiliki banyak makna dan kaya rasa. Ketika menyelami semua makna yang ada, baik tersirat atau tersurat, akan membuat berdecak kagum luar biasa. Ya, di sana, kan kita temukan muara indah dari seni sastra. Halus, dan penuh warna.
Permaianan diksi, dan majas, semakin membuat apik rentetan kata yang tersusun rapi. Irama yang selaras membuat hati terpatri.
Akan sangat bagus untuk para penikmat literasi yang suka dan ingin belajar membuat puisi. Banyak ilmu yang mungkin bisa didapat di sini, dari untaian kata para penyair yang dibuat dengan segenap hati.
Pun, ada juga sisi lemah dalam kumpulan puisi ini. Untuk sebagian orang yang belum paham benar  atau masih awam, akan diksi dan majas yang dimainkan dala aksara, akan sulit menangkap maksud dari isi yang tersirat. Dan hanya akan dianggap tulisan lalu yang tak memiliki makna. Ya, karena setiap rasa itu relative bagi sebagian orang yang ada.
Sebagaimana kita tahu banyak jenis puisi diafan yang dianggap terlalu biasa, dan mudah ditebak maksud dari puisi tersebut. Ya, karena puisi diafan lebih menggunakan kata sehari-hari yang mudah dimengerti.
Lalu ada juga puisi prismatis di mana penyair mampu  bermain, dan menyelaraskan majas, verivikasi, diksi dan imajinasinya. Dalam puisi yang dibuat kadang memliki makna ganda yang sedikit lebih sulit dipahami, akan tafsiran puisi yang dibuat.
Meskipun di sini, tak semua puisi berbentuk prismatis, namun kadang ada juga yang terasa gelap untuk ditafsirkan. Pun banyak juga  puisi sederhana yang layaknya diafan, tapi tetap berbeda dan memiliki rasa.
Penutup
Bunga Rampai “Menebar Asa di Enam Musim”, akan sangat cocok di baca untuk semua kalangan. Baik penikmat puisi yang telah malang melintang, juga para pemula yang ingin belajar. Buku ini bisa dijadikan referensi, dibedah untuk khalayak yang ingin belajar berpuisi. Bagaimana, bermain kata dan berimajinasi dari berselancar membaca buku ini.
Jadi, jangan ragu untuk segera memiliki Bunga Rampai “Menebar Asa si Enam Musim”. Pasti tidak akan rugi. Puas dan senyum mengembang ketika kau selami isi yang tersurat di sini. So, segera pesan dan jadikan tambahan buku koleksi.
Srobyong, 13 Desember 2014.