Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 11 Februari 2018
Judul :
Generasi Phi Pengubah Indonesia
Penulis :
Dr. Muhammad Faisal
Penerbit :
Republika
Cetakan :
Pertama, Desember 2017
Tebal :
xvi + 244 halaman
ISBN :
978-602-0822-8-91
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Buku ini membahas tentang generasi phi atau Milenial Indonesia. Generasi Phi adalah
generasi pengubah Indonesia. Mereka adalah penentu gerak langkah seluruh
generasi muda Indoenesia sampai 50 tahun ke depan (hal 3). Generasi ini
ditandai lahir antara tahun 1989 hingga
2000.
Generasi ini kerap disebut sebagai golden ratio
yang menyimbolkan harmoni dan kesempurnaan. Di usia yang sangat belia mereka
sudah banyak sekali menorehkan prestasi yang belum pernah dicapai oleh generasi
sebelumnya. Misalnya saja tentang
revolusi digital starup lewat toko online atau transportasi berbasis
aplikasi. Uniknya banyak di antara mereka meraih keberhasilan tersebut hanya
dengan belajar sendiri atau autodidak.
Dan ini jarang ditemukan pada generasi sebelumnya (hal 5).
Gerenasi phi ini disebut juga sebagai curator—yaitu
generasi yang lebih banyak melakukan kurasi-kurasi. Contohnya saja, di kota
Bandung maupun di Jakarta, kita bisa dapati populasi anak muda yang cukup
besar, dan mereka sudah berhasil menciptakan satu ekositem yang baik bagi anak
muda untuk berkreativitas. Ekosistem yang baik meliputi ruang publik bagi anak
muda untuk berkreativitas, wirausaha berbasis industri kreatif, dan media
informasi youth culture yang accessible bagi audience anak
muda secara luas (hal 29).
Melihat keunikan tersebut tentu saja membuat para
peneliti milenial tertantang untuk
mengetahui kenapa generasi phi sangat unik dan berbeda. Dr. Muhammad Faisal sendiri adalah salah satunya. Dia telah melakukan penelitian selama 10 tahun
untuk memahami kenapa generasi ini
sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Seperti generasi alpha—dengan tokoh
Sukarno, Tan Malaka, Sultan Syahrir, Hamka. Generasi beta—dengan tokoh Adam
Malik, Suharto, Bj Habibie, Bung Tomo. Dan generasi omega—dengan tokoh Iwan
Fals, Rono Karno, Roy Marten.
Dipaparkan ada lima aspek penting mengenai identitas
dan self image dari generasi phi. Memiliki sifat komunal, cenderung
menyukai kesederhanaan, memiliki naive personality, sangat into values—di mana sifat virtue,
kearifan dan religius masih sangat kuat bagi mereka. dan sangat family
matter—mereka sangat menyayangi keluarga (hal 51-54).
Dalam masalah sosial, generasi phi ini memiliki
kontrol sosial yang menarik. Di mana ada satu aturan sosial yang tertanam dan
menjadi archetype mereka, yaitu individualisme dianggap sebagai
ancaman keharmonisan kelompok, peergroup, juga dalam interaksi sosial. Ketika
ada yang bersifat individual, mereka akan dicap sebagai seorang yang sombong.
Selain itu mereka memiliki empati yang tingggi terhadap teman.
Ketika berhubungan dengan politik, generasi phi
memiliki aspirasi untuk mendukung salah satu kandidat politik, dengan
menciptakan gerakan kampanye kreatif. Misalnya kesenian, flasmob atau
menciptakan buzz media dengan hasil yang kreatif. Hal ini bisa dilihat ketika
pilkada 2012 berlangsung.
Sir Dandy—seorang senima berkata, “Nasionalisme bagi
anak muda saat ini lebih banyak ditunjukkan dalam bentuk achievement dan
kreativitas, daripada slogan-slogan yang kita lihat, sehari-hari di berbagai
banner dan spanduk politik.” (hal 105).
Sedang dalam ranah pekerjaan, generasi phi cenderung
memilih pekerjaan lebih dinamis, sesuai dengan passion mereka. Karena
saat ini sudah mulai banyak anak muda
yang sukses dalam karier atau bisnis
sesuai passion-nya. Misalnya saja Yukka Harlanda, lulusan teknik sipil
dari Institut Teknologi Bandung yang
sukses dengan brand ‘Brodo’—bisnis sepatu kulit yang menyasar anak muda. Ada
pula Windi dan Vannes dari kota Medan pemilik usaha kreatif di bidang
kuliner—‘Teri Bajak Medan’ (hal 124-125).
Melihat perkembangannya saat ini, disinyalir
generasi phi akan mempercepat perubahan Indonesia menuju karakter generasi
pertama, yaitu generasi para founding father. Kita akan melihat karakter
seperti Sukarno, Tan Malaka dalam wajah-wajah baru. Semangat kebangsaan dan
ideologi yang sama, namun diaplikasikan dengan cara-cara yang lebih modern.
Buku patut diapresiasi. Menyadarkan bahwa saat ini
tidak ada lagi pandangan tentang generasi muda sudah tidak sejalan dengan
kehidupan masyarakat pada umumnya. Namun yang ada adalah pemuda-pemudi
Indonesia yang akan bangkit dan secara positif berani menghadapi tantangan
zaman dari dan oleh siapa pun.
Srobyong, 6 Januari 2018
Waaah jd penasarsn baca
ReplyDeleteSilahkan diburu dan dibaca bukunya 😊
DeleteWah aku ngga termasuk generasi ini jadinya ya, Mba Ratna. Ketuaan aku soalnya :D
ReplyDeleteGenerasi sebelumnya Mbak hehh.
Delete