Saturday, 17 February 2018

[Resensi] Memahami Milenial Pengubah Indonesia

Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 11 Februari 2018 


Judul               : Generasi Phi  Pengubah Indonesia
Penulis             : Dr. Muhammad Faisal
Penerbit           : Republika
Cetakan           : Pertama, Desember 2017
Tebal               : xvi + 244 halaman
ISBN               : 978-602-0822-8-91
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Buku ini membahas tentang generasi phi atau  Milenial Indonesia. Generasi Phi adalah generasi pengubah Indonesia. Mereka adalah penentu gerak langkah seluruh generasi muda Indoenesia sampai 50 tahun ke depan (hal 3). Generasi ini ditandai lahir  antara tahun 1989 hingga 2000.

Generasi ini kerap disebut sebagai golden ratio yang menyimbolkan harmoni dan kesempurnaan. Di usia yang sangat belia mereka sudah banyak sekali menorehkan prestasi yang belum pernah dicapai oleh generasi sebelumnya.  Misalnya saja tentang revolusi digital starup lewat toko online atau transportasi berbasis aplikasi. Uniknya banyak di antara mereka meraih keberhasilan tersebut hanya dengan belajar sendiri atau autodidak.  Dan ini jarang ditemukan pada generasi sebelumnya (hal 5).

Gerenasi phi ini disebut juga sebagai curator—yaitu generasi yang lebih banyak melakukan kurasi-kurasi. Contohnya saja, di kota Bandung maupun di Jakarta, kita bisa dapati populasi anak muda yang cukup besar, dan mereka sudah berhasil menciptakan satu ekositem yang baik bagi anak muda untuk berkreativitas. Ekosistem yang baik meliputi ruang publik bagi anak muda untuk berkreativitas, wirausaha berbasis industri kreatif, dan media informasi youth culture yang accessible bagi audience anak muda secara luas (hal 29).

Melihat keunikan tersebut tentu saja membuat para peneliti milenial  tertantang untuk mengetahui kenapa generasi phi sangat unik dan berbeda.  Dr. Muhammad Faisal sendiri  adalah salah satunya. Dia  telah melakukan penelitian selama 10 tahun untuk  memahami kenapa generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Seperti generasi alpha—dengan tokoh Sukarno, Tan Malaka, Sultan Syahrir, Hamka. Generasi beta—dengan tokoh Adam Malik, Suharto, Bj Habibie, Bung Tomo. Dan generasi omega—dengan tokoh Iwan Fals, Rono Karno, Roy Marten.

Dipaparkan ada lima aspek penting mengenai identitas dan self image dari generasi phi. Memiliki sifat komunal, cenderung menyukai kesederhanaan, memiliki naive personality,   sangat into values—di mana sifat virtue, kearifan dan religius masih sangat kuat bagi mereka. dan sangat family matter—mereka sangat menyayangi keluarga (hal 51-54).

Dalam masalah sosial, generasi phi ini memiliki kontrol sosial yang menarik. Di mana ada satu aturan sosial yang tertanam dan menjadi archetype mereka, yaitu individualisme dianggap sebagai ancaman keharmonisan kelompok, peergroup, juga dalam interaksi sosial. Ketika ada yang bersifat individual, mereka akan dicap sebagai seorang yang sombong. Selain itu mereka memiliki empati yang tingggi terhadap teman.

Ketika berhubungan dengan politik, generasi phi memiliki aspirasi untuk mendukung salah satu kandidat politik, dengan menciptakan gerakan kampanye kreatif. Misalnya kesenian, flasmob atau menciptakan buzz media dengan hasil yang kreatif. Hal ini bisa dilihat ketika pilkada 2012 berlangsung.

Sir Dandy—seorang senima berkata, “Nasionalisme bagi anak muda saat ini lebih banyak ditunjukkan dalam bentuk achievement dan kreativitas, daripada slogan-slogan yang kita lihat, sehari-hari di berbagai banner dan spanduk politik.”  (hal 105).

Sedang dalam ranah pekerjaan, generasi phi cenderung memilih pekerjaan lebih dinamis, sesuai dengan passion mereka. Karena saat ini sudah mulai banyak  anak muda yang sukses  dalam karier atau bisnis sesuai passion-nya. Misalnya saja Yukka Harlanda, lulusan teknik sipil dari  Institut Teknologi Bandung yang sukses dengan brand ‘Brodo’—bisnis sepatu kulit yang menyasar anak muda. Ada pula Windi dan Vannes dari kota Medan pemilik usaha kreatif di bidang kuliner—‘Teri Bajak Medan’ (hal 124-125).

Melihat perkembangannya saat ini, disinyalir generasi phi akan mempercepat perubahan Indonesia menuju karakter generasi pertama, yaitu generasi para founding father. Kita akan melihat karakter seperti Sukarno, Tan Malaka dalam wajah-wajah baru. Semangat kebangsaan dan ideologi yang sama, namun diaplikasikan dengan cara-cara yang lebih modern.

Buku patut diapresiasi. Menyadarkan bahwa saat ini tidak ada lagi pandangan tentang generasi muda sudah tidak sejalan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Namun yang ada adalah pemuda-pemudi Indonesia yang akan bangkit dan secara positif berani menghadapi tantangan zaman dari dan oleh siapa pun.

Srobyong, 6 Januari 2018 

4 comments: