Judul : Sibu Suwarti ; Sebuah Memoar
Penulis : Nening K. Khasbullah
Penerbit : WIN (Media Literama)
Cetakan : Pertama, Oktober 2021
Tebal : xxvi + 197 halaman
ISBN : 978-623-97979-4-2
“Anak-anak
adalah ujian tersendiri. Bagaimana mengatasi mereka ketika sakit, ada konflik,
pertengkaran, cemburu dan iri. Semua itu dijalaninya dengan tegar, sabar dan
ikhlas.”
(hal
35)
Ibu adalah sosok yang luar biasa. Ia memiliki peran
yang luar biasa, dimulai dari masa kehamilan hingga anak tumbuh dewasa.
Memiliki ibu yang luar biasa seperti Sibu Suwarti tentu anugerah yang luar
biasa. Maka tidak heran jika kemudian Bu Nening, sekalu penulis dan menantu
Sibu, memiliki keinginan kuat untuk membuat memoar dari sang ibu. Karena sikap
dan semangat sibu dalam menjadi seorang istri, ibu dan nenek, memang patut untuk diceritakan kepada
khalayak. Ini adalah sebuah memoar yang
menarik, menginspirasi sekaligus memotivasi.
Sebelumnya,
saya ucapkan selamat pada Bu Nening atas kelahiran buku memoarnya yang hemat
saya sangat luar biasa.
Siapakah Sosok Sibu itu?
Jika dilihat dari latar belakang, ia hanyalah seorang perempuan biasa yang
selalu sederhana. Namun kehidupan telah menempanya menjadi sosok yang luar
biasa. Menjadi istri dari seorang duda beranak lima tentu bukan pilihan yang
mudah, tetapi ia menerima takdir itu dengan penuh keikhlasan. Dan tantangan
lainnya, ia tak hanya harus menjadi istri, ibu dari anak sang suami, tetapi ia
juga harus menjadi ibu bagi masyarakat. Karena kebetulan sang suami, RM.
Wirjosoegito adalah lurah di Kaliwungu.
Namun Sibu
adalah sosok yang luar biasa. Ia mampu mengemban perannya dengan baik. Ia
menjadi istri yang gemati, ia menjadi ibu yang selalu welas asih meskipun lima
anak itu bukan dari rahimnya. Ia juga selalu welcome dan siap membantu
menyelesaikan masalah warga sekitar. Maka tidak heran kehadiannya pun disambut ramah dan begitu dicintai.
Hingga di suatu masa, Sibu kehilangan sang suami. Ia
menjadi single parent, yang harus membesarkan dan mendidik tiga belas putra-putrinya
dengan segala keterbatasan. Namun Sibu adalah sosok yang hebat. Ia tegar,
memiliki tekad kuat, tidak mudah menyerah dan selalu berpikir luas. Sehingga ia
mampu mengantarkan putra dan putrinya menjadi orang-orang yang hebat. Ia adalah
ibu, pendidik, sahabat dan guru spiritual yang luar biasa. Kita dapat membaca
kiah selengkapnya di dalam buku ini.
Sungguh membaca buku ini membuat saya ternyuh dan
sangat salut dengan sosok Sibu. Meskipun ia bukan seorang yang
berpendidikan—karena ia memang tidak bisa baca dan tulis—tapi hal itu tidak
menghalanginya untuk menjadi ibu hebat yang berkualitas. Ia selalu mendorong
anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan terbaik sesuai impian mereka.
“Tidak
ada yang tahu apa yang kamu makan kalau kamu tidak bercerita. Yang penting
sekolah, sebab kalau kamu bodoh semua orang akan mengetahuinya walaupun kamu tidak cerita.” (hal
36)
Sibu juga sosok yang
memiliki pola pikir yang tidak ketinggalan zaman. Jika kebanyakan orang tua
sering menganggap bahwa perempuan harus selalu berurusan dengan masalah rumah
tangga, maka Sibu berbeda.
“Bagi
Sibu, pekerjaan perempuan mencuci, memasak, dan mengurus anak itu bukan
pekerjaan. Perempuan harus pintar, maju, mandiri, jangan manja, jangan
tergantung pada suami.” (hal 39)
Secara keseluruhan buku ini sangat menarik untuk
kita baca. Banyak pengetahuan tentang bagaimana membangun rumah tangga yang
baik, ada pula masalah parenting yang
dapat kita peroleh dari sosok Sibu. Tak ketinggalan pesan-pesan yang Sibu
berikan pada putra-putrinya, anak mantu hingga cucu-cucunya itu sangat
menginspirasi. Di mana Sibu selalu mengajarkan kepada keluarganya untuk selalu
bersikap syukur, selalu mengingat Allah, jujur, bertanggung jawab, cermas,
punya kemauan keras dan banyak lagi. Dari pesan yang disampaikan Sibu
kita akan tahu betapa sosok Sibu itu adalah sosok yan begitu bijak.
Salut dengan
penulis yang mampu menghadirkan roh cerita dengan sangat kuat. Jadi ketika
membaca buku ini saya seperti melihat rekam film sosok Sibu, dan merasakan
ketegaran, kelembutan, kesabaran, keikhlasan dan welas asih yang dimiliki Sibu.
Masya Allah. Pantas sekali jika Sibu selalu dikenang dan disayang.
Saya juga suka dengan kutipan-kutipan baik dari
hadis atau Al-Quran yang diletakkan penulis dalam memulai setiap babnya. Kesan
religius jadi terasa kental. Dituturkan dengan gaya bahasa yang renyah dan
tidak jlimet, membuat saya nyaman saat membaca. Jujur saya suka dengan adanya pemakaian
bahasa jawa—baik dalam kalimat langsung Sibu atau dalam kalimat tak
langsung—yang digunakan penulis dalam menggambarkan sosok sibu. Lokalitas
terasa sangat kental.
Beberapa pesan Sibu yang sangat saya sukai :
Pesan ini mengingatkan kita tentang betapa
pentingnya sikap berani meminta maaf dan luhurkan saling memaafkan.
“Memaafkan janganlah merasa bangga. Meminta maaf
janganlah merasa hina. Saling memaafkan, itulah perintah agama.
(hal 46)
Kemudian, tentang parenting, di mana anak akan
tumbuh sebagaimana cara orang tua mendidiknya.
“Seandainya
anak diibaratkan tanamana, maka apabila tanah dikelola dengan baik dan benar,
tanaman yang berada di atasnya akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah
yang bermanfaat.” (hal 49).
Srobyong, 31 Oktober 2021