Monday 28 November 2016
[Resensi] Usaha Mencari Pengakuan dan Olimpiade Sains Astronomi
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Saturday 19 November 2016
[Resensi] Tembakau di Lereng Gunung Sindoro
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Monday 14 November 2016
[Resensi] Menguak Misteri Rumah Hujan
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Saturday 12 November 2016
[Resensi] Adat, Cinta, dan Perjodohan
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Wednesday 9 November 2016
[Resensi] Petualangan Tiga Sahabat ke Klan Bintang
Dimuat di Singgalang, Minggu 6 November 2016 |
Judul : Matahari
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit Pertama : Juli, 2016
Cetakan : Kedua, Agustus 2016
Halaman : 400 hlm
ISBN :
978-602-03-3211-6
Peresensi : Ratnani Latifah. Penikmat buku dan penyuka literasi,
Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
Matahari merupakan buku ketiga dari serial “Bumi”. Tidak seperti buku-buku sebelumnya, pada
serial Bumi, Tere Liye—penulis asal Sumetara ini mengambil genre science fiction.
Sebuah genre tulisan yang bisa dibilang cukup sulit dan menantangan. Karena
sudah pasti harus melakukan riset yang
mendalam dalam berbagai hal. Namun
melihat hasilnya, buku ini luar biasa. Memberi warna pada literasi di Indonesia
dan menunjukkan kepiawaian penulis dalam menulis dengan berbagai genre.
Selain itu, Tere Liye juga dikenal sebagai penulis yang produktif
dalam menghasilkan karya. Pantaslah jika Tere Liye
mendapat penghargaan sebagai Writer of The
Year 2016 pada acara Indonesia
International Book Fair (IIBF) oleh IKAPI—Ikatan Penerbit Indonesia.
Novel ini sendiri, masih mengisahkan
tentang petualangan tiga sahabat—Raib, Ali dan Seli. Jika pada seri pertama dan
kedua mereka mengunjungi Klan Bulan dan Klan Matahari, maka pada seri ini
mereka akan mengunjungi Klan Bintang. Namun yang menjadi pembeda pada seri ini
adalah, perjalanan mereka kali ini tanpa sepengetahuan Miss Selena dan Av.
Sebelum kembali ke Bumi, Av sudah berpesan agar Raib tidak menggunakan ‘buku
kehidupan’ untuk membuka portal apa pun, tanpa sepengetahuanya atau Miss Selena (hal 23).
Raib pada awalnya mengikuti
permintaan Av, namun keteguhannya berubah ketika mendapati Ali menciptaan
sesuatu yang luar biasa—Kapsul Ily yang diset memiliki kekuatan Klan Bulan dan
Matahari. Dan Ali mengatakan bahwa tanpa
buku yang Raib bawa, mereka tetap bisa pergi ke Klan Bintang. Mereka bisa ke
klan itu dengan Ily melalui lorong kuno
karena Klan Bintang berada di perut bumi—yang menurut Seli memiliki magma.
Namun dengan kecerdasan yang
dimiliki, Ali menjelaskan hipotesisnya, “bahwa tidak masalah bagi teknologi
Klan Bintang yang memang paling maju dari klan lain. Lagipula, jika mereka
mengeduk kedalaman tiga ribu kilometer misalnya. Itu tetap masih jauh dengan
inti bumi, masih tiga ribu kilometer lagi. Menurut perhitunganku, penduduk Klan
Bintang awalnya pernah tinggal di permukaan, mungkin pendudukanya campuran dari
tiga klan sekaligus. Kemudian entah dengan alasan apa, mereka pindah ke dalam
sana, membentuk peradaban baru. Mereka membuat lubang menuju perut bumi.”
(hal. 70-71).
Akhirnya pada liburan semester,
mereka memulai petualangan baru yang mendebarkan bersama Ily. Mereka melewati
pengunungan berselitmut kabut, melintasi sungai besar di dataran tinggi lalu
melewati lembah perkebunan luas dengan beberapa perkampungan permai di tengah-tengahnya. (hal 111). Mereka
terlihat menikmati perjalanan seru itu.
Tentu saja perjalanan itu tidak
mulus, ada banyak kejutan yang mereka hadapi untuk sampai di lorong yang menuju
Klan Bintang. Namun pada akhirnya mereka mendarat dengan selamat di tempat yang
dituju. Mereka mendapat sambutan hangat
dari Faar—salah satu penduduk Klan Bintang yang ternyata keturunan Klan Bulan
(hal 172).
Perjalanan yang awalnya mereka kira
menyenangkan ternyata berbuah petaka. Siapa sangka sambutan dari Dewan Kota Zaramaraz berbeda dengan sambutan dari Faar. Raib, Ali
dan Seli dianggap sebagai penganggu dan harus ditangkap. Entah bagaimana
petualangan mereka nantinya. Apakah Av dan Miss Selena akan muncul membantu
..., atau ada kejutan lain yang tidak terduga?
Diceritakan dengan gaya bahasa yang
renyah membuat novel ini nyaman untuk dibaca. Penokohan, serta setting
juga digarap dengan baik dan kuat. Mungkin masalah plotnya saja yang sejak awal
bisa dibaca, karena memiliki pola yang mirip dengan seri sebelumnya. Namun
begitu, novel ini tetap memiliki sisi kejutan di akhir cerita dan itu memberi
kepuasan tersendiri setelah membaca. Beberapa kesalahan kecil dalam masalah
penulisan, meski tidak banyak tapi masih ditemukan.
Lepas dari kekurangannya, novel ini
patut untuk dibaca. Selain menawarkan ilmu pengetahuan yang banyak lewat si
jenius Ali, novel ini juga mengajarkan akan arti persahabatan dan semangat
juang untuk tidak mudah menyerah. “Selalu ada jalan keluar sepanjang kita
terus berpikir positif.” (hal 338).
Srobyong, 1 Oktober 2016
Resensi
ini merupakan resensi versi kedua. Resensi versi pertama bisa dicek di sini (Juara
dua dalam lomba resensi Matahari Tere Liye yang diadakan Gramedia Pustaka Utama)
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Tuesday 8 November 2016
[Cerpen] Kisah Pak Parman dan Berita Pagi Ini
Label:
Cerpen,
Koran Pantura
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Monday 7 November 2016
[Resensi] Kisah Tentang Kegalalan dan Usaha untuk Bangkit
Dimuat di Koran Pantura, Senin 3 Oktober 2016 |
Judul : Malam-Malam Terang
Penulis : Tasniem Fauziah Rais & Ridho Rahmadi
Editor : Donna Wiadjajanto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Desember 2015
Halaman : 256 hlm
ISBN :
978-602-032-454-8
Peresensi : Ratnani Latifah, penikmat buku dan literasi alumni
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
Gagal mendapat nilai yang baik dalam
ujian akhir adalah momok bagi para pelajar.
Keberadaanya hanya akan membuat mereka merasa sedih, putus asa bahkan
frustasi. Namun, tanpa adanya kegagalan, kita tidak akan pernah tahu bagaimana
caranya untuk bangkit dan menjadi pribadi yang lebih sabar dan ulet. Di balik
kegagalan akan terdapat keberkahan yang luar biasa. Hanya saja mampukah kita move
on dari kegagalan tersebut?
Novel ini menceritakan tentang
Tasniem Rais—putri bapak Amien Rais—yang harus menelan pil pahit bahwa nilai
ujian akhir sekolah yang diperoleh, tidak sesuai dengan harapannya. Padahal
Tasnem bisa dibilang bukanlah siswa yang bodoh. Dia bahkan sering mendapat
peringkat satu. Namun kenyataan dia mendapat NEM 44, 73 membuatnya kecewa dan
terlukan.
Mimpi yang dimiliki untuk
melanjutkan ke SMA 3 sudah pasti gagal. Tasniem
sangat sedih dan mengurung diri di kamar. Perjuangannya selama tiga tahun di
sekolah, berbulan-bulan khusus untuk mempersiapkan ujian, hanya ditentukan oleh
angka desimal yang didapat dari beberapa jam saja mengerjakan soal ujian. Di
mana keadilan? Bukankah belajar adalah proses panjang bukan sesuatu yang dinilai
dari satu atau dua jam ujian saja? (hal. 10)
Mencoba melupakan kesedihan, Tasniem
pun memutuskan untuk mengunjungi sang nenek di Solo. Siapa sangka di sana, dia malah mendapat
pencerahan. Kejadian demi kejadian yang
dialami membuka pikirannya.
Globe College of Singapore. Di sanalah akhirnya Tasniem mencoba move on dari kegagalan
yang kerap menghantuinya. Tapi nyatanya
di sana dia kembali mengalami kegagalan yang semakin membuat dirinya down.
Rasa minder, ketakutan dan kecamuk perasaan menghantui dirinya. Sampai kemudian
sebuah nasihat panjang lebar dari sang ayah membuatnya menyadari sesuatu.
“Jadikan kegagalan sebagai sahabat
setiamu. Bukan berarti kamu harus selalu gagal, namun ketika kegagalan datang,
sambutlah ia sebagai sahabat. Karena kegagalan adalah cermin yang mengingatkan
kita untuk berusaha lebih baik. Tanpa cemin itu kita tidak bisa melihat diri
sendiri, tidak bisa mengevaluasi diri. Jangan takut gagal, kecuali kamu takut
sukses. Sejarah mengatakan, orang-orang sukses selau jatuh-bangun dulu sebelum
mencapai puncak idaman” (hal. 66)
Sejak itu, Tasniem pun berusaha
bangkit dari keterpurukan. Menghadapi kenyataan dengan lapang dadang dan selalu
berpikir positif. Dia tidak mau
diperbudakan ketakutan akan namanya kegagalan. Dia bertekad untuk belajar
dengan keras agar bisa membuat orangtuanya bangga. Hanya saja apakah nanti
Tasniem berhasil menjadi bintang yang paling terang di gelapnya malam
sebagaimana harapannya? Karena sejatinya masih banyak lagi jalan terjal yang
harus dihadapi bagi orang-orang yang ingin menggapai mimpi. Selain pertanyaan
itu, masih banyak lagi pertanyaan yang pastinya akan membuat penasaran.
Sebuah novel yang sarat makna dan
sangat inspiratif. Diceritakan dengan gaya bahasa yang santai dan renyah,
membuat novel ini sangat nyaman dibaca. Membaca malam-malam terang membuat kita—khusunya
para pelajar—untuk belajar tentang arti kegagalan serta usaha untuk mau
bangkit. Hal ini bisa dilihat dari usaha Tasniem dalam berjuang untuk menjadi
sosok yang lebik baik setelah berkali-kali mengalami kegagalan. Tasniem dengan
tekun belajar tanpa kenal lelah. Dari pengalaman Tasniem itu mengingatkan bahwa
sebuah ilmu itu bisa didapat dengan adanya usaha keras yang juga diimbangi
dengan doa.
Selain memaparkan kisah perjuangan
pelajar yang ingin move on dari kegagalan, novel ini juga memuat
pesan-pesan spiritual yang inspiratif. Ada pula tentang kisah persahabatan Tasniem
dengan berbagai teman dari suku bangsa yang berbeda-beda dengan tenggang rasa
yang tinggi. Tidak ketinggalan bumbu kisah cinta manis antara Tasniem dan kakak
kelasnya. Semua dikemas dengan porsi pas.
Beberapa kesalahan tulis tidak mengurangi keasyikan dalam membaca.
Lebih dari itu, ketika membaca
Malam-Malam Terang, kita akan dipertemukan dengan quote-quote keren yang sangat
menginspirasi. Dan dari sekian banyak quote yang ada. Quote ini-lah yang paling
keren. “Pedang menjadi tajam dan mampu membelah batang pohon karena ditempa
terus-menerus dalam panas. Begitu juga untuk para penuntut ilmu”. (hal. 7)
Hal ini menunjukkan, bahwa pelajar harus selalu berusaha keras agar bisa
seperti pedang yang tajam.
Lalu quote ini “Musuh terbesar adalah dari diri kita
sendiri yang kemudian berwujud aneka bentuknya seperti rasa ingin menyerah,
malas, dan sebagainya.” (hal. 201) Quote ini sekolah mengajarkan pada kita untuk menjadi diri sendiri dan jangan sampai
mudah putus asa. Recomended, yang pasti banyak hal yang bisa diteladani
dari novel ini.
Srobyong, 28 Juni 2016
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Jepara, Jepara Sub-District, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Subscribe to:
Posts (Atom)