Kazuhana El Ratna Mida *) |
Dua hari lalu,
Nana berkunjung ke rumah neneknya di desa Srobyong untuk menikmati liburan
panjang. Dia sangat senang bisa bertemu
dengan neneknya. Di sana dia bisa melihat pemandangan indah sawah yang masih
hijau. Nana memang sangat suka pemandangan.
Tapi ada satu
hal yang membuat Nana sebal jika ke rumah neneknya. Sari sepupunya itu selalu membujuk Nana untuk
ikut bermain jeglong. Yaitu permainan tradisional,
dengan cara melompat-lompat pada bidang datar, yang digambar di atas tanah.
Gambar kotak-kotak itu kemudian dilomptai satu persatu dengan satu kaki.
Biasanya bisa dimainkan 2 sampai 5 orang. Permainan yang menurut Nana sangat
membosankan dan tidak menarik. Malah hanya akan membuat lelah saja. Lebih baik
bermain dengan gadget yang praktis. Mau apa saja bisa. Tinggal pencet
sana pencet sini semua bisa jadi. Menyenangkan sekali bukan? Itulah yang dipikirkan
Nana gadis kecil yang sudah kelas lima itu.
“Aku tidak
mau.” Nana terlihat kesal. Sepupunya itu selalu saja memaksa. Nana kembali
asyik dengan gadgetnya. Bermain mendandani barbie.
“Ayolah sekali
saja. Permainan ini asyik, lho.” Sari masih membujuk. Dia butuh teman bermain.
Sangat membosankan kalau bermain jeglong sendiri.
“Kamu saja yang
ikut main aku, bagaimana? Nanti aku ajarin cara mainnya.”
Sari langsung
menggeleng. Dia tidak mau. Takut jika malah akan merusak permainan Nana.
Katanya benda yang selalu dibawa Nana itu harganya mahal.
Akhirnya mereka
hanya saling diam. Nana asyik dengan permainannya sendiri. dan Sari menggambar
tidak jelas dengan gajo, sebuah potongan persegi kecil yang berasal dari pecahan genteng.
Biasanya itu digunakan Sari untuk bermain jeglong yang dilempar ke kotak-kotak.
“Na, kenapa sih
kamu tidak mau bermain jeglong?” Sari penasaran. Setiap kali ke rumah nenek dan
diajak main Nan selalu menolak.
“Tidak suka
saja. Permainan itu membosankan. Hanya akan membuat lelah karena melompat ke
sana- kemari,” jawab Nana masih asyik sendiri.
“Tapi kamu kan
belum membuktikannya. Masak sudah berkata seperti itu,” Sari protes.
“Tapi kamu
selalu bilang capek kan kalau habis bermain?”
Nana memberi alasan. Dia selalu mendengar keluhan Sari saat istirahat di rumah
nenek.
“Iya, sih capek
tapi aku senang. Aku menikmatinya.” Sari menjelaskan.
“Kenapa kamu
malah senang?” Nana ingin tahu.
“Karena aku
bermain dengan gembira bersama teman-temanku. Belum lagi kalau aku bisa menang.
Pokoknya itu mengasyikkan.” Sari membayangkan dia tengah bermain jeglong dengan
Ani. Kadangkala juga dengan teman-teman lainnya. Sari tersenyum.
“Dan aku rasa,
bermain jeglong juga bisa membuat kita sehat, Na. Saat kita melompat dari satu
tempat ke tempat lain dengan satu kaki, berarti itu kita sedang melatih
keseimbangan tubuh.” Sari tersenyum. Dia tahu itu dari cerita ibunya. Karena
dulu ibunya juga sangat pandai bermain jeglong dan selalu menerangkan apa
manfaat dari jeglong itu.
~*~
Pagi ini Sari
tidak lagi membujuk Nana buat bermain jeglong. Sari sudah memiliki teman
bermain.
Nana sendiri
masih memiliki waktu satu hari menikmati liburan, sebelu besok harus kembali ke
kota. Seperti biasa dia tetap asyik bermain dengan gadget-nya. Tapi
suara riauh Sari dan teman-temannya di samping rumah sang nenek, membuat Nana
penasaran juga. Mereka saling beteriak
kesal lalu sebentar kemudian tertawa. Mereka bermain dengan gembira.
Nana jadi
penasaran apa yang membuat mereka begitu menyukai permainan yang melelahkan
itu.
“Hai, Na! Yuk
gabung. Asyik, lho.” Sari yang melihat Nana menatap mereka melambaikan tangan.
Nana menggeleng
dia masih ragu. Bagaimana kalau nanti habis main dia akan kelelahan. Badannya bisa
sakit semua?
“Ayolah, “ Sari
sudah di samping Nana. Dia mendorong tubuh Nana.
“Sekali saja.
Kamu harus mencoba, baru bisa membenarkan pendapatmu itu.”
“Tapi ...,”
Nana ragu.
“Aku akan
mengajarimu. Tenang saja. Dan nanti malam aku akan menginap di rumah nenek,
biar bisa memijitimu jika kamu kelelahan.”
Nana pun
setuju. Dia mulai ikut bergabung. Pertama, tentu saja Nana tidak bisa bermain
dengan baik. Tapi setelah mengamati dengan saksama permainan Sari dan
teman-temannya, Nana bisa mengikuti.
Memang
permainan itu cukup melelahkan. Nana bahkan sampai ngos-ngosan dan beberapa
kali dia jatuh. Tapi kemudian hal itu
malah membuat dia tertawa, menyadari kelelahan itu ternyata malah membuatnya senang. Tertawa bersama
teman-teman, karena bisa bermain bersama. Hal yang selama ini sudah jarang Nana
lakukan. Dia lebih suka bermain sendiri di rumah. Bermain jeglong tidak seburuk yang
dibayangkan.
* Penulis adalah
alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara yang tinggal di desa Srobyong—Mlonggo—Jepara.
Srobyong, 11
Maret 2016.
Dimuat di Koran Tribun Timur. Minggu 22 Mei 2016 |
Bagus mba, lokalitas. Hikmahnya dapet. Cara kirim ke sana gimana mba?/saatnya berapa hal. Lama nunggu ga? Heheheh pengen coba keberuntungan.
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir. starndar cernak biasa 3-4 600-800 kata. dikirim ke tribuntimurkids@gmail.com Masa tunggu cukup lama memang hehhh
Deletehhhee permainan masa kecil yang tak akan prnah kulupakan
ReplyDeletebermain gedrek hhhee
Hhhe permainan ini seru sekali. Namanya beda-beda ya tiap daerah ^^
Delete