Saturday 27 December 2014

[Horkom] Model Baru Ala Kunti




Judul : Model Baru Ala Kunti
Oleh : Kazuhana El Ratna Mida/ Ratna Hana Matsura

Kunti sudah membeli semua perlengkapan mandi. Ada sampo, lulur dan sikat gigi. Tak lupa dia juga membeli bedak, handbody dan minyak wangi. Pokoknya sudah lengkap.

Hari ini itu, istimewa. Dia mau tampil cantik dan memesona. Dia tak ingin mengecewakan semua orang.

Karena itu, sejak pagi ini dia sudah berendam dengan air kembang tujuh rupa. Di mana kata orang-orang bisa membuat para wanita terlihat cantil luar binasa—biasanya maksudnya (hhehh).

“Kun! Sampaikapan Loe mandi, gantian napa? Gue juga mau mandi keles.” Gombel teriak-teriak.

“Yaelah sabar napa, Mbel. Bentar lagi gue kelar kok.” Sahut Kunti dari dalam.

Padahal dia baru saja berendam meluluri tubuhnya dengan shinzui biar kulitanya mulus makin dicintai.

Sejam lebih Gombel menunggu hinga kantuk menghinggapi, tapi Kunti tak juga ke luar.

Pintu diketuk dengan keras, membuat Kunti akhirnya memilih menyudahi mandi.

“Nggak sabar banget sih, Loe.” Omel Kunti.

“Ya, habis Loe dah mandi tiga jam Kunti? Gila Loe. Bisa mengelupas kulit itu.”

“Siapa bilang. Ntar mah gue jadi cantik, super seksi.” Kunti meninggalkan Gombel yang sudah masuk kamar mandi.

Sekarang Kunti bersemedi, dia mengoleskan Handbody ke seluruh tubuh. Biar halus gitu, tak bersisik. Lalu mulai memoles wajahnya dengan bedak pixy. Tambah cantikkan dia. Pasti calonnya makin suka. Hihihi.

Ya, hari ini kan malam pernikahannya dengan Mr. Drakula. Jadi dia mau tampil cantik tak mengecewakan. Lipstick merah kini telah menghiasi bibirnya.
Rambut panjangnya yang biasa kumel sudah disisir rapi. Pokoknya tampilan Kunti malam ini kece banget.

Merasa sudah siap dia segera membuka almari, mencari gaun putih kesayangannya yang sudah dilaundry. Kunti meneliti dengan seksama, dan yakin bahwa sudah menggantungnya di sana. Tapi gaun itu kok tidak ada. Bagaimana ini?

Kunti jadi cemas setengah mati. Bagaimana gaun itu bisa hilang di saat sepenting ini?

“Mbel. Loe tahu gaun putih gue, nggak?!” tanya Kunti dengan berteriak.

“Mana gue tahu. Loe sendiri, bukan yang menyimpan kemarin.”

“Tapi, di lemari nggak ada Mbel. Ini gimana? Tamunya dah pada datang ya?”

Gombel menganguk, dia juga memberitahu keluarga Mr. Dracula juga sudah datang dan menunggu dia keluar.

Kunti menghela napas. Masak iya dia mau keluar dengan cuma pinjungan kayak gini? Dia mengobrak-abrik lemarinya. Gaun putih sudah tak lagi ada. Haduh! Masak iya dia ganti kostum merah, itu kan bukan gayanya selama ini.

Kunti itu hantu berbaju putih yang super seksi.

“Sudah sana pakai, dari pada Loe nggak pake baju tuh.”

Kunti mengalah dan akhirnya memakain gaun merah, yang sudah lama ditanggalkannya, gaun itu dipakai ketika masih menjadi manusia.

Siapa sangka semua tamu dan relasi malah memuji gaunya yang sekarang. Dan berharap dia tak perlu lagi pakai gaun putih. Model terbaru Kunti di tahun 2015 nanti. Hihihi.

Di lain tempat, Gombel sebal setengah mati. Niat awal mau mempermalukan Kunti, malah dia makin populer disayangi, sedang dia hanya gigit jari.

Srobyong, 27 Desember 2014.

Sunday 21 December 2014

[Cerpen] Cinta Empat Musim


Cinta Empat Musim




Kazuhana El Ratna Mida

             5 Januari 2014.

Aku menatap langit biru. Membayangkan waktu ketika kita menampaki sejuta cerita yang masih aku rindu. Di sini, di tanah ini kita ukir perjalanan  syahdu. Di pohon palem besar kita saling beradu. Mengungkapkan sejuta kasih yang kita miliki. Meleburnya dalam ruang rindu.

            Kau sang mentari yang menyinari hati. Menawarkan janji indah yang masih terpatri. Semoga kau selalu ingat akan pesan cinta yang kau buat. Aku masih menunggu. Hingga detik ini sampai kita kembali beradu.

            “Janji yang kita buat untuk kembali bertemu di bawah pohon palem ini, kamu masih ingatkan?” aku  bertanya pada langit terang membayangkan kamu mendengar.

            Aku mengehela nafas. Aku sudah bercakap denganmu melalui mentari. Kini aku harus kembali pada dunia yang aku tekuni. Bekerja!

            “Semoga kamu baik-baik saja di sana.” Doaku lalu kembali menatap langit biru.

****

            Segera setelah persiapan, aku berangkat kerja, aku melesat meninggalkan rumah yang sudah sepi sejak tadi. Tugas sebagai guru kini menantiku. Ah senangnya bisa berkumpul dengan anak-anak yang mempunyai banyak perbedaan karakter dan pola pikir.

            “Bu Julia!” teriak anak murid ketika melihat aku yang sudah sampai di gerbang sekolah. Mereka menghambur menyambut kedatanganku.

            “Pagi, anak-anak, bagaimana tidurnya tadi malam, pasti nyenyak ya?” tanyaku dan kutatap mereka satu persatu. Seberkas rindu kini kembali menggelayuti.

            Mereka mengangguk dan tersenyum. Kemudian aku segera memulai pelajaran hari ini.

            Menjadi guru memang sudah sesuai dengan cita-citaku. Tapi entah kenapa kisah cintaku tak semulus jalan mimpiku. Empat musim sejak aku kenal  dengan dia, namun belum ada tanda-tanda hadiah buah kasih cinta kami. Amanah Tuhan belum mengampiri. Mungkin aku masih harus menunggu. Menunggu waktu yang tepat dari Rabbu Izzati.

****

Musim kemarau. Di semester enam, tahun 2012. Itu adalah awal perjumpaan kami. Di taman  kampus, dia menyapaku yang sedang asik menekuni buku.

“Hai, kamu Julia,’kan? Aku Guntur.” Ucapnya dengan mengulurkan tangan.

Entah dari mana dia tahu tentang aku waktu itu, namun tetap saja aku tak menolak perkenalan itu. kutatap dia yang tinggi besar dengan wajah kharisma yang membuatku terpana.

“Bagaiman kamu bisa tahu namaku?” akhirnya kulontarkan pertanyaan yang sebenarnya, sangat klise itu. Tapi aku penasaran.

“Semua mahasiswa pasti kenal kamu Julia, kamu mahasiswi penuh prestasi sih,” ucapnya dengan senyum mengembang.

“Masak, tapi, aku merasa tidak pernah melihat kamu di kampus?” aku balik tanya. Dia terasa asing. Karena biasanya aku selalu mengenal wajah-wajah mahasiswa di sini.

“Aku memang mahsiswa pindahan, nanti kita akan sering bertemu,” ucapnya santai.

Pantas saja ternyata anak pindahan.

“Dan lagi, mungkin kita akan bersaing,” dia menatapku.

“Maksudnya?” aku semakin tidak paham dengan mas Guntur yang tiba-tiba datang lalu mengatakan akan menjadi saingan.

“Aku mendengar banyak cerita tentangmu, jadi aku meresa tertantang dan penasaran,” ucapnya menjelaskan.

Aku hanya ber—o panjang. Okelah terseraha dia. Aku juga suka tantangan.

Sejak hari itu, aku memang jadi sering berteman denganya. Mau bagaimana lagi dia memang selalu membuntutiku. Dia memilih duduk dekat dengaku. Ketika aku memilih menghabiskan waktu di perpustakaan pun dia tidak mau ketinggalan.

“Kenapa sih, kamu selalu mengikutiku?” tanyaku disela aku membaca.

“Aku suka saja. Kalau dekat denganmu, siapa tahu aku bisa tahu rahasia trik yang kamu punya.”

Penjelasan yang aneh menurutku. Tapi peduli amat. Ada untungnya juga dia menempel padaku. Karena sejak itu tidak ada yang berani mengganguku, apalagi mengirim surat cinta untuku. Dia dikira pacarku.

****

Musim hujan, setelah wisuda kelulusan. kedekatan kami semakin membuncah. Jika dulu dia hanya mengikutiku karena penasaran dan ingin mengalahkan presatasi yang aku punya. Kini dia ada untukku untuk selalu menghibur dan membantu.

“Jul, kamu itu harus lebih menjaga kesehatan dong, jangan memaksa jika tubuhmu tidak kuat,” marah dia padaku yang kini terbaring lemah.

“Kalau memang tidak tahan dengan hujan, kenapa malah diterjang?”

“Iya, maaf, habis aku tidak enak menolak permintaan teman,” aku sungguh menyesal.

“Dan masalah hujan-hujan, hari sudah petang, aku takut sendirian di jalan, jadi kuterjang saja biar cepat sampai rumah,” jelasku apa adanya.

“Kenapa tidak mengubungiku Jul, biara aku jemputkan bisa,” dia masih nampak marah. Dia sepertinya sungguh khawatir.

“Maaf, Handphone aku tertinggal di rumah,” aku menunduk.

Peredabatan yang tidak ada selesainya. Mas Guntur akhirnya diam dan menatapku, lalu mengutarakan kekhawatiran jika sesuatu terjadi padaku. Makanya dia berharap aku lebih hati-hati dan sekarang harus istirahat biar cepat pulih.

“Iya, Mas Gunturku sayang,” ucapku dengan manja.

“Panggil apa tadi, kok tumben, ayo diulangi, aku pengen dengar,” pintanya.

“Tidak mau ah, kan tidak ada berita ulang,” aku meleletkan lidah.

Segera tangan kekar itu kini mengacak rambutku karena gemas.

“Julia, rasanya aku tidak rela jika harus meninggalkanmu, aku sangat menyukaimu,” ucapnya tiba-tiba.

“Memangnya kamu mau ke mana?”

Dia hanya dia dan memandang ke luar jendela.

“Kok diam sih tidak dijawab,” protesku.

“Itu sedandainya Julia, aku masih di sini. Aku akan selalu menemanimu, dan menjadi sandaranmu,” dia menggenggam tangaku. Kemudian berpamitan pulang.

Kutatap sosok tinggi besar yang telah berhasil meluluhkan hatiku. Ya, dia dengan mudahnya membuat aku jatuh cinta padanya. dia yang datang tiba-tiba sebagai saingan meraih presatasi, dan dia juga berhasil mengambil separuh hati ini. Hingga di bulan Maret  2013 kemarin kami menikah, dan kemudian berbulan madu di jepang bertepatan dengan musim semi di sana.

****
Aku tersadar dari lamunanku. Siang kini telah menjelang. Aku harus segera pulang. Waktu pembelajaran sudah selesai beberapa waktu lalu. Aku yang terlalu asik berkutat di meja kerja memasukan nilai evaluasi para murid, malah berakhir dengan lamunan tengtang Guntur kekasihku.

“Mas, aku sangat merindukanmu,” lirihku.

Lalu, kutinggalkan sekolah yang sudah sepi. 

Aku menapaki jalan setapak yang tak banyak keramainan yang menami kepulanganku.

Sampai di rumah aku disambut hangat oleh keluargaku. Meski aku tahu, wajah mereka tersirat  sendu. Mungkin karena memikirkan aku yang hingga sekarang belum memiliki momongan juga.  Tunggu saja kau akan mewujudkan harapan mereka.

****

Aku memasuki kamar. Kulihat photo yang terpampang di meja riasku. Aku dan mas Guntur dulu ketika berlibur menimati honey moon bersama di Jepang. Ah masa yang sangat aku nikmati. Bersama seseorang yang aku sukai di musim semi dengan mekarnya bunga sakura kesukaanku.

Aku duduk dengan dia di taman timur istana kerajaan di Tokyo, menyaksikan Mekarnya Sakura. Aku  dan dia tidak melewatkan Festifal Hanami yang selalu ramai dengan pesta dan berkumpulnya para warga menikmati indahnya sakura yang mekar dengan indah.

            “Cho kawai, Mas. Cantik sekali,” ucapku semakin mengagumi keindahan ini.

            “Secantik kamu Julia,” dia menatapku teduh. Membuat hati ini berdesir tak menentu.

            Guntur yang dulu sering menjahiliku, kini selalu bersifat romantic padaku. Selalu membuat hatiku berbunga mekar layaknya sakura.

            “Gombal deh,” aku memukul pundakya.

            Dia malah tersenyum dan menatapku dalam. Aku selalu terbius dengan tatapannya. Entahlah aku hanya mencintai satu orang yang sama sejak dia datang menyapa. Dialah suamiku—Mas Guntur. Dia selalu bisa membuatkau tenang meski kami harus sering terpisah kerena waktu. Bahkan ketika dia harus keluar negeri karen tuntutan pekerjaannya. Mas  Guntur meski dulu satu fakultas keguruan dia tak ingin menjadi guru, dia memilih terjun ke dunia jurnalistik yang membuat  dia bisa keliling dunia seperti mimpinya.

            Entah bagaimana ceritanya mungkin karena sejak di kampus dia sudah aktif dengan organisasi jurnalistik hingga mudah bagi dia masuk. Lagi pula dia memang sudah terlihat professional dengan bakatnya. Aku kalah dalam bakat. Jadilah setelah kami menjalin hubungan pernikahan dengan jarak jauh. Aku tidak bisa meninggalkan profesi guruku. Dia pulang dua bulan sekali untuk menemaniku.

            “Aku janji  padamu, ketika ulang tahumu datang aku akan pulang membawa kejutan. Jadi tunggu aku ya,” pintanya penuh harap. Di hari terakhir dia akan kembali bertugas.

            Tanpa berpikir panjang aku langsung mengiyakan. Aku pasti menunggu. Hati ini sudah terlanjur terpatri denganya. Menunggu musim dingin di Jepang, pertanda dia akan pulang.

            “Aku pasti menunggumu Mas.” Ucapku sambil menatap fotonya.

            Bulan berganti bulan, aku selalu sabar menunggu dia pulang. Meski keluargaku seolah tidak percaya dan menyuruhku untuk menyerah. Itu tidak mungkin, aku sudah janji. Dan aku yakin dia tidak akan ingkar janji. Tingga beberapa bulan lagi, maka penantiaku akan segera terjawab. Keluarga kecilku akan terwujud nyata.

            “Kamu yakin Jul, dia kan datang?” tanya Astri kakakku.

            Aku mengangguk mantap.

            “Dia akan datang Kak, memenuhi janjinya untuk menemaniku segera,” aku tersenyum manis, tak sabar hari itu tiba.

            Mereka pun akhirnya memberi kesempatan bagiku untuk membuktikan janji Mas Guntur yang selalu aku umbar pada keluarga.

            Desember, hari ulang tahunku akan segera datang. Dan mas Guntur juga akan segera pulang. Aku mempersiapkan semuanya. Sedikit pesta sederhana untuk menyambut kepulangannya.

            Aku beharap-harap cemas. Berjalan mondar mandir menunggu dia muncul di depan pintu rumah.

            “Mas, kamu pasti datangkan?” aku berucap sendiri dalam penantian.

            “Aku sudah memasakan makan kesukaanmu,”ucapku lagi.

            Satu jam, dua jam berlalu Guntur tak juga mucul. Ada ketakutan yang tiba-tiba menyergapku. Mungkinkah ada sesuatu hingga membuat dia terlambat.

            “Semoga pikiranku salah Ya Allah,” doaku lirih.

            Empat jam berlalu aku masih setia menunggu. Aku yakin mas Guntur tidak akan membohongiku.

            “Jul, sudahlah Guntur tidak akan pulang,” kak Astri menghampiriku.

            “Tidak mungkin Kak, dia sudah berjanji,” aku mencoba menjelaskan.

            Kak Astri menatapku penuh iba. Entah kenapa dia tidak percaya denganku.

            “Jul, ikut dengan Kakak ya,” dia meraih tanganku.

            Aku akhirnya mengikuti langkah kakakku. Aku termangu, kemudian duduk lemas tak lagi ada daya untuk menopang hidupku.
            Aku yakin ini pasti mimpi, tidak mungkin mas Guntur tega meninggalkan aku sendiri.

Aku menatap gundukan tanah dihadapanku bertulis nama Guntru Nugraha. Meninggal tanggal 11  November  2013.

            Pikiranku melayang pada kecelakaan satu bulan silam. Penerbangan Jepang Indonesia, kejutan kecil yang katanya ingin dia berikan. Dia sempat menelepon memberitahukan bahwa dia bisa pulang lebih cepat dari janji yang diberikan. Kecelakaan yang merenggut suamiku untuk selamanya. Yang masih aku rindukan hingga sekarang.   
     
            “Mas aku masing merindukanmu,” lirih air mata ini mulai membesahi pipi ini. Mungkin inilah kenapa keluargaku selalu menatapku dengan sedih. Melihat aku yang begitu patah arang dan menyiksa diri karena ditinggalkan oleh suami. Tidak mau mengakui bahwa dia telah berpulang.

            “Jul, jangan menyiksa diri, ikhlaskan dia ya, rawat buah kasih yang diamanahkan padamu,” kak Atika memelukku.

            Aku menanggis sesenggukan.

Lalu di awal tahun baru, aku pun membuka lembaran baru. Kuelus lembut perut buncit yang kurasakan Guntur kecil yang menendangku.

“Mas, aku sudah ikhlas, doakan aku bisa merawat calon jabang bayi kita.” Doaku di makamnya. Di bawah pohon palem tempat yang sama ketika kita saling sapa. Di pagi hari sebelum aku berangkat kerja.

“Doakan aku juga Mas, agar menjadi Ibu yang baik untuk anak kita.”

10 November 2014

[Horkom] Hantu Gaul


Judul : Hantu Gaul
Oleh :Kazuhuhana El Ratna Mida  

 Siapa yang tak senang punya gebetan baru. Apalagi berasal dari negeri seberang yang oke punya. Dia tinggi dan mempesona.

    Mereka bertemu secara tak sengaja saat hantu luar itu tengah liburan di Indonesia.

    “Cie cie yang dapat gebetan baru.” Olok Pocong pada si Kunti.

    “Kenapa, elo sirik ya?” cibir Kunti sambil memilin rambutnya.

    Ya, maklumlah malam ini dia ada recana kencan dengan gebetannya. Hem siapa tahu habis ini langsung ditembak dan jadian.

    Dan benar saja, beberapa menit kemudian Dracula datang dengan mobil sedan. Gayanya elegan dengan tuxedo super keren. Si Kunti dipersilahkan masuk mobil dengan digelarkan karpet merah sebagai penyambutan.

    Wow, gaya hantu itu benar-benar meniru artis papan atas.

    Mereka lalu dinner di restoran mewah dengan hidangan special yang asyik gila. Dan sesuai perkiraan si Kunti Dracula benar-benar menembaknya malam itu juga. Jadi, mereka benar-benar resmi pacaran. Kerennya.

    Mereka juga sempat menikmati musik dan berdansa sebelum pulang. Pokonya full romatis. Si Kunti sampai klepek-klepek dengan perlakuan Dracula.

    Kemudian, dia juga diajak shoping untuk membeli baju-baju bermerek, agar si Kunti makin keren. Ikut perawatan di salon hingga dia makin kinclong. Terus sebagai hadiah terakhir si Kunti dibelikan android untuk komunikasi.

    “Makasih ya, Sayang. kamu pinter dan  baik banget sih. Ich jadi makin suka.” Ucap si Kunti kemayu. Dia mengandengan Drakula dengan mesrah.

    “Apa sih yang enggka buat kamu.” Ucap Drakula dengan gentlenya.

    ****

    Kini sudah seminggu sejak Drakula pamit ke negaranya. Si Kunti jadi kesepian dan hanya bisa berkomunikasi dengan android hadih dari Drakula. Ya, bagaimana lagi jarak pemisah yang begitu jauh membuat mereka harus melanjutkan hubungan mereka dengan LDR.


    “Kun, yok tugas jaga, malam jumat,” ajak Pocong.

    “Padahal gue rindu berat sama dia, Cong.”

    “Yowes, di bbm lagi lah, atau di WA, kali aja bales,” saran Pocong.

     Si Kunti menganguk setuju. Dengan semangatnya dia menghubungi sang pacar. Namun tanpa sebab yang jelas dia malah menangis keras. 

 “Haduh, ada apa lagi si Kun?” 

   “Ini lihat status Fbnya, ternyata dia sudah menikah, hiks, gue ditipu, katanya masih perjaka,” Kunti menangis keras.  

 “Yowes putus ae, trus jadian sama gue biar tak usah LDR bikin makan hati.” Pocong menawarkan diri.  

 “Ogah, gue dah dapat gantinya kok, teman chatting dari Fb lebi keren dari Dracula namanya Vampire, hihihihih,” si Kunti tertawa penuh kegirangan.  

 Pocong hanya bengong. Okelah gue juga bisa cari gebetan di dunia maya. Apalagi tablet gue juga baru beli tadi siang. Ucap Pocong dalam hati dan kemudian berlalu pergi, meninggalkan si Kunti jaga malam sendiri.

Srobyong, 20 Desember 2014.

[Cerpen Horor] Teror Boneka Salju





Judul :Teror Boneka Salju
Oleh : Kazuhana El Ratna Mida

Dania membayangkan akan segera bermain salju, bisa membuat boneka yaang dia suka—boneka salju seperti yang sering dia lihat di televisi. Matanya berbinar, dia tak sabar ingin segera terbang ke Amerika.

Dania sampai tidak bisa tidur karena menunggu hari esok datang. Ya, tengah malam ini dia masih terjaga, hingga suara aneh yang membuat dia ingin segera memejamkan mata.

“Anak nakal, harus di singkirkan!”

Berkali-kali Dania mendengar suara itu.

“Siapa yang berbicara?” tanyanya takut.

Tak ada jawaban. Sunyi. Mungkinkah itu hanya imajinasi? Semoga saja. Dania pun menaikkan selimut dan mencoba menutup mata.
Dania hampir saja terlelap ketika dia dikejutkan dengan suara berisik yang berasal dari halaman rumahnya.

Srek srek srek

Itu seperti suara orang yang menyapu di halaman. Dania, takut tapi juga penasaran, dia mengendap endap berjalan menuju jendela kamarnya. Ternyata dugaannya salah, bukan orang menyapu tapi pembunuhan yang mengerikan.

Betapa kagetnya Dania melihat Kian, temannya di sekolah yang terkenal nakal dan usil telah bersimbah darah. Diseret dengaan kasar oleh sosok putih besar bermata merah—yang ternyata boneka salju. Bagaimana bisa? Mungkinkah mitos tentang adanya boneka salju yang suka mengejar anak-anak nakal dan manja itu ada? Dania bergidik ngeri.

*****
Boneka salju masih beridiri di sana, dengan mata merah menyala menatap Diana yang ternganga. Sosok itu membawa juga memiliki kuku panjang yanag siap untuk menerkam siapa saja.

Beberapa detik Dania terpana, lalu ketika dia tersadar segera memilih untuk tidur saja. Namun, betapa kagetnya dia ketika sosok putih besar itu kini malah sudah berada di hadapannya.


Dia memperlihatkan taringnya yang membuat Diana makin ketakutan. Dia mundur beberapa langkah, dia harus kabur dan membangunkan orang tuanya.

“Kemarilah, anak nakal!” ucap sosok putih itu, dia mencoba menggapai Dania.

Dia menggeleng, dia secepat kilat berlari karena rasa takut yang menyeilmuti. Bagaiamana dia ada di sini?

“Aku bukan, anak nakal!”

“Pergi, kau! Jangan ganggu aku!” teriak Dania.

“Ibu! Ayah! Tolong aku!” Dania semakin ketakutan dan berlari kencang. Tapi tak seorang pun yang mendengarnya.

Dania berlari menjauh dari jangkauna dari boneka salju yang mengerikan itu. tapi dengan gesit ternyata dia bisa mengimbangi langkah Dania. Dia sempat menusuk kaki Dania dengan kuku panjangnya.

Darah mengalir di kakinya, dia menjerit kesakitan.

“Kenapa kau mengejarku?”

“Kau anak nakal yang sangat manja, menyusahkan orang tua” ucap boneka salju itu.

Dania ingat kemarin dia memang merengek untuk dibelikan tiket keluar negeri agar bisa bermain salju. Tapi dia tidak nakal.

“Kau nakal, dan manja!” ucap boneka salju lagi.

Lalu memukul Dania sangat keras. Dan dia tak sadarkan diri.

Esok paginya, Dania langsung menolak pergi ke Amerika seperti rencana semula. Bahkan dia jadi takut dengan boneka salju tak ingin melihatnya. Meski itu seperti mimpi, tapi bekas luka di kakinya masih ada dan masih terasa nyeri hingga sekarang.

Srobyong, 18 Desember 2014

[Puisi] Rumah Memedi

Parade Puisi Horor




Judul : Rumah Memedi

Oleh : Kazuhana El Ratna

MidaSunyi menyelimuti,
malam ini
Angin berderu meluluhlantakkan persendian hati
Bukan terjebak akan kasih
Tapi, termakan waktu bulu kudu berdiri

Di pertengahan malam puncak semedi
Hampir terlelap,
lepas bertaut mimpi
Dingin malam mencuatkan hati
Kalang kabut mendengar bisikan mati
Tawa beringas mendatangi

Tebasan kapak memotong telinga kiri
Mati seluruh jiwa raga ini
Dicincang habis,makhluk setengah siluman tak punya hati
Darah merembas
Terkaparlah mayat di malam mati,
ditempat yang seharusnya tak didatangi

Rumah gelap milik memedi

Srobyong, 19 Desember 2014

[Cerpen] Bingkisan Rindu di Ujung Tahun


Judul :Bingkisan Rindu di Ujung Tahun

Oleh :Kazuhana El Ratna Mida/ Ratna Hana Matsura

Meski harus menelan pil pahit bernama kenyataan, Lira tak mau terpuruk. Dia tetap menebar senyum, melakukan segala aktivitas seolah musibah itu telah berlalu. Ya, biarlah kehidupan sudah ada yang mengatur. Jika saat ini dia terkena musibah, mungkin kejaiban menanti di waktu lainnya.

****
Seperti biasa, Lira mengawali hari dengan menyiram koleksi tanaman yang dimilikinya. Mulutnya komat-kamit bersenandung lagu-lagu yang digemarinya.

“Kau, tidak apa-apa, Ra?” suara seseorang mengagetkan Lira yang tengah asyik dengan aktivitasnya.

“Ya, Mbak. Lihatlah! Lira sehat saja, kan?” dia tesenyum menatap Mona—kakaknya.

“Kamu istirahat saja. Biar mbak yang merawat tanamanmu,” jelas Mona.

“Lira, bisa, kok Mbak. Tenang saja. Lagian sudah pekerjaan setiap hari,” lagi-lagi Lira tersenyum.

“Tapi, Lira,” Mona—kakaknya masih ngotot.

“Mbak, jangan perlakukan Lira seperti itu. Lira tidak mau,” dia menggeleng.

“Kalau Mbak terus seperti itu, Lira malah jadi sedih, dan malah rindu akan masa lalu,” Lira menatap entah ke mana.

“Jadi, bantu Lira untuk tegar. Anggap Lira masih seperti dulu. Lira yang energik, tak bisa diam,” dia memohon.

Mona mengalah. Dia benar-benar kagum dengan Lira. Adik bungsunya yang selalu tegar. Dengan segala musibah bertubi-tubi yang dia terima, tapi dia masih tetap tersenyum ceria menikmati kehidupan seperti biasa.

Satu tahun bukan waktu yang lama, ketika dia mendapat pukulan telak yang seolah memusnahkan segala cita-citanya. Di saat dia harusnya bisa mengamalkan ilmu dari Universitas, dia terkunkung dengan gelap yang membuat dia bungkam.

Namun, dia sungguh hebat, tak kenal lelah, terus berusaha mewujudkan mimpi dengan cara lain agar tetap bisa berjuang.

****
Menyirami koleksi sudah selesai Lira lakukan, dia bergegas bersiap untuk pergi ke panti asuhan dekat rumahnya. Di sana dia meleburkan diri bersama anak-anak. Di sanalah dunia ceria yang selalu membuat dia bisa tertawa.

Di mana ketika tiba-tiba dia merasa lemah dan ingin menjerit karena lelah. Maka di tempat itu adalah obat mujarab untuk menekan rasa.

“Maaf, Mbak. Aku berbohong. Aku tidak mau membebani Mbak, dan semua keluarga,” lirih Lira berucap.

Bohong memang jika dia tak merasa rindu, tapi dia menutup rapat akan rasa yang dimilikinya.

“Pagi, Bu Lira, hari ini kita akan belajar apa?” suara anak-anak menyambut kedatangannya dengan ceria.

Ada yang menggandeng tangan kanan ada juga yang merangkul tangan kirinya.

“Wah, kalian semangat sekali,” Lira tersenyum mendengar antusias anak didiknya.

“Kita belajar apa, Ya?” Lira berpikir sebentar.

Semua anak memerhatikan Lira yang masih terdiam.

“Oke, ibu ada ide. Bagaimana kalau kalian satu per satu meneceritakan harapan di depan kelas. Harapan yang bisa lakukan dia akhir tahun untuk menyambut tahun baru. Ada yang setuju?” tanya Lira pada anak didiknya.

Semua langsung menyahut dengan semangat menerima ide Lira.

Yang pertama maju Nina—gadis yang berusia sepuluh tahun itu menceritakan harapanya agar nanti dia bisa menggapai mimpinya.
Harapan mereka sungguh lucu dan menggelitik Lira untuk tertawa.

Bayangkan, ada juga yang di penghujung tahun ini ingin mendapat boneka, ada juga yang ingin dapat sepatu baru. Anak-anak memang begitu lugu.
“Aku dapat bagian terakhir,” Kiki maju ke depan kelas dan mulai menyampaikan harapannya.

“Untuk Bu Lira, semoga cepat sembuh, ya, Bu. Mendapat kejutan indah di bulan Desember. Aku ingin Bu Lira suatu saat nanti, mampu mengenali kami semua dengan baik,” ucap Kiki yang membuat Lira menangis.

Anak itu, dia memang yang paling besar di sini. Lira memeluknya erat.

“Terima kasih, Sayang,” ucap Lira haru.

Harapan Kiki membuat rasa rindu yang dimiliki muncul lagi. Rindu akan berkah yang pernah ada dulu.

*****
“Lho, pulang dari panti, kok, wajahnya tembem?” tanya Mona yang melihat kedatangan Lira.

“Itu, Mbak, anak-anak panti membuat Lira terharu. Mereka mendoakanku segera sembuh untuk bisa menyambut dunia baru. Harapan yang sudah lama aku buang, karena lelah menanti,” Lira Menangis dalam dekapan Mona.

Satu tahun mencari donor untuknya tapi belum juga ada yang menghubungi.


“Tidak, ada yang tidak mungkin Lira, Mbak, yakin akan ada masanya, harapan yang kita inginkan bisa terwujud,” ucap Mona menenangkan.

“Ehem, ehem!” suara deheman mengagetkan dua kakak beradik yang tengah berpelukan haru.

“Kau mengagetkan kami, Surya,” protes Mona. Segera mereka menyeka air matanya.

“Maaf, Mbak Mona, Lira. Kok, kalian terlihat pada sedih?” tanya Surya bingung.

“Tidak ada apa-apa, kamu sendiri mau apa kemari?” Mona yang mendominasi percakapan.
“Aku ke sini, karena tidak sabar untuk mengabarkan berita gembira pada kalian,” ucapnya dengan berseri-seri.
“Kamu, mau menikah?” tebak Lira yang memang tahu harapan Surya—temannya yang memasang target menikah di penghujung tahun ini. Mungkin dia telah menemukan penggantinya. Pikir Lira. Entah dia harus sedih atau suka. Mendengar kabar seperti ini, sungguh itu semakin membuat dia rindu masa lalu.
“Wau, bagaimana kau bisa tahu, Lira? Bahkan aku belum memberi tahumu,” Surya terkekeh.

Lira hanya tersenyum dan kemudian menunduk. Ya, tidak mungkin Surya memilih dia yang tak sempurna.

“Aku mau menikah denganmu, Lira. Kau mau,kan?” Surya menggengam jemari Lira.

“Hai, jangan bercanda Surya, aku …,” ucap Lira tertahan.

“Maksud kamu, masalah kebutaan? Jangan khawatir aku sudah mendapat donor mata untukmu, Lira. Kau bisa melihat lagi. Menumpahkan segala rindu ingin menatap dunia baru,” ucap Surya membuat Lira dan Mona terperangah.

“Sungguh?” Lira memastikan.

Surya mengiyakan. Kecelakaan yang terjadi satu tahun silam yang membuat Lira buta, namun tak memupuskan rasa sukanya, dia tetap ingin menikahi Lira dipenghujung tahun seperti yang pernah dulu dia rencakan.

“Tapi … andai aku tak mendapat donor mata, apa kau masih mau denganku?” tanya Lira ragu.

“Hai, aku memilihmu bukan karena masalah itu, Lira. Bahkan kabar ini baru aku terima beberapa menit sebelum aku ke sini,” terang Surya.

“Malam ini, aku sengaja ke sini untuk melamarmu,” Surya meyakinkan.

“Lalu dokter Hardi menelepon, katanya ada seseorang yang mau mendonorkan mata untukmu,” Surya mengakhiri ceritanya.

Lira menangis haru. Inilah hadiah rindu di ujung tahun yang tak berani dia tunggu.

****
Malam tahun baru, ketika Lira sudah bisa melihat langit biru bersanding dengan Surya menikmati petasan kembang api sebagai sepasang suami istri.

--The End---

Srobyong, 14 Desember 2014.

[Cerpen Horor] Tolong Aku

Judul :Tolong aku


Oleh :Kazuhana El Ratna Mida

“Tolong, aku, tolong, aku,” suara itu beberapa hari ini sungguh menganggu konsentrasi belajar Lucia. Dia jadi merasa kena teror dan ingin pindah saja.
Bagaimana tidak, suara yang terdengar itu sungguh menyayat hati dan membuat bulu kudu merinding sekali. Tidak hanya sekali dua hari yang Lucia anggap halusinasi, tapi itu sudah hampir seminggu lebih dia merasa ada teror suara yang membuat dia bergidik ngeri.

Anehnya, tak seorang pun di rumah mendengarnya. Sehingga sekuat apa pun dia mencoba meyakinkan, malah dia yang dianggap berbohong. Huch! Menyebalkan. Lucia meruntuk sendiri.

Sekarang dia kembali ke kamarnya yang berada di lantai tiga. Rumah ini memang baru saja dibeli keluarganya dengan harga yang cukup murah.

“Tolong, aku, kumohon,” rintihan itu semakin terdengar jelas di telinga. Lucia langsung menutup telinganya dengan earphone. Kalau dia terus mendengarkan suara itu bisa-bisa tugasnya tidak bisa kelar. Padahal besok sudah harus diserahkan.

Lucia pun sekarang sudah tenggelam dengan musik yang dia dengar, sambil mengerjakan tugas mulutnya komat-kamit menyanyikan lagu Super Junior kesukaannya. Paling tidak, ketakutan yang sedari tadi dia rasa sekarang hilang.

Namun, tiba-tiba hembusan angin menegakkan bulu kudunya. Lucia yakin tadi, dia sudah menutup jendela dan tirai kamarnya. Tapi, kenapa sekarang malah terbuka? Lucia segara beranjak untuk menutupnya. Mungkin dia lupa.

Setelah menutup tirai, Lucia kembali duduk dan berkutat dengan tugasnya, dia tenggelam pada kesibukannya. Namun, hawa dingin kembali menyusup ke relung tubuhnya.

Mata Lucia membelalak melihat jendela yang kembali terbuka.

“Kenapa jendelanya terbuka sendiri?” Lucia mulai merasa takut akan fenomena ini. Lebih baik dia tidur, dari pada terus dipermainkan di sini.
Lucia sudah berada di depan jendela, dengan tergesa dia mencoba menutupnya, namun pandangannya tiba-tiba terpusat pada sosok wanita berpakaian putih yang berdiri di bawah pohon rambutan di depan rumah.

Lucia mengucek-ucek matanya, mungkinkah dia salah lihat? Sekali lagi dia mengintip memastikan.

Lucia menelan ludah melihat wanita itu malah kini menatapnya.

“Tolong, tolong aku, Lucia. Tolong.”

Lucia terkesiap, segera dia menutup jendela kamarnya dan langsung ambruk ke kasur, dia menaikkan selimut hingga menutupi wajah.
“Tolong, aku, tolong aku,” suara itu kembali terngiang di telinga Lucia.

“Kumohon, jangan ganggu, aku,” pinta Lucia yang semakin ketakutan. Dia memejamkan mata hingga akhirnya suara itu hilang dalam pendengarannya.

****
Pagi harinya Lucia menceritakan kejadian semalam pada keluarganya, tapi tak satu pun yang mempercayainya. Dan mengangap dia terlalu hebat dalam imajinasi, mengingat hobinya yang suka nonton movie.

“Ini serius, Bu. Aku mendengarnya,” Lucia meyakinkan.

“Mungkin kau sedang bermimpi, Sayang. Sudah-sudah jangan berpikir macam-macam. Sekarang sarapan, dan segera berangkat sekolah,” ucap Ibu memutuskan.

“Kenapa tidak ada yang mempercayaiku?” gerutu Lucia cukup keras. Dia meninggalkan ruang makan, dan berlalu begitu saja.

****
“Kamu, kenapa Lucia? Kok pagi-pagi sudah menekuk wajah begitu? Tugas kamu belum selesai, ya?” cerocos Mila, teman sebangkunya.

“Bukan masalah itu …,” ucap Lucia sedikit menggantung.

“Lalu?” Mila penasaran.

Lucia pun menceritakan segala hal yang dialaminya. Dari suara aneh juga penampakan wanita yang semalam mendatanginya.

“Benarkah? Mengerikan sekali, Lucia. Aku jadi merinding,” Mila berkomentar.

“Mending kamu cerita pada orang tuamu,” saran Mila.

“Masalahnya itu, Mil. Mereka tidak ada yang percaya dan hanya menganggapku bohong hasil imajinasiku yang luar biasa.”Lucia semakin muram.

Obrolan berhenti ketika guru mereka sudah datang. Kini, mereka sudah serius mengikuti pelajaran, setelah tugas tadi dikumpulkan.

Sedang asyik mengikuti pelajaran, kembali suara itu terdengar. Suara yang mengusik ketenangan Lucia. Kenapa dia sampai mengikuti ke sekolah? Lucia tidak habis pikir.
Dia melihat kesekeliling, teman-temannya, mereka sepertinya tidak ada yang mendengar suara itu. Lucia menelan ludah, sepertinya memang hanya dia yang dihantui.

Dia memejamkan mata sebentar, barang mengambil nafas sekalian, berharap nanti ketika dia membuka mata, suara itu hilang. Namun, yang terjadi malah cukup membuat dia berpacu dengan jantungnya.

“Aakh!” jerit Lucia tiba-tiba. dia kaget melihat wanita itu menyembul tepat dihadapannya hanya berupa kepala.

“Ada apa, Lucia?” Mila menatap bingung ke arah teman sebangkunya.

“Dia tadi ada di sini, Mil,” terang Lucia. Dia menutup muka merasa sangat ketakutan.

Melihat keadaan Lucia yang tidak begitu stabil, membuat Bu Indah menyuruh untuk istrahat di ruang UKS dulu. Biar tenang.

Lucia memilih merebahkan diri, dan menutup mata. Ah, kenapa hal seperti ini menimpanya. Sebelum dia pindah ke kompleks rumah yang sekarang, dia damai-damai saja.

*****
Lucia tidak percaya dengan apa yang dia lihat, pembantaian kini ada di depaan mata. Para wanita disiksa dengan bengis lalu dimutilasi seketika. Mungkinkah laki-laki iu sudah gila? dua wanita tergeletak di sana, sudah tak bernyawa.

Mereka wanita berbaju putih yang pernah dilihatnya di rumah, dan wanita yang hadir mengagetkannya di sekolah.

“Itulah akibat, dari kalian yang berani melawanku, hahahah,” pria itu terawa menang, dia meninggalkan kedua wanita itu dengan senyum mengembang.

Lucia mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Dia seperti melihat tayangan pembunuhan secara nyata. Pelan dia mencoba melihat siapa para korban di sana.

Lucia menutup mulut. Apa yang terjadi kenapa mereka bisa dibunuh dengan keji? Di saat dia tengah kebingungan, tiba-tiba pria itu muncul lagi dengan peralatan lengkap untuk mengubur dua wanita tadi.

Mereka dikubur tepat di bawah kasur Lucia yang sekarang ini.

“Jadi,  karena itu, mereka selalu menghantuiku? Tapi kenapa? Aku tidak kenal dengan pria itu?” Lucia bergumam sendiri.

“Hanya kau yang bisa membantu kami,” suara itu tiba-tiba mengagetkan Lucia hingga dia membuka mata lagi.

“Tolong, kami, Lucia, kumohon,” lirih suara itu.

“K-a-l-i-an?” tanya Lia tergagap.

Wanita berbaju putih itu terdiam dan hanya memandang Lucia lekat. Pun dengan hantu wanita yang hanya berbentuk kepala.

“Bantu, aku, ya,” pintanya wanita berbaju putih penuh harap.

“Tolonglah !”

Lucia pun luluh, dan akhirnya mau membantu. Dia mendengar dengan seksama cerita yang hantu wanita itu tuturkan.

Lucia baru tahu namanya adalah Lala dan yang satu Nurma. Mereka meninggal sekitar satu bulan lalu, di rumah yang Lucia tempati sekarang.

****
Sesampai di rumah, Lucia segera masuk ke kamarnya, dia menggeser kasurnya, dan memang menukan gundukan tanah di sana.

“Kau, mau apa, Lucia?” kaget sang Ibu yang memergoki ulahnya.

“Lucia, mau mengungkap kejahatan yang tertunda, kejahatan yang dilimpahkan para orang yang tak bersalah, hingga mereka harus gentayangan karena tak terima akan fitnah. Kebenaran harus ditegakkan,” ucap Lucia berapi-api.

“Kamu ngomong apa sih, Lucia. Ibu tidak paham, sudah, ah. Jangan berimajinasi yang berlebihan,” sang Ibu menyuruh Lucia segera meninggalkan aktivitasnya.

“Ini benaran, Bu. Lucia tidak bohong,” dia meyakinkan Ibunya.
Tanpa mengindahkan permintaan ibunya, Lucia terus menggali gundukan tanah yang ada di bawah kasurnya.

Di sana Lucia benar menemuka dua mayat wanita seperti yang pernah dilihatnya. Dia memanggil kepolisian untuk segera mengungkapkan kejahatan Hendy—laki-laki yang sejatinya membunuh mereka.
Kejahatan Hendy pun akhirnya terkuak. Lala dan Nurma bukan mati karena bunuh diri seperti kabar yang diberitakan, tapi dibunuh Hendy yang memang mengincar kekayaan Nurma yang baru saja mendapat warisan dari orang tuanya. sedang Lala yang tak sengaja mengetahui kejahatan itu, akhirnya juga kena dampak mati di tangan Hendy.

“Terima kasih, Lucia. Sekarang kami bisa tenang,” ucap Lala dan Nurma yang kemudian hilang tak lagi nampak di pelupuk matanya.

**** Sebulan setelah itu, Lucia merasa tenang tapi, di bulan berikutnya, dia kembali mendapat teror lagi.

“Pergi! Pergi! Aku tidak mau ikut kamu!” teriak Lucia marah.

Dia melempar apa saja yang ada di depannya supa wanita yang sedari tadi dihadapannya hilang.

“Kenapa tidak mau? bukankah kita satu jiwa yang harus selalu bersama, Lucia. Aku Lifia saudara kamu,” ucap wanita bergaun merah.

“Tidak! Aku tidak mengenalmu!” pekik Lucia. Dia menutup telinga agar tak mendengar ocehan Lifia yang ke mana-mana.

Dan batas kesabaran Lucia pun sudah pada puncakknya.

Lucia tidak tahan dan memilih menyendiri, mendekam di kamar yang sepi agar tak diganggu lagi. Di rumah terapi para pemilik dua jiwa yang tak bisa dikendalikan lagi.


Epilog

Kebenaran yang tertunda, kini telah terungkap ternyata Lucia seorang gadis perkepribadian ganda, Dia yang merasa tidak dipercaya keluarganya, sehingga dia menciptakan satu lagi jiwa untuk menemani kesepian yang dirasa. Juga kebohongan yang dia lakukan agar mendapat perhatian orang tuanya, tentang Lala dan Nurma.


Srobyong, 15 Desember 2014

[Cerpen] The Way I Love U



Judul :The Way I Love U


Oleh :Kazuhana El Ratna Mida

“Dia ada selalu menemani dalam suka duka. Bersama dia membuatku tenang, dan bahagia. Dia yang selalu teristimewa hingga aku tak mau berpisah dengannya. Aku hanya ingin dia.” Ucap Karin di depan meja riasnya.

****
Karin tersenyum manis melihat Aldian yang sudah berdiri didepan rumahnya. Cowok ini selalu tepat waktu, membuat Karin senang.

Karena itu dia tidak mau sampai kehilangan dia. Dia—Aldian yang harus jadi miliknya, selamanya!

“Yuk, ah keburu kita telat masuk kuliah,” ucap Aldian menyuruh Karin segera membonceng di sepedanya.

Sepasang kekasih ini selalu mesrah, dan membuat banyak orang iri dengan mereka. Salah satunya Lyda. Dia benci dengan kemesraan mereka.

“Ckckck, kalian ini setiap hari makin mesrah, saja,” ucap Lina kagum.

“Bikin, anak-anak kampus iri, apalagi, tuh yang di sana,” Lina menunjuk Lyda yang saat ini menatap mereka. Hal semacam ini sudah tersebar di seluruh warga kampus sini.

Karin hanya tersenyum dan merangkul pundak Aldian dengan mesrah. Hal itu tentu semakin membuta Lyda bak kebakaraan jenggot.

“Dia, belagu banget! Lihat saja, aku akan membuat kalian berpisah,” ucap Lyda berapi-api.

****
Aldian duduk di café dekat kampus, dia terlihat mesrah dengan seseorang, namun yang pasti dia bukan Karin. Ups. Ldya, bagaiamana bisa?

Ternyata diam-diam mereka sudah menjalin hubungan tanpa sepengetahuan, Karin. Ya, tepatnya dua bulan lalu. Mereka menjalin hubungan tanpa diketahui siapa pun.

“Sampai kapan kita, kayak gini, Al? Aku capek. Dia selalu terlihat menang,” rajuk Lyda.

“Kapan, kamu putus sama dia? Kamu bilang akan segera tapi, dari kemarin masih saja bersamanya, aku cemburu tahu!” marah Lyda.

“Kamu, kalau cemburu jadi makin cantik, “ Aldian terkekeh.

“Serius, Al. Kamu sebenarnya lebih milih aku apa dia?” Lyda sudah tak sabar.

“Tentu saja, aku memilih kamu, Sayang. besok aku akan putusin, Karin,” janji Aldian. Lyda tersenyum senang.

*****
Karin seperti kejatuhan tangga ketika mendengar kata putus dari Aldian yang begitu tiba-tiba. Tak ada angin atau badai mendadak minta putus seketika. Apa yang sebenanryan terjadi?

“Al, serius, deh. Kenapa kamu jadi aneh, sih. Kita ngak bertengkar, malah makin dekat, tapi …,” ucapan Karin menggantung.

Tiba-tiba Lyda muncul dan langsung merangkul lengan Aldian dengan mesrah. Dia tertawa sinis melihat Karin yang diputuskan di taman siang ini karena permintaannya.

“Fine! Kalau begitu,” Karin meninggalkan taman dengan gundukan marah melewati dua sejoli yang telah menyakitinya.

Jrep!

Sebuah pisau kecil yang selalu Karin bawa kini, telah bersimbah darah. Darah dari mantan kekasihnya yang tak mungkin dia bagi dengan wanita lainnya. Jika Aldian tak mau lagi dengannya maka kematian adalah akhir cerita dari kehidupannya.

Karina tertawa senang melihat Lyda yang menangis sesenggukan. Makanya jangan berani melawan Karin yang mampu menghalalkan segala cara untuk cinta menurut pandangannya. Dia tersenyum menyeringai, puas telah membalas sakit hatinya.

Sby, 16/12/14

[Horkom] Dangdutan di Desa



Judul Dangdutan di Desa


Oleh :Kazuhana El Ratna Mida

Malam semakin larut, namun musik hingar bingar yang saat ini terdengar di desa Mlayu, masih terus dimainkan. Ya. maklumlah malam ini ada acara pernikahan si Mila dan Wawan. Mereka sengaja menyelenggarakan tontonan dangdut yang banyak disukai warga. Sekaligus merayakan akan rencana pembuatan pertokoan di desa.

Lagu 'sakitnya di sini' masih mendominasai di sana. Para penonton asyik menikmati pertunjukkan gratis tak setiap hari.

“Wah, ini sudah saatnya kita beraksi, Kun,” ucap Genderuwo pada Kunti yang masih asyik bertenger di atas pohon beringin.

“”Iya, kita harus menganggu manusia yang telah berani merusak rumah kita,” ucap Kunti berapi-api.

Dia menatap rumah tua yang harusnya akan dia tempati bersama teman-temannya. Tapi, Wawan dengan santainya merobohkan rumah itu, katanya akan dibuat pertokoan.

“Ayo, Kun! Cepat turun!” teriak pocong yang juga sudah datang.

Para hantu memang sengaja berkumpul untuk membalas dendam pada ulah manusia yang tak bertanggung jawab.

“Engko sek,[1] ya, Wo. Engko sek, Cong. Aku lagi dandan nih,” Kunti tertawa dengan suara khasnya.

“Hihihihi,”

“Ngapain, pake dandan segala, kelamaan atuh, Kun,” protes Pocong.

“Ye, gue ini, kan hantu gaul. Gue harus selalu modis dan terlihat cantik. Biar terlihat berwibawa gitu,” Kunti menjelaskan sambil menyisir rambutnya.
“Lho, katanya mau ke kampung buat balas dendam? Kok masih pada di sini?” si Lampir muncul mendadak.

“Tuh, lagi nunggu di Kunti dandan,” jelas Genderuwo.

Lampir manggut-manggut, dia juga sudah nampak cantik dengan stylenya. Pocong sampai terpesona.

“Oke, ayo berangkat! Kita tegakkan hak hantu yang kita punya. Ini, kan sudah lama jadi milik kita, kok tiba-tiba dirobohkan seenak jiadatnya,” ucap Kunti.

“Sip, ayo berangkat!” ucap semua dengan semangat.

Betapa mereka kaget ketika, rumah Wawan malah begitu ramai. Kunti berdesak-desakan ingin melihat Wawan yang katanya ada di depan. Dia mau mencekik orang itu dengan tanggannya sendiri.

Pocong, Genderuwo, dan Lampir juga ikut ke sana.

“Lho, ini, kan lagu kesukaan, gue,” ucap Kunti yang mendengar lagu Ayu Ting-Ting yang sedang dinyayikan para biduan, dia lupa dengan rencana yang telah disepakati bersama. Dengan semangat dia bukannya mencekik Wawan, malah beralih ke panggung penyanyi dan ikut menyanyi.

Sik asik sik asik kenal dirimu
Sik asik sik asik dekat denganmu
Terasa dihati berbunga-bunga setiap bertemu

Kunti menyanyi dengan lancar, matanya menatap genit ke arah Genderuwo yang diam-diam dia sukai.

Lalu dengan gaya centilnya dia mengajak Genderuwo ikut berjoget juga.

Lampir dan Pocong melongo. Bagaimana dengan rencana mereka untuk mengancam dan mencekik Wawan?
Walah, gegara ulah Kunti yang emang fans berat Ayu Ting ting, malah membuat rencana mereka terbengkalai.
Tak bisa balas dendam, rumah mereka pun akhirnya dirobohkan juga.

Kunti, kini menangis sambil gulung-gulung di depan rumah. Ah, menyebalkan. Kunti uring-uringan.


Srobyong, 13 Desember 2014.
Ket : Engko sek,[1]= Tunggu dulu

Wednesday 10 December 2014

REVIEW CHEEKY ROMANCE



Cheeky Romace

Judul Novel                   : Cheeky Romance
Penulis                         : Kim Eun Jeong                                                                                        
Penerjemah                  : Putu Pramania
Tahun terbit                 : 2012
Penerbit                       : Penerbit Haru
Hlm/ Tebal                  :447hlm; 20cm
Cetakan ke-                 : 3
ISBN                           978-602-7742-42-0

Blurb

Wanita yang tingkahnya tidak terduga, “si ibu hamil nasional” vs laki-laki yang selalu dianggapan sempurna, “si dokter nasional”
Aku adalah seorang reporter. Saat aku sedang bekerja, di tengah syuting, mucul seorang dokter kandungan yang marah-marah seperti orang gila dan menuduhku sebagai ibu hamil. Celakanya, acara itu sedang ditayangkan keseluruh penjuru negeri. Akibatnya, aku dikenal sebagai “ibu hamil nasional”, bahkan samapai punya pahlawan pelindung segala.
Mendengar seseorang ingin menghapus anaknya, rasanya aku ingin segera menuntut perempuan itu. suatau hari, aku bertemu lagi dengan perempuhan bodoh itu. berani-baraninya seorang ibu hamil minum alcohol di hadapanku, si dokter kandungan? Sampai makan kacang merah dan ikan fugu yang berbahaya bagi janin? Perempuan ini benar-benar kelewatan.



Sinopsis
Membaca novel ini seperti menonton drama Korea(Bayangin para oppa keren hhehh).Kisah cinta dengan sekelumit masalah bersama dengan bumbu comedy dan romantsime yang membuat penasaran untuk terus melanjutkan bacaan. Pun dengan dramatis yang cukup membuat jantung berdebar, suka dan duka melebur bersama. aku suka ketika membaca dengan banyak kejutan hingga terus tergelitik untuk melanjutkan.
Novel ini mengisahkan tentang Yoo Chae seorang reporter yang baru saja putus cinta, mengunggah makian untuk sang mantan di situs kerjanya.  Sebuah takdir mempertemukan dia dengan dokter kandungan gila—Yoon Pyo—yang menghancurkan karirnya, namun di balik itu sebuah kejadian ajaib yang tak terkira. Bagaimana bisa? makanya mesti baca dulu novel Cheeky Romance. Tawa, sedih, marah bersatu di sana.
Aku juga paling suka dengan setiap quote yang ada dalam tiap pergantian bab. Dan yang paling aku suka adalah di bab 10 dan 11, karean quotenya sama.
Ø  Mau diteliti sebanyak apa pun, wanita seperti makhluk yang ‘baru’ _LeoTolstoy. (hal.257 dan 286)
Wanita memang selalu unik membuat pria penasaran hehh.
Di sini, Yoon Pyo penasaran dengan Yoo Chae yang meledaak-meladak dan bisa berubah sewaktu-waktu.
Ø  Mengapa orang terjatuh? Supaya ia belajar untuk berdiri lagi _Batman Begins(Hal.315)
Di sini kita diajarkan bagaimana untuk bangkit ketika sedang terpuruk, harus selalu memiliki semangat tinggi dan positif thinking.

Kisah unik antara reporter dan dokter kandungan. Pertemuan awal yang cukup menyebalkan, dengan berbagai kesalah pahaman, hingga mereka dipertemukan lagi dalam kerjasama stasion TV dan pihak rumah sakit.
Dimulai, dari cerita konyol yang membuat Yoo Chae merasa sangat dipermalukan, gegara insiden di ranjang pasien(hal. 98-99) kocak dan bikin ngakak. Pasti malu sekali.
Lalu ketika kebersamaan yang selalu membuat mereka bertemu tak sengaja ternyata membuahkan suatu molekul-molekul indah  yang menggetarkan jiwa. Apakah jatuh cinta? siapa yang suka pertama kalinya? Yoo Chae atau Yoon Pyo. Penasaran? Baca ya? Hehhh.
Entahlah meski sering bertengkar, mereka tetap saling menolong jika memang diperlukan. 
Namun, bagaimana dengan HyeRong kekasih Yoon Pyo. Dia dilema ketika kecelakaan yang membuat dia terjebak dalam museum bersama Yoo Chae ketika menyelidiki sebuah kasus di rumah sakit. Mereka terjepit, hingga Yoon Pyo baru menyadari sepertinya dia sungguh tertarik dengan wanita ini. Jantungnya berdetak tak tentu arah ketika bersama Yoo Chae. Dia jadi berpikir ulang sejak kapan dia memiliki rasa ini pada Yoo Chae. Kenapa dia jadi begitu menarik? (Hal.260)
Pengungkapan cinta (Hal.294) Yoon Pyo pada YooChae. Apa hubungan itu bisa berhasil? Yoo Chae memiliki sebuah rahasia yang membuat dia ingin lepas dari Yoon Pyo, meski rasa suka pun menggelayutinya. Tapi, sungguh mungkin jalan itu yang terbaik yang harus dia pilih. Meski dia merasa sakit dan tersiksa. (Sedihnya)
Setumpuk masalah yang membuat Yoo Chae risau, membuat dia benar-benar ingin menyingkir dari kehidupan Yoon Pyio. Jadi bagaimana kisah mereka? Apakah Yoo Chae mau menerima uluran tangan Yoo Pyio yang sejatinya masih menunggu dia? Apakah misteri dibalik Yoo Chae menjauhi Yoo Pyio akan terungkapkan? Benarkah dugaannya itu benar? Kenyataan pahit yang dirahasiakannya.




Ulasan Novel
Novel ini terkesan berbeda dengan mengangkat percintaan dari seorang dokter kandungan dan reporter. Dua orang yang berasal dari dunia berbeda, mungkin itu gambarannya.
Cerita dikemas apik dengan gaya bahasa dan tutur bercerita yang enak untuk dinikmati. Permainan alur yang kadang maju mundur karena pengaruh Pov yang dipakai. Tapi itu malah menjadi unik, karena susah menebak apa yang akan terjadi sebelumnya.
Misalnya ketika Yoo Chae tiba-tiba menghilang. Yoon Pyo panik mencari Yoo Che kesemua penjuru tempat dan ruangan (hal. 339-340).
Di sisi lain ketika Yoon Pyo kelabakan, ternyata Yoo Chae sedang bertemu ibunya. Inilah benang mereha yang ada ketika akhirnya dari sang ibu Yoon Pyo bisa menemukan Yoo Chae.
Aku pikir disetiap bab yang disampaian selalu memberi kesan yang mengejutkan, hingga pembaca tidak mau berhenti membaca.
Karakter Yoo Chae yang begitu kuat. Dia memang sering melakukan hal memalukan, tapi dibalik itu ada sesuatu luar biasa yang dimilikinya. Penulis novel ini mampu membuat larut dengan karakter Yoo Chae.
Mengikuti cerita ini memang harus sabar, karena banyak puzzle yang perlu di ungkap akan tabir kebenaran. Baik tentang kenapa Yoon Pyo bisa tak akur dengan ibunya, atau masalah so Yeong, yang hampir membuat Yoo Chae mau gila.
Pun dengan karakter Yoon Pyo yang tidak sabaran, walau begitu dia tertolong dengan keahliannya yang luar biasa. Dengan sikapnya itu sebenarnya dia mengajarkan banyak hal, tentang kasih sayang dan kepedulian. Meski dia sendiri begitu dingin dengan seorang yang dia sebut ‘ibu’.
Membaca novel ini seperti melihat kelangsungan hidup dua keluarga, memberi amanat untuk saling jujur tak main rahasia.

 Beberapa amanat lain yang bisa diambil adalah tetang menghargai nyawa seseorang, harmonisme dalaam keluarga, dan tak menyerah dalam mengalami kessulitan atau ujian.

Penutup
Cheey Romance novel komedy romantis, ya menurut pendapatku. Sangat enak untuk dijadikan bacaan yang sekedar untuk merefresh otak. Pasti sangat menyenangkan, apalagi terkhusus para penikmat drama, hehh.(relative juga sih). Tapi menurutku ok. Novel ini juga cocok dibaca oleh para ibu hamil kenapa? Karena banyak tips di sini bagaimana merawat janin agar selalu sehat tidak bermasalah. Mengenai info apa saja yang boleh di makan dan dihindari.
  

Penasaran akan kisah mereka? Makanya baca Cheeky Romance.  Kalian bisa tertawa, sedih , dan marah. Bercampur anduk seperti rasa nano-nano.

So, segera beli dan dibaca, ya.
10 Desember 2014.