Wednesday 17 February 2021

Resensi - Novel Psikologis; Menganalisis Sebuah Kebohongan


Judul                : Mitomania : Sudut Pandang

Penulis             : Ari Keling

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, Januari 2021

Tebal               : 256 halaman

ISBN                 : 978-623-253-028-7

Harga              : 65.000

Peresensi         : Ratnani Latifah

“Kebohongan yang dilakukan itu tidak baik karena bisa menimbulkan masalah yang lebih besar, menjadi lebih rumit, atau malah membuat masalah baru.” (hal 145-146).

Pernahkah kita menyadari bahwa kebiasaan berbohong ternyata bisa menjadi sebuah penyakit yang mengerikan? Novel yang terpilih sebagai ‘Novel Favorit’ dalam Kompetisi Menulis Novel Remaja Indiva 2019 ini menyibak tentang fakta menarik kebiasaan berbohong.

“Saya menduga kalau Kefi mengidap salah satu penyakit bohong patologis, yaitu mitomania,dan sepertinya  ini yang akut.” (hal 133).

Bisa kita bayangkan apa itu penyakit bohong patologis mitomania? Dengan menarik penulis menceritakan masalah ini dengan latar cerita masa remaja, yang lucu, seru dan tidak terduga.  Kita akan diajak menganalisis kebohongan yang telah dilakukan oleh salah satu murid di SMA Jaya Nusantara.

Kefindra—yang lebih sering disapa Kefi mengaku bahwa selama bersekolah di SMA Jaya Nusantara, ia telah mengalami bulliying—ia mendapat kekerasan verbal, non verbal bahkan secara fisik—oleh Amanda, Lisa dan Morgan. Karena masalah itu, Kefi melaporkan perundungan itu kepada guru Bimbingan  dan Konseling, Pak Joni. Ia menjelaskan secara singkat bagaimana proses perundungan yang ia alami dan menunjukkan bukti legam di pipinya.

Untuk menindak lanjuti pelaporan Kefi, akhirnya Pak  Joni memanggil Amanda, Lisa dan Morgan untuk menyelesaikan masalah. Namun pengakuan yang dipaparkan Kefi, bisa dibantah oleh Amanda, Lisa dan Morgan.

Inilah tantangan yang harus dipecahkan oleh Pak Joni, selalu guru Bimbingan dan Konseling, juga Pak Beni, selaku kepala sekolah. Mereka harus menganalisis cerita dari empat muridnya untuk menemukan siapa sebenarnya murid  mereka yang telah berbohong. Dan kenapa harus sampai melakukan hal semacam itu? Karena dari cara mereka bercerita Pak Joni mencurigai bahwa bisa jadi di antara muridnya ada yang mengalami penyakit kejiwaan akut.

Wow! Menarik dan seru. Ide penulis sangat keren. Saya sudah cukup sering membaca novel remaja, tetapi jarang   penulis yang mengangkat tema  seperti ini. Biasanya kisah novel remaja lebih pada kisah percintaan—dari kesalahpahaman atau pertengkaran lalu berbuah jatuh cinta. Ups.  Namun tidak dengan novel ini, meski genre remaja, tetapi ceritanya benar-benar out of the box. Ada memang selipan kisah cintanya, tapi itu bukanlah point yang diutamakan dalam kisah ini.

Dipaparkan menggunakan alur maju mundur, semakin membuat cerita ini menarik dan penasaran. Meski kebenarannya memang cukup cepat ditemukan, tetapi masalah-masalah lain yang disiapkan penulis pun tidak kalah memukau. Membaca novel ini kita akan diberi banyak kejutan yang tidak terduga—siapa pelakunya dan juga latar belakang masalahnya.

Membaca cerita dan sudut pandang Kefi, Amanda, Lisa dan Morgan secara bergantian, akan membuat kita ikut menebak. Siapa sebenarnya si biang masalah. Mengingat biasanya seorang korban bulliying cenderung penakut dan mudah gugup. Akan tetapi masalahanya selama melihat dan mengamati gerak tubuh keempat murid tersebut, Pak Joni dan Pak Beni sungguh bingung. Karena keempatnya bercerita dengan sungguh-sungguh dan penuh kejujuran. Tidak ada tanda-tanda kebohongan.

Secara keseluruhan novel ini sangat menarik. Hanya saja  novel ini lebih terasa tell-nya, karena memang cukup banyak bagian narasi. Mengingat di sini kita seakan-akan menjadi pendengar dari cerita dari para tokoh.  Namun begitu hal itu tidak mengurangi keseruan dalam upaya memecahkan masalah yang ada.  Setiap membalik halaman kita akan bertanya-tanya  siapa yang salah dan apa latar belakang seseorang bisa memiliki penyakit kejiwaan?

“Penyebab  seseorang bisa mengidap mitomania akut ini yang pertama ... kegagalan dalam percintaan, pekerjaan, pertemanan, dan studi bisa menjadi pemicu seseorang berusaha menghindari dari masalah-masalah itu, sehingga dia menjadi pembohong patologis untuk  melarikan diri dari semua yang dialaminya itu. Bisa juga karena faktor kegagalan dalam hidupnya, terkhusus masalah keluarga, di mana semua orang berharap mempunyai keluarga yang harmonis. Terus ... kurang kasih sayang, rasa tidak puas, dan rendah diri juga bisa menjadi penyebab seseorang mengidap mitomania.” (hal 144).

Lepas dari semuanya, saya hanya merasa kurang sreg dengan masalah panggilan seorang ibu pada anaknya dengan panggilan “Dik?” bukankah harusnya, “Nak?”

“Dik, sedang apa?” tanyanya sambil menutup kembali pintu berwarna cokelat itu. (hal 162).

Dari segi salah tulis novel ini cukup bersih. Kayaknya saya hanya menemukan satu kesalahan soal penulisan yang harusnya ditulis kataè tapi ditulis kaya.

“Jadi, cerita fakta itu bercampur dengan khayalanannya,” kaya Pak Joni kembali menganalisis. è Kata  (Tapi itu nggak terlalu menganggu dengan jalannya cerita). (hal 40).

Bagi yang suka misteri psikologis, saya sarankan untuk membaca novel ini.  Apalagi dari novel ini kita akan menemukan banyak sekali pembalajaran hidup, motivasi dan inspirasi. Di sini kita belajar bahwa cara mendirik anak dan keluarga yang harmonis itu akan berpengaruh pada sikap dan kondisi jiwa anak. Lahir dalam keluarga broken home, memiliki orangtua yang sering melakukan kekerasan itu ternyata bisa memicu kondisi psikologi yang buruk bagi anak.

Oleh sebab itu, bagi orangtua sebelum memilih berpisah seyogyanya harus memikirkan bagaimana dampaknya kepada anak. Kalau pun jalan terbaik memang pisah, sebaiknya anak tetap diberi kasih sayang sebagaimana mestinya.  Karena rasa kurang kasih sayang pun berpengaruh pada jiwa anak. Sosok ayah dan ibu tetap selalu dibutuhkan anak—di mana pun dan kapan pun. Novel ini jleb banget soal masalah parenting. Setidaknya setelah membaca ini kita harus mulai belajar soal parenting juga.

Selain itu, melalui novel ini kita bisa belajar bahwa kita tidak boleh terlalu memanjakan anak dan menggunakan kekuasaan untuk menyelesaikan masalah. Di sini penulis menyindir soal masalah kedudukan orangtua yang sering membuat seseorang merasa sombong—contohnya dari sikap Amanda.

Kita pun diingatkan untuk menjadi orangtua yang bijaksana dengan tidak memaksakan kehendak—sebagaimana sikap Bu Amira, ibunya Kefi.  Orangtua harus bijak dan bertanggung jawab.  Lalu ada pula sentilan agar kita tJangan menjadi pembohong, berani mengakui kekalahan, jangan sombong dan banyak lagi.

Lebih dari itu, pengetahuan kita pun semakin bertambah karena kita jadi mengetahui soal mitomania.

“Mitomania akut ini adalah kebohongan patologis paling ekstrem. Karena penderitanya menganggabungkan fakta dan fantasi. Bisa jadi, dia menceritakan kebohongan mengenai sesuatu yang dikhayalkan atau diimpikannya. Dia menganggap kebohongannya itu adalah sebuah fakta, sehingga dia enggak bisa membedakan mana fiktif dan kenyataan.” (hal 133).

Srobyong, 17 Februari 2021


 

Resensi - Memaknai Hidup Lewat Pendakian

Dimuat di Kabar Madura, 30 Oktober 2019

Judul               : Altitude 3159 Miquelli

Penulis             : Azzura Dayana

Penerbit           : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, September 2019

Tebal               : 288 halaman

ISBN               : 978-602-495-252-5

Peresensi         : Ratnani Latifah. Penulis dan penikmat buku asal Jepara


Hidup itu seperti jalur pendakian. Kadang mulus, kadang juga penuh jalan terjal dan tantangan. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Jika ingin sukses dan berhasil meraih puncaknya, kita harus siap untuk terus bergerak  dan berjuang. Karena  ketika kita memilih stagnan, maka kita akan terus berada di jalur aman dan tidak akan berkembang, apalagi sekadar mencicipi keberhasilan.


(Biasa setelah membaca novel Mbak Azzura Dayana, tuh langsung pengen selancar mencari lokasi traveling yang dikunjungi. Salah satunya Gunung Prau. Pixcabay/ Mas Fajar) 

Bisa dibilang novel ini sedikit banyak tidak jauh berbeda dari dua novel sebelumnya—Altitude 3676; Tahta Mahameru atau  Altitude 3088; Rengganis—di mana keduanya sama-sama menawarkan tentang perjalanan pendakian. Namun jangan khwatir meski mengusung tema yang serupa, kisah yang dihadirkan penulis ini sangat berbeda.  Apalagi dengan bumbu kisah cinta yang tidak kalah seru dari pendakian itu sendiri. Novel terbaru karya penulis asal Palembang ini, sangat menarik untuk kita baca. Membaca novel ini selain kita bisa melihat dan menikmati asam manis perjuangan meraih cinta dan meraih puncak Gunung Dempo, lewat kisah ini, kita juga bisa menemukan makna kehidupan yang kadang sering kita lupakan.

(Kalau ini kawah putih di Gunung Patuha. Pixabay/Abietams) 

Fathan dan Hilda, sudah bersahabat sejak kecil. Sejak dulu mereka selalu berada di sekolah yang sama, dan tinggal di daerah yang sama. Namun perjalanan waktu, membuat kehidupan mereka berubah. Hilda yang dulunya bak putri jelita, kini berubah menjadi gadis gunung yang tangguh dan gemar bertualang. Tidak tanggung-tanggung Hilda bertualang mendaki satu gunung ke gunung yang lain.


(Kalau ini Gunung Dempo. Travelingyuk/ Wildan Carbon) 

Sebaliknya Fathan yang dulu dianggap dekil karena terlahir dari keluarga yang kurang mampu, kini tumbuh menjadi sosok yang elit yang sukses. Meski memiliki kegemaran yang sama dalam urusan traveling, tapi Fathan lebih mencintai keindahan bangunan-bangunan klasik nan megah di negara-negara yang dipenuhi bangunan tinggi dan gemerlap teknologi. Dalam kamusnya tidak ada enaknya pergi bersusah payah mendaki gunung. Namun janji lama yang pernah ia ucapkan pada Hilda serta kesadaran yang terlambat tentang perasaannya sendiri, menuntun Fathan untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini ia nikmati. Fathan  yang awam dan belum pernah sekalipun mendaki gunung, nekat ikut bergabung dengan tim Hilda, demi ingin mendapat perhatian gadis itu.


(Dan ini Danau Thebat Gheban. Tangkap Layar Pinterest/KSMTour) 

Bersama Lukman sang ketua, Hilda, Doni, Zen dan juga Rifhan, Fathan memulai babak baru dari perjalanan yang jauh dari kebiasannya. Ia harus siap dengan trek-trek  pendakian di Gunung Dempo, yang bisa dibilang sangat mendebarkan.


“Trek pendakian  termasuk cukup sulit, terjal, dipenuhi akar dan juga kadang bebatuan. Hanya ada satu bonus yaitu ketika mendekati puncak pertama. Untuk membantu memanjat trek, bisa berpegangan pada sisa batang pohon mati yang ada di kiri kanan.” (hal  96).


Secara keseluruhan novel ini sangat menarik dan seru.  Penulis berhasil menghadirkan ruh petualangan yang benar-benar nyata. Membaca buku ini kita seperti ikut terlibat langsung dalam perjalanan panjang dalam pendakian. Kita akan ikut merasakan ketegangan, ketakutan juga kebahagiaan setiap kali para tokoh berhasil menyelesaikan satu trek ke trek lainnya.


Dengan gaya bertutur yang lugas dan mudah dipahami, ia berhasil menyihir pembaca agar tidak berhenti sebelum menyelesaikan novel ini. Dan sebagaimana novel sebelumnya untuk urusan setting lokasi,  penulis yang juga memiliki kegemaran traveling, berhasil menghadirkan latar cerita yang benar-benar hidup. Dan dipadukan dengan alur campuran kita akan dibuat penasaran dengan bagaimana akhir kisah perjalanan Fathan. Apalagi dengan kehadiran bidadari lain yang berhasil mencuri perhatiannya.


Membaca kisah ini kita akan menemukan banyak sekali nilai-nilai kehidupan. Di antaranya kita diingatkan untuk selalu waspada dan tidak sombong di mana pun kiat berada.


“Tolong diingat untuk menjaga semangat, hindari sifat egois dan sombong, banyak berzikir, tidak mengeluh selama pendakian.” (hal 96-97).


Kemudian melalui pendakian ini, kita diajarkan tentang arti penting rasa syukur, setia kawan, saling tolong menolong, menghormati lingkungan dan banyak lagi. Pendakian adalah satu cara untuk memahami bahwa dalam hidup kita harus terus berjuang tak kenal lelah, jangan mudah menyerah apalagi kalah, karena jika tidak kita tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Beberapa kekurangan yang ada tidak mengurangi keseruan cerita.

Srobyong, 11 Oktober 2019


 

Resensi -Menyusuri Jejak yang Hilang dan Balada Anak Broken Home



Judul                : Mencari Jejak Caraka

Penulis             : I’ir Hikma

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, November 2020

Tebal               : 216 halaman

Harga              : 60.000

ISBN                 : 978-623-253-015-7

Peresensi         : Ratnani Latifah

“Ketika  kamu sakit, ingatlah satu hal. Kamu hanya sedang diberi kekuatan untuk bertahan. Kamu senang diberi keistimewaan untuk mendapatkan hikmah. Kamu hanya sedang sangat disayang oleh sang Pencipta.” (hak 7).

Meski tidak terpilih sebagai pemenang utama,  novel “Mencari Jejak Caraka” ini tidak kalah seru daripada ketiga novel lainnya. Karena itulah novel ini menjadi salah satu novel favorit dalam Kompetisi  Menulis Novel Remaja Indiva 2019.  Kisah yang disampaikan memang menarik, Sejak awal membaca, pembaca akan digiring untuk  menemukan jejak Caraka—lebih sering dipanggil Raka, yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak, juga mengungkap alasan atau misteri alasan Raka menghilang.

Memadukan tema anak broken home, misteri, persahabatan dan  traveling, novel ini sangat menarik untuk dibaca. Apalagi kisah ini dipaparkan dengan alur campuran maju mundur, yang akan membuat kita gregetan.

Di sekolah Raka terkenal sebagai anak yang antisosial. Ia tidak pernah mau bergaul dengan teman-temannya. Karena itu pula teman-teman sekelas—kelas Bahasa—pun tidak terlalu peduli dengan Raka. Bagaimana mau peduli, ketika setiap kali didekati Raka selalu menjaga jarak? Hingga suatu hari Raka tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Awalnya tentu saja teman-temannya tidak terlalu ambil pusing. Mereka pikir Raka hanya membolos sebagaimana kebiasaannya sejak dulu. Sampai kemudian, Hana, sang ketua kelas dipanggil wali kelas Bahasa—yang lebih sering disebut Sensei—untuk membuat tim untuk mencari jejak Raka—Tim Peka (Pencari Raka).   Di mana salah satu alasannya karena masalah ujian yang semakin dekat.

“Satu minggu lagi stimulasi ujian akan dilaksanakan. Jadwal kalian mulai  nanti akan terus padat. Belum bimbingan belajar tiap Senin dan Jumat. Saya tidak ingin mendengar ada yang tidak ikut ujian nanti.” (hal 58).

Pada awalnya Hana merasa bingung. Kenapa ia dan kawan-kawannya yang harus mencari Raka? Bukankah mudah bagi gurunya itu untuk menghubungi orang tua Raka? Namun Hana akhirnya mengikuti perintah gurunya, meski dengan berbagai pertanyaan yang menggumpal di kepalanya. Namun dari pencarian itulah, pada akhirnya Hana dan teman-temannya semakin mengenal Raka dari cara yang tidak biasa.

Dari jurnal yang tidak sengaja Hana temukan di rumah Raka, ia dan teman-temannya—Farel,  Alden, Hasna, Indira, Nata dan Sia—berusaha menelusuri jejak Raka yang tidak mudah. Karena teman yang dianggap sebagai arca itu cepat sekali pergi dari satu tempat ke tempat lain. Raka ternyata melakukan pendakian dari satu gunung ke gunung lain, menjejak ke pantai, juga mengunjungi tempat-tempat tidak terduga, seolah ia ingin menjelajahi Indonesia. Pertanyaannya kenapa Raka melakukan hal itu?

Jika dilihat dari temanya, sebenanya tema utamanya cukup umum—anak broken home yang berusaha mencari pelarian dari masalahnya. Namun dipadukan dengan traveling, misteri pencarian jejak juga masalah lainnya, kisah ini menjadi lebih menarik dan hidup.  Apalagi cerita ini dipaparkan dengan cukup apik dan lugas. Melihat bagaimana penulis menceritakan kisahnya,  saya jadi teringat dengan kebiasaan  S Gegge Mappangewa, yang selalu memberikan quote di setiap awal bab, dan  gaya Azzura Dayana dalam novel traveling-nya. 

(Ranu Kumbolo, Gunung Semeru. Unplash/Fajruddin Mudzakkir)

Meski perjalanan yang diceritakan memang sepotong-potong, hal itu tidak mengurangi rasa penasaran pembaca untuk ikut menikmati petualangan yang dilakukan Raka.  Karena tempat-tempat yang dikunjungi Raka dipaparkan dengan cukup detail dan menarik. salut dengan riset yang telah dilakukan penulis. Rasanya seru sekali menjadi Raka yang bisa bebas bepergian ke tempat-tempat yang ia suka. Ups.🤭 (Jujur baca novel ini membuat saya langsung googling untuk survei lokasi. Berikut saya bagikan beberapa hasil pencarian tempat yang dikunjungi Raka 😁) 

(Gunung Rinjani. Pixabay/arhnue)

(Gunung Rinjai. Pixabay/Alzarrin63)

Keunggulan lain dari novel ini adalah alur cerita yang tidak terduga. Penulis pandai menyembunyikan klue-klue sehingga pembaca akan terus menebak-nebak tentang apa sih sebenarnya masalah Raka? Kenapa ia jadi seperti itu? Kenapa Raka nampak menjaga jarak dan permasalahan lainnya. Salut buat penulisnya.  Gaya bahasa penyajian pun sangat mudah dipahami. Kisahnya nampak hidup—apalagi dengan diselingi kata-kata daerah, yang menunjukkan lokalitas daerah Jawa.

(Air Terjun Binangalom.Tripadvisor.com)

Hanya saja untuk bagian cerita di jurnal dan kisah Hana dan kawan-kawan dalam pencarian Raka, agak tumpang tindih, karena bagian jurnal ditulis dengan huruf yang sama. Andaikan jurnal dituliskan dalam huruf yang berbeda, mungkin akan lebih memudahkan untuk memisahkan masa kisah yang berasal dari Jurnal Raka, juga dan keseharian Hana dalam upaya pencarian.


(Danau Toba. Pixabay/Zx4354453)

Begitupula dengan masalah penanggalan, ada beberapa bagian yang tidak konsisten dalam memberikan tanggal, bulan dan tahun. Kadang hanya ada info tempat kejadian, tanpa tanggal atau tahun. Atau  kadang hanya info lokasi dan jam kejadian. Padahal jika ada keterangan  waktu—baik dari tanggal, bulan, tahun, lokasi dan jam, pasti lebih rapi. Kalau tidak diulang atau diperjelas, kadang suka bingung. (Hehheh). Mungkin saya saja sih yang merasakan ini. Karena nulis novel semacam ini tentu sulit. Kemudian saya juga agak kurang sreg dengan terlalu banyaknya tokoh, yang membuat cerita kadang tidak fokus.

(Danau Kelimutu. Liputan6.com/ Ola Keda)

Satu lagi ketika membaca novel ini saya menemukan  berapa kesalahan tulisan.

Hana menggeleng. “Biasanya Raka selalu seperti ini. Kalau sudah begini, artinya dia bolos sekolah.” Raka menjelaskan kebiasaan teman sekelasnya. è Bukankah seharunya Hana? Saat itu Sensei berbicara dengan Hana. (hal 56).

“Kamu sekamar sama kamu bertiga.” è Mungkin maksudnya kami. (hal 80).

15 Januari 2018, Tebing  Breksi, Jogjakarta 14.23. è Bukankah perjalanan study campus harusnya 2019?  (hal 99).

Namun lepas dari kekurangan yang ada, saya suka dengan banyak selipan-selipan membangun, memotivasi dan menginspirasi. Yah, banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini.

Misalnya tentang arti penting keluarga, seperti figur orang tua dalam merawat dan mendidik anak. Sebagaimana kisah Raka sendiri. Meski terlahir dari keluarga terpandang, namun ia tidak bahagia karena kesepian dan juga menjadi korban perceraian orang tuanya. Padahal seorang anak membutuhkan dekapan kasih sayang dan bimbingan selalu.

Karena masalah itulah Raka terluka. Apalagi sosok yang selama ini paling dekat dengan dirinya tiba-tiba menghilang. Raka memilih bertualang untuk menyembuhkan lukanya. Melalui kisah ini kita seolah diingatkan bahwa, cara menyembuhkan luka bukanlah dengan perjalanan saja, tetapi membiarkan diri rela—menerima dan berdamai dengan diri sendiri.

“Penyembuhan itu bukan perjalanan. Tapi pendewasaan berpikir. Lakukan petualangan untuk mendewasakan cara berpikir. Aku jamin kamu akan lebih bisa berdamai dengan masalah.” (hal 149).

Ada pula selipan religi yang mengingatkan kita bahwa selalu ada Allah di dekat kita, jika kita mau mendekat dan berserah.

“Jangan khawatir. Hidup tidak seberat yang kau lihat. Kau masih punya Allah dan aku. Ketika kamu sakit ada aku yang siap merawatmu untuk kembali sembuh. Tapi, Allah akan lebih menyabarkan hatimu.” (hal 154).

Ada pula sindiran halus agar kita selalu menjaga kebersihan di mana pun berada, termasuk di tempat-tempat wisata. Mencinta alam dan tidak merusaknya.

“Patai yang  seindah ini, sayang sekali jika harus dirusak dengan sampah. Miris tempat-tempat wisata yang indah harus rusak dengan kehadiran  sampah-sampah. Mungkin faktor banyaknya pengunjung yang datang dan tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap alam, sehingga siapa pun dengan seenaknya membuang sampah sembarangan.” (hal 23).

Ada pula tentang persahabatan. Ini terlihat bagaimana cara  gurunya mengarahkan anak didiknya untuk saling peduli kepada teman sekelas. Dan memang dari pencarian Raka ini, teman-temannya kemudian menyadari tentang pentingnya saling mengenal dan memahami.

Selain itu, dari novel ini kita diingatkan untuk memiliki sikap kompak, dan saling bekerjasama dalam kebaikan. Juga  tentang perlunya memiliki sikap peduli pada sesama, peduli pada kesulitan teman dan tidak segan untuk membantu. Ada pula ajakan untuk menjadi pribadi yang lebih terbuka. Jangan memendam kesedihan sendiri, karena bersama itu lebih baik dari pada sendiri. Kita tidak harus lari dari masalah, tetapi menghadapi dengan lebih lapang. Dan ujian itu tanda bahwa Allah masih sayang kepada kita.

 

“Katakan, jangan hanya kau pendam sendirian. Kau hanya manusia biasa. Kau tidak akan kuat. Ada bahu-bahu kami yang siap berbagi beban. Ada telinga-telingan kami yang akan selalu mendengarkan kesah. Kau tidak pernah sendirian, kawan.” (hal 25).

Srobyong, 16 Februari 21


 

Monday 15 February 2021

Resensi - Sebuah Misteri dan Ajakan untuk Tidak Takut Bermimpi


Judul                : Perempuan Misterius

Penulis             : Nicco Machi

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, Juli 2020

Tebal               : 240 halaman

ISBN                 : 978-623-253-004-1

Harga              : 60.000

Peresensi         : Ratnani Latifah

“Kita memang nggak boleh berburuk sangka pada orang lain, tapi waspada itu perlu. Apalagi terhadap orang yang hanya Iska kenal dari internet. Iska tidak boleh langsung percaya dan memenuhi segala permintaannya.” (hal 217).

Memadukan unsur olahraga, misteri, religi, persahabatan, masalah keluarga dan kesehatan, novel ini cukup menarik untuk kita baca. Banyak wawasan baru yang menarik dan bisa kita simak melalui novel ini. Tidak heran jika kemudian novel ini terpilih sebagai juara dua  dalam Kompetisi Menulis Novel Remaja Indiva 2019.

Tema utamanya sendiri menurut saya menarik dan unik—berbeda dari tema-tema yang sudah sering diangkat penulis novel remaja lain—yang lebih condong pada unsur cinta dan lain-lain. Dari novel-novel remaja yang pernah saya baca, jarang penulis yang memilih olahraga tenis sebagai bagian dari inti cerita. Karena permainan ini terkesan mewah, elit. Biasanya yang sering diangkat adalah badminton dan dan basket.

(Olahraga tenis; raket dan bola tenis.  Pixabay/Nike159

Kisahnya sendiri tentang Iska yang harus mencoba beradaptasi dengan lingkungan barunya. Kalau boleh jujur, Iska cukup terpukul ketika mengetahui bahwa tempat tugas baru papanya, tidak menarik dulu. Kota yang saat ini ditempatinya, kalah jauh dari kotanya terdahulu yang fasilitasnya lebih lengkap dan mudah dijangkau.  Di tempat barunya, tidak ada ojek daring, bahkan kontrakan dan sekolahnya tidak ada vasilitas ac—ia harus puas hanya menggunakan kipas angin.

Selain itu, di sekolahnya juga tidak ada ekstrakuliker tenis. Padahal itu adalah olahraga favoritnya.  Rasanya ia tidak bisa hidup jika tidak bermain tenis. Parahnya sejak kepindahannya, Iska belum berhasil menemukan lapangan tenis di kota tersebut. Semua permasalahan itu sekarang menjadi tantangan baru Iska.

Saat Iska tengah gencar mencari info tentang lokasi lapangan tenis, di sanalah sebuah misteri tidak terduga mulai mengusik pikirannya. Pertemuan dengan Tante Rina di lapangan tenis milik keluarga Chintami—lebih akrab dipanggi Mimi—mengarahkan Iska pada jalinan misteri yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Perempuan yang nampak begitu lihai dalam bermain tenis, entah kenapa tiba-tiba sering mengikuti Iska dan menatap Iska dengan sorot mata benuh dendam. Kejadian itu tentu aneh. Apalagi mereka baru bertemu. Anehnya ketika Iska menceritakan kejadian itu pada Mimi, teman barunya nampak tidak percaya.  Tentu saja hal itu semakin membuat Iska penasaran.

Lepas dari itu,  karena mencari lapangan  tenis Iska akhirnya memiliki teman baru, Mimi dan Ganesh. Bersama kedua teman barunya itu mereka menghabiskan waktu bersama.  Termasuk ketika mereka mengikuti seminar drh. Norman Jupiter, dokter hewan juga selebgram yang memiliki banyak followers tersebut, merupakan tokoh yang sangat Iska kagumi. Karena dokter itu yang menginspirasi Iska untuk menjadi dokter hewan.

Selain mister soal perempuan misterius kita juga akan dibuat penasaran dengan kasus lapangan tenis milik keluarga mimi—Ada seseorang yang bersikeras ingin membeli lapangan tenis peninggalan eyang Mimi. Meski sudah ditolak orang itu tetap ngotot dan bahkan berusaha melakukan kekerasan. Siapa seberapa orang di balik penyerangan itu?   Tidak hanya dua misteri tersebut, novel ini juga menghadirkan banyak  misteri-misteri yang patut untuk ditemukan jawabannya.

Secara keseluruhan novel ini cukup menghibur dan seru untuk dinikmati. Novel ini memiliki premis misteri yang cukup menarik dan berlapis-lapis, sehingga  membuat novel ini semakin menarik dan bikin penasaran. Penulis mampu menghadirkan dan mengolah masalah dengan baik. Sehingga misteri yang dihadirkan tidak bisa langsung terpecahkan kecuali jika kita mengikuti klue-klue yang dihadirkan penulis.

Keunggulan lain dari novel ini adalah riset yang sangat lengkap perilah olahraga tenis.  Kita akan menemukan banyak wawasan soal tenis ketika membaca kisah ini. Kemudian, yang saya suka lagi dari novel ini adalah selipan juga sindiran tentang  kekerasan pada hewan atau animal abuse.

“Apa penyebab seseorang  melakukan tindakan animal abuse? Banyak hal. Ketidakstabilan kondisi psikologis adalah penyebab  yang paling umum. Ada pula perasaan superior sebagai manusia, yang menganggap derajat dirinya lebih tinggi daripada hewan sehingga merasa bebas memperlakukan hewan semena-mena. Padahal hewan juga makhluk hidup ciptaan Tuhan yang patut kita kasihi dan sayangi. Saya yakin, semua agama mengajarkan untuk mengasihi hewan.”  (hal 139).

Kemudian  ada pula selipan-selipan religi yang cukup kental yang patut kita renungkan.  Khususnya tentang pilihan Iska yang berjilbab, juga bagaimana cara Ganesh menanggapi soal hubungan pacaran. 

“Banyak  hal yang lebih bermanfaat buat dikejar. Perjalanan hidup kita masih panjang. Kita masih harus menyelesaikan sekolah, terus kuliah. Kerja. Membahagiakan orang tua.  Aku mau fokus ke situ dulu. Pacarannya nanti saja setelah menikah.” (hal 115).

Hanya saja yang sangat disayangkan, untuk latar tempat penulisannya masih abu-abu. Karena penulis sepertinya tidak menjelaskan letak kota secara  jelas. Yang saya lihat penulis hanya menulis bahwa lokasi cerita berada di kota yang letaknya di Utara  Pulau Jawa (hal 63).  Padahal jika dijelaskan lebih detail tentu kisahnya akan menarik. Jadi ketika kita membaca kita langsung bisa membayangkan keadaan sekitar tanpa menerka-nerka di mana sih posisi kota tersebut.

Lalu ada bagian yang menurut saya sifat Iska agak berubah. Jika biasanya ia cenderung selalu waspada pada orang baru, tetapi di akhir cerita ia berubah menjadi agak ceroboh.

Kemudian yang kurang sreg bagi saya  dari novel ini adalah gaya berceritanya yang terlalu tell—khususnya pada bagian-bagian akhir. Padahal akan lebih menarik dan seru  jika gaya berceritanya lebih show pasti akan semakin menarik.  Saya sendiri dari pemenang satu, dua  dan tiga, sebenarnya lebih condong paling menikmati novel juara ketiga, karena ritme cerita sangat cepat. (Maaf ya Mbak Nicco. Mungkin kembali pada selera). Tapi saya juga menikmati novel ini, lho.  Dan saya  tetap meresapi sambil berusaha mengungkap misteri yang ada. Rasanya senang sekali ketika tebakan saya sejak awal benar.  (Yeah!)

Namun terlepas dari kekurangan yang ada, novel ini keren. Salut dengan penulis yang berhasil menyisihkan puluhan bahkan ratusan naskah  novel remaja yang sudah masuk ke meja redaksi Indiva. Dan saya yakin, proses kreatif penulisan ini tentu tidak main-main, sehingga akhirnya bisa menjadi juara dua—sebagaimana yang dipaparkan penulis dalam seminar literasi Indiva (Itu keren sekali menurut saya). cek viedonya di sini https://www.youtube.com/watch?v=CIlc0eeh8o8.  Bahkan di tahun ini Mbak Nicco juga menjadi juara lagi. Selamat Mbak.

(Sumber gambar. Indivamediakreasi.com) 

Dan yang tidak boleh terlewat, novel ini sarat akan motivasi dan inspirasi. Dari novel ini kita bisa belajar tentang pentingnya menjaga hewan dengan baik dengan tidak bersikap kasar dan suka menyiksa.  

Kemudian secara halus kita juga diingatkan tentang pentingnya menjaga harga diri wanita dengan menutup aurat.  Ada lagi di sini secara tidak langsung penulis menyuarakan bahwa siapa saja termasuk orang yang berhijab itu boleh bermimpi. Kita jangan pernah takut bermimpi. Sebagaimana probelamatika yang dirasakan Iska.  Padahal Nabi sendiri menganjurkan kita untuk melakukan olahraga.  Jadi berhijab atau tidak setiap orang tetap berhak memiliki mimpi dan meraihnya.

Bukankah sudah terbukti, beberapa atlit di Indonesia pun ada yang berhijab dan tetap memiliki prestasi keren. Misalnya atlit taekwondo putri Defia Rosmaniar, atau Aries Susanti Rahayu yang berhasil menjadi pemenang dalam speed climbing putri.

Dari novel ini pula kita diingatkan tentang bagaimana menjaga pergaulan yang baik—misalnya cara Ganesh dalam memandang masalah pacaran, selalu berprestasi, kejar mimpi setinggi mungkin, jangan menjadi sosok pendemdam, jangan menjadi sosok yang ceroboh, jadilah orang yang pemaaf.  Pokoknya banyak sekali pelajaran, motivasi dan inspirasi yang bisa kita petik dari novel ini.

Srobyong, 15 Februari 2021

(Alhamdulullah naskah review ini menjadi salah satu, naskah pemenang favorit 
Lomba Resensi Buku Indiva 2020/2021)


 

Resensi - Novel yang Mengajak Anak Menjadi Pemberani dan Saling Menolong

 



Judul                : Kereta Malam Menuju Harlok

Penulis             : Maya Lestari Gf

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, Januari 2021

Tebal               : 144 halaman

ISBN                 : 978-623-253-017-1

Harga              : 45.000

Peresensi         : Ratnani Latifah

“Kita sama-sama sengsara, karena itu  kita saling membantu. Jika kita hanya memikirkan diri sendiri, keadaan akan bertambah sulit.” (hal 97).

Mengambil tema yang antimainstream, unik, berbeda dan bahkan mungkin jarang diangkat oleh penulis lain, tidak heran jika  novel ini menjadi juara 2 dalam Kompetisi Menulis Novel Anak Indiva 2019. Belum lagi ceritanya memang seru, bikin penasaran juga syarat akan inspirasi dan  motivasi.  Sejak awal membaca kita akan langsung dibuat penasaran dan dibuat bertanya-tanya. Cerita anak macam apa yang ditawarkan Mbak Maya? Kenapa Mbak Maya mengangkat tokoh cerita  tentang anak cacat?

Jika kita memerhatikan cover buku kita pasti langsung menyadari bahwa novel ini berbeda. Jika kebanyakan penulis suka memakai tokoh utama yang sehat memiliki kelengkapan jasmani dan rohani, maka novel ini tidak. Tamir, tokoh cerita ini dikisahkan memiliki kekurangan yang pastinya akan membuat siapa pun orang yang melihat akan meremehkannya. Namun siapa yang menyangka di balik kekurangan yang dimiliki kita bisa belajar banyak hal dari tokoh Tamir.  

(Bayangan saya ketika Tamir tiba-tiba berada di kereta. Pixabay/ArtTower)


Novel ini menceritakan tentang petualangan aneh yang dialami Tamir. Anak yang tinggal di Panti Asuhan Kulila, tempat yang memang menampung anak-anak cacat ini, entah kenapa tiba-tiba berada di sebuah tempat aneh bernama Harlok. Bahkan yang lebih parah, di sana Tamir harus bekerja di sebagai penggali tambang batu seruni, bersama anak-anak lain yang sudah berada di sana lebih dahulu—mereka sering disebut anak tambang. Jika Tamir tidak mau bekerja dan hasil tambangnya tidak sesuai dengan target yang diberikan Vled, sang pemiliki tambang, maka ia akan dikurung di ceruk hukuman.

(Mungkin seperti ini ceruk hukuman yang akan ditempati Tamir, dkk. Pixabay/barnarbaspiper)

Padahal sebelum Tamir terdampar di Harlok, ia tengah menanti takbir lebaran yang akan segera menggema. Memberikan kebahagiaan bagi keluarga kecil di panti asuhan, meski di malam itu sang pengasuh panti memilih kabur.

(Tempat penambangan. Pixabay/griepsma)

“Ada sebuah cerita tentang kereta yang khusus menjemput anak-anak yatim piatu di seluruh dunia. Kereta itu datang tidak terduga, menembus kabut gelap, mengambil energi dari gemuruh guntur dan cahaya kilat. Langit yang luas adalah batas perjalanannya. Harapan yang diterbangkan angin adalah awal perjalanannya. “(hal 3).

Sebagai pendatang baru Tamir tentu kaget dengan tugas berat yang harus ia lakukan. Padahal dulu di panti ia hanya melakukan tugas-tugas biasa, seperti masak atau bersih-bersih. Yang membuat Tamir semakin tidak nyaman dengan Harlok adalah menu makanan di sana yang sungguh aneh dan tidak enak di lidah.

Tamir pun bertanya-tanya, kenapa semua anak tambang, juga Baz yang merupakan mandor mereka, tidak pernah berusaha kabur dari tempat aneh itu? Tamir baru tahu jawabannya ketika ia pelan-pelan menjalani rutinitas di tempat baru tersebut, meski dalam hati,  ia tetap memiliki harapan untuk kembali ke dunia asalnya.  Petualangan lengkap Tamir di Harlok, bisa langsung kita baca di novel ini.  Upaya apa yang dilakukan Tamir dan berhasilkan ia melakukan misinya.

Kisah ini sangat seru dan mendebarkan. Saya gemas banget dengan tokoh Vled yang sok berkuasa dan suka menipu. Kenapa ada orang jahat seperti itu? Memanfaatkan keadaan untuk kepentingannya sendiri. Gemas juga dengan tokoh-tokoh lain, khususnya Mo, salah satu anak tambang yang nampak cuek tetapi sebenarnya peduli pada Tamir dan tidak segan menolong.

Secara keseluruhan novel anak ini sangat menarik. Sejak awal membaca bab pertama kita akan dibuat penasaran bagaimana dengan akhir petualangan aneh Tamir. Rasanya kita tidak ingin  bisa berhenti membaca sebelum menemukan ending cerita.

Dari segi tema,  novel ini memang sudah menunjukkan keunikan tersendiri. Out of the box. Dari beberapa novel penulis yang sama baca—meski bukan novel anak—tema-temanya memang menarik. Seperti  Novel “17 Tahun itu Bikin Pusing” atau “Habibie: ya noue elain” atau “Cinta Segala Musim”—semuanya itu memiliki cerita-cerita menarik dan seru untuk dibaca. Pun dengan novel anak ini.  Karena penulis  bisa menceritakan permasalahan di masyarakat dengan cara pandang yang berbeda.  

Keunggulan lain dari novel ini adalah gaya bahasanya yang ringan dan lugas. Jadi anak tidak akan kesulitan ketika membaca novel ini.  Novel yang konon proses penyelesaiannya hanya satu minggu ini, memang sangat sayang untuk dilewatkan.  Apalagi dalam novel ini banyak bertabur pelajaran hidup, motivasi dan inspirasi.  Tidak ketinggalan, anak pun akan menambah banyak kosa kata baru. Misalnya kata ceruk, turbulensi, balincong dan banyak lagi.

Melalui novel ini kita akan diajarkan untuk hidup dengan jujur, bukan menipu sebagaimana tokoh Vled, yang rakus, demi kesenangannya ia tega berbuat jahat dengan memanfaatkan tenaga anak kecil dan mengancam orang lain.

“Vled menahan separuh anak tambang di gua. Kalau kita melapor, anak-anak tambang yang tinggal akan dilempar ke hutan kabut.” (hal 64).

Kita juga diajarkan untuk menjadi anak yang pemberani. Jangan pernah takut dalam melawan kejahatan. Kita harus yakin bahwa kita bisa melawan orang-orang curang agar mereka sadar dan kapok dengan perbuatannya. Hal itu bisa kita lihat dari tokoh Tamir bagaimana cara Tamir melawan Vled dari kesombongannya.

Tak hanya itu melalui kisah ini kita diingatkan tentang kebiasaan untuk saling tolong-menolong. Mungkin nampaknya anak tambang saling tidak peduli. Tapi di sana mereka menunjukkan sikap saling peduli, saling menolong juga kompak.  Kemudian tidak kalah penting, di sini kita akan dibuat sadar, meski  Tamir anak catat ia tetaplah seorang anak yang luar biasa. Ia berani, jujur,  tulus, suka menolong, setia kawan dan banyak lagi.  Kekurangan yang dimiliki tidak membuatnya menjadi anak manja. Ia tetap mau bekerja keras dan selalu rajin. Jadi kita tidak boleh memandang rendah orang lain hanya lewat fisik.

Sedikit kekurangan dari novel ini mungkin masih ditemukan sedikit salah ketik. Meski sejatinya kesalahan ini tidak terlalu menganggu.

“JelastidakadakesalahandalamberkasTamir.” (hal 38) tulisannya tidak berspasi.

“Tidak. Dia bekerja jadi pengasuh Sora, anak Baz.” (hal 46) è mungkin maksudnya anak Vled?

Terlepas dari semuanya,   kalau boleh jujur, novel ini cukup berbeda dari novel-novel anak  yang pernah diterbitkan Indiva. Jika mengingat kembali novel anak Indiva lebih pure pada kehidupan, misteri atau petualangan yang terselesaikan dengan baik berdasarkan fakta yang sudah terkonfimasi. Berbeda dengan novel ini yang masih membuat kita bertanya-tanya atau membuat kisah sendiri setelah membaca akhir novel. “Apa yang sebenarnya terjadi” Ending kisahnya sungguh tidak terduga.

Meski begitu, novel ini tetap saya rekomendasikan untuk dibaca.  Karena buku ini sarat makna dan menyimpan banyak sekali nilai-nilai karakter baik bagi anak.  Dari sikap rajin, peduli pada sesama, tulus, gigih, tidak mudah menyerah, saling tolong menolong, selalu bersyukur, berjiwa pemberani, cerdas dan banyak lagi.

Srobyong, 14 Februari 2021

 Alhamdulillah resensi ini menjadi salah satu pemenang lomba resensi favorit yang diadakan Penerbit Indiva Media Kreasi, 2021.