Friday, 20 October 2017

[Resensi] Tukang Sepatu Mengkritik Pebisnis karena Selalu Curang

Dimuat di Koran Jakarta, Selasa 10 Oktober 2017 


Judul               : Maut Lebih Kejam daripada Cinta
 Penulis            : Orhan Pamuk, dkk
Penyusun         : Anton Kurnia
Penerbit           : Basabasi
Cetakan           : Pertama, Agustus 2017
Tebal               : 280 halaman
ISBN               : 978-602-6651-04-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Buku ini merupakan kumpulan cerpen  karya para penulis peraih Nobel Sastra—sebuah  penghargan sastra paling prestesius di dunia yang diberikan kepada penulis.  Dan baru-baru ini telah diumumkan  bahwa pemenang Nobel Sastra 2017 adalah penulis Inggris berdarah Jepang—Kazuo Ishiguro.

Penghargaan ini menunjukkan kemampuan seorang penulis juga seberapa berpengaruhnya tulisaan yang dibuat di mata dunia. Mengingat sastra memang dibuat dengan tujuan esetika.  Namun selain  hadir sebagai hiburan, sastra  juga menjadi jembatan untuk mendiskripsikan berbagai peristiwa, masalah psikologis, hingga  dinamika penyelesaian masalah.

Dari cerita sastra kita bisa mengambil inspirasi atau merenungkan tentang suatu kejadian yang mungkin sering terjadi dalam kehidupan  sosial masyarakat pada waktu tertentu. Dan sastra kadang-kadang juga menjadi pisau tajam dalam mengkritisi masalah politik.  Dalam buku ini terdapat 25 cerita yang menarik dan memikat dengan berbagai tema—ada cinta kasih keluarga hingga kritik sosial budaya.  

Misalnya saja cerpen berjudul “Tukang Sepatu” karya  John Galsworthy. Dia mengkritisi para pebisnis, tentang persaiangan bisnis yang lebih sering memakai kecurangan untuk melariskan produk  yang dimiliki.  Dalam cerpen ini diceritakan, para tukang sepatu tidak memikirkan kenyamana pemakai sepatu, hanya memikirkan keuntungan yang nantinya akan diperoleh. Berbeda dengan Gessler bersaudara yang tetap memegang ideologi, untuk menjadi tukang sepatu yang bertanggung jawab. Gessler selalu berusaha membuat sepatu dengan kualiatas baik.   “Mereka mencari pelanggan  dengan iklan, bukan dengan karya.” (hal 67).

Adapula cerpen berjudul “Maut Lebih Kejam daripada Cinta” karya Gabriel Garcia Marquez. Dalam cerita ini, penulis menyindir seorang senator  yang mudah disuap ketika disuguhi wanita cantik.  Diceritakan Senator Onesimo Sanchez telah divonis akan segera meninggal. Namun karena malu mengakui kenyataan itu dia berusaha mati-matian merahasiakan batas hidupnya.  Dia tetap melakukan kampanye pemilu dan melayani masyarakat yang meminta bantuan kepada dirinya.

Hanya satu orang yang selalu dia tolak, ketika meminta bantuan. Namanya Nelson Farina. Dia meminta tolong pada Senator Onesimo untuk membuat KTP palsu agar tidak bisa lolos dari jangkaun hukum (hal 138). Namun dengan tegas Senator Onesimo menolak permintaan Nelson. Hingga di suati hari, Nelson mengenalkan putrinya—Laura Farina yang sangat rupawan, hingga membuat Senator Onesimo bertekuk lutut, dan tidak bisa lagi menolak keinginan Nelson.

Tidak kalah menarik adalah cerpen berjudul “Gelang Emas” karya  Naguib Mahfouz. Dalam cerita ini, penulis menunjukkan krisis moral yang kerap terjadi di dalam sosial masyarakat.  halal dan haram sudah tidak dipedulikan, bahkan kejujuran pun digadaikan. Diceritakan  Hussein akhirnya diterima menjadi juru tulis di sekolah menengah di Tanta. Kabar itu tentu saja sangat membuat Hussein sangat senang dan antusias. Dengan memperoleh pekerjaan dia bisa membantu keuangan keluarganya.

Tapi di sisi lain, Hussein menyadari untuk pergi ke Tanta dia memerlukan banyak biaya. Sedangkan dia saat itu tidak memiliki uang. Oleh karena itu, dia mencari saudaranya Hassan untuk meminta bantuan. Dan betapa terkejutnya Hussein ketika melihat keadaan Hassan, yang ternyata tidak jauh berbeda dengan dirinya.   Namun yang lebih mengejutkan adalah ketika Hassan tiba-tiba memberikan sebuah gelang emas milik orang lain kepada Hussein untuk dijual (hal 154). Di sinilah dilema Hussein. Dia bingung antara harus menerima gelang emas itu atau menolaknya.   Tapi Hussein akhirnya menerima gelang itu demi bertahan hidup.

Selain cerpen-cerpen tersebut, masih banyak lagi kisah lain yang tidak kalah menarik dan menggelitik. Seperti Idiot karya Camilo Jose Cela, Perempuan Tak Setia karya Albert Camus, Ketika Dara Jatuh Cinta karya Ernest Hemingway,  Namu Hitam karya Orhan Pamuk dan banyak lagi. Semua diceritakan dengan alur menarik dan memikat, membuat kita tidak bosan dalam membaca. Selain itu dalam buku ini juga dilengkapi sejarah perihal Hadiah Nobel Sastra, juga daftar para penulis yang pernah menerima penghargaan sejak tahun 1901- 2016. 

Srobyong, 6 Oktober 2017 

No comments:

Post a Comment