Dimuat di Analisa Medan, Jumat 6 Oktober 2017
Judul : The Prophet; Kisah Hikmah 25
Nabi Allah
Penulis : Dian Noviyanti
Penerbit : Gramedia
Cetekan : Pertama, Maret 2017
Tebal : 318 halaman
ISBN : 978-602-03-3889-7
Peresensi : Ratnani Latifah, Alumni Universitas
Islam Nahdlatu Ulama, Jepara
Membicarakan kisah para nabi,
rasanya tidak mungkin ada habisnya. Karena kisah-kisah tersebut memang sudah
mendarah daging bagi kita. Dalam Al-Quran pun kisah-kisah tentag para nabi dan
rasul, berkali-kali diterangkan untuk diambil ibrah. Dan berbagai
literatur pun tidak pernah ketinggalan untuk ikut bersumbangsih, menuliskan
kemabali menulis kisah-kisah para nabi dan rasul, agar kisah-kisah tersebut
tetap bisa kita nikmati, melalaui media yang lebih menarik.
Hanya saja kerap kali kita
melupakan, tentang makna di balik kisah tersebut. Apa yang hendak dikabarkan
oleh para nabi kepada umat, dan apa kaitannya dengan kehidupan kita? Tidak
ketinggalan bagaimana dari kisah tersebut yang berfungsi menguadkan fu’ad atau
hati, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran. Oleh karena itu penting bagi kita untuk
mengkaji ulang sejarah tersebut, agar kisah para nabi dan rasul itu tidak hanya
dianggap sebagai dongeng masa lalu atau hanya sekadar mengenang kejayaan para
nabi di masa lalu.
Menilik dari kerasahan itu, penulis
mencoba menuliskan kembali kisah 25 nabi dan rasul, namun dengan sajian yang
berbeda. Di mana kisah yang dipaparkan tidak hanya kisah biasanya yang sering
kita dengarakan atau kita baca, namun penulis menambahinya dengan aspek-aspek
lain yang akan membuat kita mengetahui makna di balik kisah tersebut.
Misalnya saja kisah Nabi Adam. Dia
diciptakan Allah dari tanah. Namun hal
itu tidak membuat Nabi Adam menjadi seorang hamba yang hina. Bahkan para
Malaikat dan Azazil—Setan yang aat masih di dalam surga, diminta Allah untuk menghormati
Nabi Adam. Karena nanti Dia-lah yang akan dipilih Allah sebagai khalifah di
bumi. Karena malaikat adalah makhluk
Allah yang sangat taat, mereka pun mematuhi perintah Allah. Namun berbeda
dengan Azazil. Dia yang merasa diciptakan dari api itu, merasa sombong dan tidak mau menghormati Nabi
Adam. Hal inilah yang kemudian membuat Azazil diusir oleh Allah dari surga,
sehingga dia menjadi dendam dan ingin membalasnya kepada keturuan Nabi
Adam (hal 9).
Jadi secara tidak langsung kisah
diciptakannya Nabi Adam ini, mengingatkan kita untuk tidak bersikap sombong.
Karena setiap hamba yang diciptakan oleh Allah tidak dinilai dari apa dia
diciptakan, namun Allah melihat dari ketakwaan yang dimiliki. Begitupula yang berlaku dalam kehidupan saat
ini. Kita tidak boleh sombong hanya karena perbedaan pangkat atau kekayaan. Selain itu kita juga diingatkan bahwa kita
tidak boleh memelihara dendam dan iri. Karena rasa iri dan dendam hanya akan
membuat kita menderita bahkan dilakan oleh Allah.
Masih tentang Nabi Adam. Bahwa
dibalik, kejadian yang berhubungan dengan buah khuldi, hingga akhirnya beliau
diusir dari surga, adalah bukti Allah Maha Pemurah. Dan sudah semestinya kita
sebagai seorang hamba harus tunduk, memohon ampun dan berserah pada-Nya (hal
25).
Ada pula kisah Nabi Idris. Dia disebut Idris yang merupakan asal dari
kata ‘darasa’ yang memiliki arti belajar karena kegemarannta membaca
shuhuf dari Adam dan Syits. Dia adalah orang pertama yang pandai tulis menulis
menggunakan pena, jahit-menjahit menggunakan jarum dan kain, ahli perbintangan
serta ilmu alam dan metamatika (hisab).
Selain memiliki ilmu yang
sempurna, keyaikan yang kokoh, Nabi Idris juga mengerjakan amal saleh yang banyak
(hal 39-10).
Nabi Idris selalu mengingatkan
kepada keluarganya agar memurnikan peribadatan kepada Allah, karena cinta dunia
dan cinta akhirat tidak akan berkumpul dalam satu hati, selamanya.Dari kisah
ini maka bisa kita simpulkan, bahwa sudah semestinya kita meneladani Nabi
Idris. Kita harus belajar dengan rajin agar menjadi orang pintar. Namun begitu,
kita juga tidak boleh menyepelekan masalah agama. Baik masalah agama dan dunia
harus seimbang agar kita tidak menjadi seorang yang lalai dari nikmat Allah.
Nabi Idris pernah berkata,
“Cintailah kebenaran dan berjalanlah di dalamnya. Dan, janganlah mendekatinya
dengan hati mendua, dan jangan menyekutukan diri dengan segaka sesuatu yag
datang dari hati yang mendua, akan tetapi berjalanlah (dengan kokoh) dalam
jalan kebenaran. Maka ia akan membimbingmu ke jalan yang diberkahi, dan
kebenaran akan selalu menjadi teman kita.” (hal 31).
Selain dua kisah tersebut tentu saja
masih banyak kisah lainnya yang mengandung nilai-nilai luhur yang patut kita
teladani. Sebuah buku yang patut kita
baca. Karena banyak pembelajaran baru yang bisa kita peroleh dan pastinya bisa
mencerahkan hati. Beberapa kekurangannya tidak mengurasi esensi dari buku.
Srobyong, 17 September 2017
Selamat sebelumnya tulisannya dimuat di media :D
ReplyDeleteMembaca kisah2 Nabi emang membuat kita bisa belajar mengenai sikap dan sifat yg menonjol dari para Nabi ya...
Terima kasih. Iya kisah para Nabi memang selalu menginspirasi
Delete