Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 29 September 2017
Judul : Lelah dengan Drama
Penulis : Aron Ashab
Penerbit : Pastel Books
Cetakan : Pertama, Januari 2017
Tebal : 136 halaman
ISBN : 978-602-0851-80-8
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatu Ulama, Jepara.
“Jangan pernah menggantungkan nasibmu
pada orang lain, gantungkanlah pada dirimu sendiri dan berdoalah kepada Tuhan.” (hal 31).
Dalam kehidupan ini, sudah pasti
akan banyak drama yang akan kita hadapi. Dimulai dari drama dengan diri
sendiri, drama dengaan keluarga, drama di sekolah, hingga drama dengan karir
yang kita rintis. Meski begitu, kita
tidak boleh protes, mengeluh, apalagi jika protes dan keluhan itu ditujukan
kepada Tuhan. Tapi seyogyanya kita
menganggap berbgai drama itu sebagai perjalanan hidup (hal 9).
Buku yang ditulis Aron Ashab ini,
dengan cara jenaka tapi mengena mengajaka kita untuk menghadapi berbagai drama dalam hidup dengan
bijak. Karena drama memang ada bukan
untuk dimusuhi, tapi dihadapi dan ditaklukkan agar hidup kita lebih berarti.
Biasanya drama dalam diri sendiri
yang sering kita hadapi adalah masalah kepercayaan diri. Kita kerap merasa
minder atau nervous dengan kemampuan diri sendiri. Kita kerap merasa tidak
memiliki bakat atau malah malu menunjukkan kelebihan karena takut ditertawakan
dan berbagai alasan lainnya. Padahal Untuk mengatasi masalah itu, maka kita harus
percaya pada diri sendiri. “Saat kita udah benar-benar percaya, itulah saat
di mana satu kaki kita udah sampai di impian kita. Satu kaki lainnya adalah
usaha dan kerja keras kita.” (hal 47).
Kalau dalam keluarga, biasanya ada
masa di mana kita, ingin dihargai. Di mana kita merasa sudah dewasa dan tidak
ingin apa yang kita lakuka dicampuri orangtua. Padahal jika kita maau berpikir
lebih dalam, orangtua hanya khawatir dan tidak ingin sampai kita salah jalan.
Oleh karena itu, biar tidak ada drama keluarga, maka komunikasi yang baik akan
menjadi solusinya. Dengan begitu tidak ada salah paham, apalagi sampa
bertengkar karena tidak satu pikiran.
Di sekolah, drama yang sering terjadi
adalah, tentang pergaulan—yaitu bagimana kita membawa diri. Apakah kita bergaul
dengan teman-teman yang membawa dampak positif—dalam artian, mengajak kita
rajin belajar dan melakukan hal-hal bermanfaat, atau malah mendapat teman yang
suka membuat onar, sehingga kita terbawa arus jalan yang salah. Selain itu ada
juga masalah pem-bully-an.
Dan jika kita pernah salah
jalan—dalam artian ikut menjadi anak bermasalah, maka cara mengatasinya adalah
dengan bertaubat, mau merubah diri sendiri menjadi pribadi yang lebih baik.
Kesalahan yang pernah kita lakukan, bisa kita jadikan pembelajaran untuk ke
depannya. Tidak ada kata terlambat dalam memperbaiki diri. Yang terpenting adalah kita percaya dengan
diri sendiri bahwa kita mampu berubah.
Selanjutnya adalah drama yang sering
terjadi dalam karir kita. Kita pasti
sudah paham, bahwa konsep hidup kalau apa yang kita rencanaka belum tentu
menjadi kenyataaan. Karena ada Tuhan yang menjadi penentu dari segala
perjuangan kita. Jika dalam meniti karir—atau meraih cita-cita, ternyata hal
itu sesuai harapan kita, maka seyogyanya kita tetap mensyukurinya. Mungkin itu
adalah jalan terbaik yang Tuhan berikan kepada kita. Kita harus tetap berusaha
yang terbaik dengan apa yang sudah kita capai. Bisa jadi apa yang tidak kita
inginkan, malah menjadi pembuka jalan dari harapan awal kita.
Membaca buku ini selain membuat kita
terhibur, penulis juga membuat kita terpekur, memikirkan ulang apa saja yang
telah kita lakukan selama ini, dalam menghadapi drama kehidupan kita. Sudahkan
kita melakukan hal benar atau belum.
Sebuah buku yang menarik. Beberapa kekurangannya tidak mengurangi esensi
dari buku ini.
Banyak pembelajaran yang bisa
diambil dari buku ini. “Kalau hati bersih dari iri dengki, rasa marah, dan
dendam hidup kita pasti jadi lebih ringan. Lebih luas tempat di hati kita untuk
hal-hal yang lebih positif. Kita harus coba forgive and forget biar hati kita
lebih lega.” (hal 133).
Sebagai penutup saya ingin
membagikan quote dari penulis yang membuat saya bersemangat. “Everything
is possible but not everything is believable make it believable with your mind
then it will possibly happen.” (hal
135).
Srobyong,
23 Juli 2017
No comments:
Post a Comment