Tuesday, 10 October 2017

[Resensi] Kumpulan Cerpen Realisme Magis yang Menarik

Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 6 Oktober 2017 


Judul               : Api Ibrahim
Penulis             : Mufa Rizal
Penerbit           : Media Nusa Creative
Cetakan           : Pertama, Mei 2017
Tebal               : viii +  102 halaman
ISBN               : 978-602-6397-3
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Sebagaimana yang kita ketahui, dalam dunia kesusastraan banyak sekali aliran  sastra yang mulai berkembang.  Dan secara umum beberapa aliran yang sudah ada itu seperti romantisme, realism, magis dan banyak lagi.  Namun pada perkembangannya muncul aliran seperti surealis dan aliran-aliran lainnya. Bahkan kemudian ada perpaduan beberapa aliran seperti penggabungan aliran realisme magis.

Menurut Abu Wafa—penulis buku Cara Menghitung Anak (Gading Pustaka, 2016)  aliran realisme magis menggambarkan realitas, peristiwa yang terjadi dalam sehari-hari, lalu seketika muncul unsur fantasi dan mimpi yang berdasarkan pada mitos dan dongeng.  Dan inilah aliran yang dipilih Mufa Rizal, penulis asal  Mojokerto yang cerpen-cerpennya banyak dimuat di Radar Mojokerto (Jawa Pos Group).

Setidaknya itulah gambaran utama dari kumpulan cerpen yang ditulis Mufa Rizal—yang mana  kebanyakan cerpen,   yang termaktub dalam buku ini sebelumnya memang sudah pernah ditayangkan di media—Radar Mojokerto.  Namun selain itu Mufa juga menghadirkan beberepa cerpen baru yang belum pernah dipublikasikan.  Dalam kumpulan cerita ini sendiri penulis menghadirkan 11 cerpen yang cukup menarik dan menggelitik.

Sebut saja cerpen berjudul “Bocah yang Menaiki Sepeda” dalam cerita ini dikisahkan ada seorang bocah yang selalu naik sepeda. Namun keberadaannya entah kenapa selalu dibenci oleh warga. Banyak yang mengira bocah ini gila. Hal inilah yang membuat bocah itu marah dan berusaha mengejar orang-orang yang mengejeknya.

Namun berbeda dengan kebanyakan orang,  Sita sama sekali tidak membenci bocah tersebut. Bahkan ketika bocah itu datang dan meminta sesuatu, Sita dengan ikhlas mau berbagi.  Sampai  kemudian tiga belas tahun berlalu. Saat itu Sita akan melahirkan, dia mendapat kenyataan bahwa dia harus membuat pilihan. Karena disinyalir hanya satu orang yang bisa selamat. Sita pun pasrah.

Lalu tanpa diduga, bocah itu tiba-tiba datang lagi. Dia ingin mengelus perut buncit Sita.  Meski ragu Sita pun memberi izin. Anehnya bocah itu bilang bahwa anak Sita sangat sangat kuat. Hal itu tentu saja tidak sesuai dengan perkataan dokter. Lalu siapa yang meski Sita percaya.  Apakah bocah yang tidak pernah menua yang sepedanya tak pernah berkata bertahun-tahun lamanya? (hal  31).  Jelas sekali dalam kisah ini penulis mengisahkan kehidupan biasa pasangan pasutri, namun selain itu penulis juga menyelipkan tentang unsur magis dari tokoh bocah, yang tidak jelas asal-usulnya.

Ada pula kisah “Terompet” Dikisahkan ada pasangan suami-istri, di mana sang istri ingin sekali menikmati tahun baru di alun-alun. Si istri ingin sekali bisa meniup terompet di tahun baru. Sebenarnya suaminya tidak terlalu setuju, namun akhirnya dia terbujuk oleh rayuan istrinya. hanya saja sesuatu yang lebih besar ternyata telah menunggu mereka (hal 34).

Tidak kalah menarik adalah cerpen berjudul “Api Ibrahim” sebuah kisah yang cukup menarik.  Di mana Mufa, membuat kisah Ibrahim versi kitab suci yang dipadu padankan dengan tokoh Ibrahim dalam cerita.   Di mana Ibrahim di sini digambarkan sebagai seorang penulis.  Hanya saja apa yang ditulis Ibrahim ini kurang disukai para petinggi karena dianggap pelecehan dan penghinaan. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Ibrahim menjadi buron. Padahal dia hanya ingin membongkar para oknum yang merugikan bangsa.

Selain cerpen-cerpen tersebut tentu saja masih banyak kisah lain yang dinikmati. Dipaparkan dengan bahasa sederhana membuat buku ini enak dibaca. Hanya saja saya merasa  rata-rata cerpen ini dipaparkan dengan tergesa-gesa. Saya merasa banyak kisah yang dibuat terkesan lompat-lompat, membuat cerpen tersebut membingungkan. Namun lepas dari kekurangannya, buku cukup menarik buat dibaca. Dari buku ini saya belajar bahwa kita tidak boleh menilai seseorang dari luar saja. Kita juga harus gemar berbagi dan tidak boleh mencela orang lain.

Srobyong, 30 September 2017 

No comments:

Post a Comment