Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 6 Oktober 2017
Judul : Api Ibrahim
Penulis : Mufa Rizal
Penerbit : Media Nusa Creative
Cetakan : Pertama, Mei 2017
Tebal : viii + 102 halaman
ISBN : 978-602-6397-3
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam
Nahdlatul Ulama, Jepara
Sebagaimana yang kita ketahui, dalam
dunia kesusastraan banyak sekali aliran
sastra yang mulai berkembang. Dan
secara umum beberapa aliran yang sudah ada itu seperti romantisme, realism,
magis dan banyak lagi. Namun pada perkembangannya
muncul aliran seperti surealis dan aliran-aliran lainnya. Bahkan kemudian ada
perpaduan beberapa aliran seperti penggabungan aliran realisme magis.
Menurut Abu Wafa—penulis buku Cara
Menghitung Anak (Gading Pustaka, 2016)
aliran realisme magis menggambarkan realitas, peristiwa yang terjadi
dalam sehari-hari, lalu seketika muncul unsur fantasi dan mimpi yang
berdasarkan pada mitos dan dongeng. Dan
inilah aliran yang dipilih Mufa Rizal, penulis asal Mojokerto yang cerpen-cerpennya banyak dimuat
di Radar Mojokerto (Jawa Pos Group).
Setidaknya itulah gambaran utama
dari kumpulan cerpen yang ditulis Mufa Rizal—yang mana kebanyakan cerpen, yang termaktub dalam buku ini sebelumnya
memang sudah pernah ditayangkan di media—Radar Mojokerto. Namun selain itu Mufa juga menghadirkan
beberepa cerpen baru yang belum pernah dipublikasikan. Dalam kumpulan cerita ini sendiri penulis
menghadirkan 11 cerpen yang cukup menarik dan menggelitik.
Sebut saja cerpen berjudul “Bocah
yang Menaiki Sepeda” dalam cerita ini dikisahkan ada seorang bocah yang selalu
naik sepeda. Namun keberadaannya entah kenapa selalu dibenci oleh warga. Banyak
yang mengira bocah ini gila. Hal inilah yang membuat bocah itu marah dan
berusaha mengejar orang-orang yang mengejeknya.
Namun berbeda dengan kebanyakan
orang, Sita sama sekali tidak membenci
bocah tersebut. Bahkan ketika bocah itu datang dan meminta sesuatu, Sita dengan
ikhlas mau berbagi. Sampai kemudian tiga belas tahun berlalu. Saat itu
Sita akan melahirkan, dia mendapat kenyataan bahwa dia harus membuat pilihan.
Karena disinyalir hanya satu orang yang bisa selamat. Sita pun pasrah.
Lalu tanpa diduga, bocah itu
tiba-tiba datang lagi. Dia ingin mengelus perut buncit Sita. Meski ragu Sita pun memberi izin. Anehnya
bocah itu bilang bahwa anak Sita sangat sangat kuat. Hal itu tentu saja tidak
sesuai dengan perkataan dokter. Lalu siapa yang meski Sita percaya. Apakah bocah yang tidak pernah menua yang
sepedanya tak pernah berkata bertahun-tahun lamanya? (hal 31).
Jelas sekali dalam kisah ini penulis mengisahkan kehidupan biasa
pasangan pasutri, namun selain itu penulis juga menyelipkan tentang unsur magis
dari tokoh bocah, yang tidak jelas asal-usulnya.
Ada pula kisah “Terompet” Dikisahkan
ada pasangan suami-istri, di mana sang istri ingin sekali menikmati tahun baru
di alun-alun. Si istri ingin sekali bisa meniup terompet di tahun baru.
Sebenarnya suaminya tidak terlalu setuju, namun akhirnya dia terbujuk oleh
rayuan istrinya. hanya saja sesuatu yang lebih besar ternyata telah menunggu
mereka (hal 34).
Tidak kalah menarik adalah cerpen
berjudul “Api Ibrahim” sebuah kisah yang cukup menarik. Di mana Mufa, membuat kisah Ibrahim versi
kitab suci yang dipadu padankan dengan tokoh Ibrahim dalam cerita. Di mana Ibrahim di sini digambarkan sebagai
seorang penulis. Hanya saja apa yang
ditulis Ibrahim ini kurang disukai para petinggi karena dianggap pelecehan dan
penghinaan. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Ibrahim menjadi buron.
Padahal dia hanya ingin membongkar para oknum yang merugikan bangsa.
Selain cerpen-cerpen tersebut tentu
saja masih banyak kisah lain yang dinikmati. Dipaparkan dengan bahasa sederhana
membuat buku ini enak dibaca. Hanya saja saya merasa rata-rata cerpen ini dipaparkan dengan
tergesa-gesa. Saya merasa banyak kisah yang dibuat terkesan lompat-lompat,
membuat cerpen tersebut membingungkan. Namun lepas dari kekurangannya, buku
cukup menarik buat dibaca. Dari buku ini saya belajar bahwa kita tidak boleh
menilai seseorang dari luar saja. Kita juga harus gemar berbagi dan tidak boleh
mencela orang lain.
Srobyong, 30 September 2017
No comments:
Post a Comment