Saturday 28 October 2017

[Resensi] Menikmati Kisah Peraih Nobel Sastra

Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Senin 23 Oktober 2017 


Judul               : Maut Lebih Kejam daripada Cinta
Penulis             : Orhan Pamuk, dkk
Penyusun         : Anton Kurnia
Penerbit           : Basabasi
Cetakan           : Pertama, Agustus 2017
Tebal               : 280 halaman
ISBN               : 978-602-6651-04-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Karya sastra sendiri merupakan sebuah ciptaan yang dibuat dengan tujuan estetika. Di mana biasanya karya-karya yang diciptakan berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat  dengan tema beragam dan satun waktu yang bergama pula.  Dan Hadiah Nobel Sastra adalah salah satu puncak tertinggi seorang sastrawan melalui karyanya di pentas sastra dunia. Di mana penghargaan itu secara tidak langsung akan menunjukkan tentang kepiawaian penulis juga akan mengangkat nama penulis itu sendiri.

Dalam hal ini, para peraih nobel sastra adalah penulis-penulis luar yang memang sudah tidak diragukan lagi kemampuan mereka dalam mengolak sebuah cerita. Seperti Orhan Pamuk,  Camilo Jose Cela, Albert Camus,  Toni Morrison dan banyak lagi.   Hanya saja tidak semua penulis sastra masih hidup dan terus mengenalkan karya-karyanya.

Oleh karena itu, buku ini hadir untuk mengenalkan  karya-karya sastra menarik dari peraih nobel sastra. Buku ini sendiri terdiri dari 25 kisah yang menarik dan menggelitik.  Di mana tema yang diangkat pun sangat luas. Dari cinta kasih keluarga hingga kritik sosial budaya.

Misalnya saja sebuah cerpen berjudul “Hantu Kekasih” karya Rudyard Kippling—penulis yang mendapat Nobel Sastra di tahun 1970. Dalam kisah ini penulis menyinggung tema cinta yang menarik dan menggemaskan. Ada Pansay  yang  kerap bergonta-ganti pasangan. Dia bahkan tidak segan-segan memutuskan pasangannya jika sudah bosa berhubungan. Namun suatu hari akhirnya dia memutuskan bertunangan dengan Kitty. Keputusannya itu tentu saja membuang salah satu mantan pacar Pansay marah, mengingat Nyonya Wessington masih sangat mencintai Pansay dan tidak mau diputus. Berkali-kali dia mengiba untuk berbaikan. Namun berkali-kali pula Pansay menolak.  Lalu di suatu hari yang tidak terduga tiba-tiba, entah kenapa Pansay menjadi laki-laki aneh hanya karena melihat angkong berwana kuning dan Nyonya Wessington (hal 15).

Selain itu ada pula “Tukang Sepatu” karya John Glasworthy—pemenang nobel sastra tahun 1932.  Cerpen ini penulis mengisahkan tentang tokoh yang selalu memegang teguh ideoliginya ketika berbisnis. Dia tidak mau berbuat curang dan selalu membuat sepatu dengan kualitas terbaik dan penuh kehati-hatian (hal 61).

Selain itu tentu saja masih ada  cerpen-cerpen yang tidak kalah menarik dan menggelitik. Seperti Maut Lebih Kejam daripada Cinta karya Gabriel Garcia Marquez, Gelang Emas karya Naguib Mahfouz, Idiot karya Camilo Jose Cela dan banyak lagi. Sebuah kumpulan cerpen yang menarik. Di sini kita bisa belajar untuk selalau jujur, mau bersedekah serta tidak sombong dan egos. Selain itu kita bisa menambah pengetahuan tentang sejarah penghargaan nobel sastra.

Srobyong, 5 Oktober 2017 

5 comments: