Dimuat di Radar Sampit, Minggu 11 November 2018
Judul :
Love for Sale
Penulis :
Endik Koeswoyo
Penerbit :
Noura Books
Cetakan :
Pertama, Maret 2018
Tebal :
266 halaman
ISBN :
978-602-385-454-7
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Bahagia itu
bukan sekadar murah dan mewah, tapi bagaimana satu sama lain saling mengusir
resah.” (hal 254).
Masa lalu memang tidak mudah untuk dilupakan.
Apalagi jika dalam urusan cinta. Namun begitu, kita tidak mungkin selamanya hidup dalam lingkaran masa
lalu. Kita perlu move on
untuk melanjutkan hidup. Hidup itu terus berjalan. Masa lalu boleh
kita ingat dan tengok. Karena masa lalu bisa kita jadikan pembelajaran. Namun
jangan sampai karena masa lalu, kita menyakiti diri sendiri.
Novel ini bercerita tentang Richard yang belum bisa move
on dari kisah di masa lalunya—tepatnya dari cinta pertamanya. Meski dia telah disakiti, nyatanya Richard
masih memendam cinta kepada Maya, mantan kekasinya. Hal itulah yang membuat Richard yang sudah
hampir memasuki kepala empat tetap memilih menjadi jomlo.
Dia tidak peduli dengan omongan orang dan merasa
nyaman dengan segala aktivitasnya. Dari mengelola akun @konsultasicinta di
twitter serta mengawasi kinerja pekerja di kantor percetakannya. Selain itu dia
juga sesekali mengahabiskan nobar bersama teman-temannya sesama pecinta sepak
bola. Akan tetapi lambat laun, Richard
mengalami kegelisahan juga. Apalagi setelah dia mendengar sindiran-sindiran
halus dari teman-temannya soal ke-jomlo-annya.
Sebagai penasihat cinta kenapa Richard
tidak pernah terlihat membawa pasangannya? (hal 46)
Di sinilah
ego Richard mulai panas. Puncaknya ketika Richard melakukan taruhan dengan
teman-temannya. Dia tidak mau dianggap sebagai seseorang yang hanya pandai
berbicara tanpa adanya bukti. Namun di sinilah kebingungan Richard kembali
menyergap. Bagaimana dia bisa membawa pacar kalau pada kenyataannya dia tidak
memiliki pacar?
Richard pun mulai mencari kontak-kontak nama wanita
kenelakannya. Namun ternyata hampir semua yang dia hubungi sudah menikah bahkan
punya momongan. Lalu terakhir dia bertemu temannya, Keke yang terang-terangan
ingin segera dinikahi.Tentu saja Richard memilih pergi karena Keke hanya
memilihnya bukan karena cinta. Namun karena dikejar usia.
Dalam kebingungannya itu, tanda sengaja Richard
melihat sesuatu yang menarik. Dia pun
memutuskan membuka situs LoveInc yang ternyata menyediakan persewaan pasangan.
Pilihan inilah yang akhirnya mempertemukan Richard dan Arini. Tapi siapa sangka
pertemuan yang bermula dari transaksi jual jasa ini berakhir dengan kedekatan
yang tidak terencana. Richard pun merasa
bingung bagaimana harus menyikapi
perasaannya. Apakah dia perlu jujur dengan Arini atau menyimpan
perasaannya. Di sisi lain Richard pun
takut bagaimana jika Arini malah memilih pergi setelah tahu perasaan Richard?
“Kisah cinta bukan sejarah, tapi sebuah kepingan
kisah nyata yang terjadi antara manusia. Kali ini kamu punya kesempatan untuk
melupakan masa lalu kamu itu, kenapa kamu tidak mengambil kesempatan yang ada.”
( hal 201).
Novel yang merupakan adaptasi dari film dengan judul
yang sama “Love for Sale” ini cukup menarik untuk dibaca. Dengan gaya bahasa
sederhana dan kocak, novel ini cukup menghibur. kita akan dibuat tersenyum dan
gregetan dengan sikap Richard yang maju mundur dalam urusan cinta. Keunikan
lain dari novel ini adalah penulis tidak mencipatakan karakter tokoh utama
cowok yang sempurna, dengan segala ketampanan, kepintaran dan kemapanan.
Sebaliknya di sini penulis menghadirkan sosok yang pria sudah dewasa yang belum juga menemukan
cinta, dengan beberapa kekurangan baik masalah sifik atau sikap.
Namun inilah yang lebih terasa manusiawi. Hanya saja
dalam novel ini masih ada beberapa kesalahan tulis dalam menyebut nama, serta
bagian yang belum diekseskusi secara maksimal. Membaca kisah ini selain kita
dihibur dengan ceritanya yang seru, kita juga bisa membaca gombalan-gombana
cinta yang lucu dan menarik. Tidak ketinggalan penulis juga menyisisipinya
pesan-pesan hidup yang bisa dijadikan renungan.
Misalnya soal tepat waktu, “Bahwa manusia berada
dalam keadaan ‘merugi’ karena mereka lalai pada waktu. Pelajaran pertama dari
shalat lima waktu adalah tepat waktu.” (hal 90).
Ada pula tentang pentingnya sedekah, “Sedekah itu
tonggak perjuangan hidup. Sedekah enggak usah pilih-pilih, siapa saja yang ada
di dekat kita, itulah orang yang tepat untuk kita sedekahi.” (hal 94).
Srobyong, 15 Juli 2018
No comments:
Post a Comment