Dimuat di Analisa Medan, Jumat 9 November 2018
Judul : Mereguk Kearifan Para Kiai
Penulis : Jamal Ma’mur Asmani
Penerbit : Quanta
Cetakan : Pertama, 2018
Tebal : 234 halaman
ISBN : 978-602-04-5620-1
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Ulama adalah panutan dan orang-orang yang bertakwa adalah
majikan, duduk bersama mereka bisa menambah.” (hal 5).
Godaan-godaan destruktif manusia disebabkan banyak
hal. Dalam bahasa agama, ada makhluk yang bertugas menggoda manusia supaya
tergelincir ke lubang kehancuran. Makhluk tersebut disebut setan. Selain setan,
sesuatu yang justru paling besar pengaruhnya dalam mencelakakan manusia adalah
lingkungan yang merusak. Lingkungan tersebut terdiri atas teman pergaulan dan
budaya masyarakat yang membawa seseorang ke jurang neraka.
Oleh sebab itu, dalam Islam seseorang dianjurkan
untuk memilih tempat dan lingkungan yang membawa kepada persemaian
ajaran-ajaran Islam yang suci dan agung (hal 2-3). Di antaranya kita bisa
memulainya dengan berkumpul dan berteman dengan orang-orang yang teguh dalam
iman serta berakhlakul karimah, dan sosok yang berada dalam naungan rida Allah,
yaitu ulama atau sering disebut juga kiai.
Dengan mendekatkan diri kepada alim ulama,
diharapkan kita bisa mengambil keteladanan, baik dari segi sikap juga
amalan-alaman yang telah dilakukan. Karena ulama merupakan sosok yang akan
selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah agar mendapat rida-Nya. Ulama
selalu bersikap sabar, santun dan rendah hati terhadap siapa saja. para ulama
juga sangat memedulikan tentang masalah pendidikan, serta kesejahteraan kaum.
Lewat buku ini, penulis mencoba mengenalkan kepada
pembaca tentang kearifan para ulama yang patut untuk kita teladani. Sehingga
kita bisa mengambil ibrah—keteladana serta bermuhasabah diri.
Adalah Kiai Hasyim Asya’ari yang kerap disebut
sebagai Mahaguru Kiai Nusantara, karena kiprah kepahlawanannya. Beliau
merupakan sosok ulama dan negarawan yang seluruh hidupnya dicurahkan untuk
membesarkan umat dan memperjuangan nasib bangsa (hal 33). Kiai Hasyim
Asy’ari tidak ingin pemimpin dan warga
NU berpikiran sempti dan fanatik. Beliau mengajarkan sikap toleran, moderat
yang sangat dibutuhkan bangsa di tengah pluralitas dan heterogenitas bangsa
yang terdiri atas banyak agama, rasa, suku, etnos dan antar golongan (hal 38).
Ada pula Kiai Abdullah Zein Salam. Beliau merupakan
wali yang sangat istikamah. Misalnya saat beliau sakit, beliau tetap
menjalankan salat tahajud. Dan ketika
ada yang mengingatkan untuk berisitirahat, beliau menjawab, “Seng Pasti Ojo
Kalah Karo Seng Ora Pasti.” Yang artinya yang pasti adalah mendekatkan diri
kepada Allah, sedangkan yang tidak pasti adalah kesembuhan, sehingga yang pasti
tidak boleh dikalahkan yang tidak pasti (hal 43).
Selain selalu bersikap istikamah, beliau juga selalu
menghindari tamak, selalu ikhlas mengharap rida Allah dalam segala lakunya.
Beliau juga bersikap zuhud dan wara,
dermawan, rendah hati, hidup dalam kesederhanaan, dan tegas dalam mendidik
guru dan anak dididiknya di pesantren. Kemudian tidak ketinggalan, beliau merupakan pemimpin sangat cepat tanggap dalam
melihat potensi kader-kader muda dan membantu kader mudah untuk berkembang
dengan pesat (hal 44-45).
Kemudian, kita juga bisa mengambil keteladanan dan
kearifan dari Kiai Ali Maksum, beliau merupakan sosk kiai yang lihai mengader
generasi penerus. Pemikiran beliau di antaranya adalah ajakan untuk selalu
membangun ukhuwah atau persaudaraan sesama muslim juga sesama manusia. kita
juga diajak untuk kesadaran bernegara. Beliau menjelaskan ada beberapa hal yang
bisa menjadi dasar tegaknya kemaslahatan dunia. Yaitu: agama menjadi pemodan,
penguasa yang berwibawa, keadilan yang merata, keamanan semesta, kemakmuran
sandang pangan dan harapn masa depan dan cita-cita yang tinggi (hal 135).
Selain beberapa ulama tersebut, maskh banyak lagi
ulama atau kiai yang bisa kita teladani. Di antaranya ada Kiai Yafie yang
dikenal sebagai sosok akademisi dan organisator ulung, lalu ada Kiai Mustafa
Bisri, yang dikenal sebagai ulama santun dan dekat dengan umat, Kiai Said Aqil
Siradj, yang dikenal sebagai ulama – orator ulung dan masih banyak lagi.
Buku membuka cakrawala bagi kita dalam bersikap di
masyarakat. Kita harus mulai mengendalikan diri dan selektif dalam memilih
teman dan mencari lingkungan. Mari
selalu mendekatkan diri kepada ulama, selain untuk belajar juga untuk mengambil
ibrah dan keteladanan. Sebuah buku yang patut kita baca sebagai pencerah dan
pengingat diri.
Srobyong, 2 November 2018
bagus resensinya, keren bukunya.
ReplyDeletemantap
Terima kasih.
Deletemantap ..kerenn....ajibbbb
ReplyDeletegod job kakak
Alhamdulillah. Terima kasih 🙏😊
Delete