Thursday, 29 November 2018

[Resensi] Mereguk Hikmah dan Kearifan dari Para Kiai

Dimuat di Analisa Medan, Jumat 9 November 2018


Judul               : Mereguk Kearifan Para Kiai
Penulis             : Jamal Ma’mur Asmani
Penerbit           : Quanta
Cetakan           : Pertama, 2018
Tebal               : 234 halaman
ISBN               : 978-602-04-5620-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Ulama adalah  panutan dan orang-orang yang bertakwa adalah majikan, duduk bersama mereka bisa menambah.” (hal 5).

Godaan-godaan destruktif manusia disebabkan banyak hal. Dalam bahasa agama, ada makhluk yang bertugas menggoda manusia supaya tergelincir ke lubang kehancuran. Makhluk tersebut disebut setan. Selain setan, sesuatu yang justru paling besar pengaruhnya dalam mencelakakan manusia adalah lingkungan yang merusak. Lingkungan tersebut terdiri atas teman pergaulan dan budaya masyarakat yang membawa seseorang ke jurang neraka.

Oleh sebab itu, dalam Islam seseorang dianjurkan untuk memilih tempat dan lingkungan yang membawa kepada persemaian ajaran-ajaran Islam yang suci dan agung (hal 2-3). Di antaranya kita bisa memulainya dengan berkumpul dan berteman dengan orang-orang yang teguh dalam iman serta berakhlakul karimah, dan sosok yang berada dalam naungan rida Allah, yaitu ulama atau sering disebut juga kiai.

Dengan mendekatkan diri kepada alim ulama, diharapkan kita bisa mengambil keteladanan, baik dari segi sikap juga amalan-alaman yang telah dilakukan. Karena ulama merupakan sosok yang akan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah agar mendapat rida-Nya. Ulama selalu bersikap sabar, santun dan rendah hati terhadap siapa saja. para ulama juga sangat memedulikan tentang masalah pendidikan, serta kesejahteraan kaum.

Lewat buku ini, penulis mencoba mengenalkan kepada pembaca tentang kearifan para ulama yang patut untuk kita teladani. Sehingga kita bisa mengambil ibrah—keteladana serta bermuhasabah diri.
Adalah Kiai Hasyim Asya’ari yang kerap disebut sebagai Mahaguru Kiai Nusantara, karena kiprah kepahlawanannya. Beliau merupakan sosok ulama dan negarawan yang seluruh hidupnya dicurahkan untuk membesarkan umat dan memperjuangan nasib bangsa (hal 33). Kiai Hasyim Asy’ari  tidak ingin pemimpin dan warga NU berpikiran sempti dan fanatik. Beliau mengajarkan sikap toleran, moderat yang sangat dibutuhkan bangsa di tengah pluralitas dan heterogenitas bangsa yang terdiri atas banyak agama, rasa, suku, etnos dan antar golongan (hal 38).

Ada pula Kiai Abdullah Zein Salam. Beliau merupakan wali yang sangat istikamah. Misalnya saat beliau sakit, beliau tetap menjalankan salat tahajud.  Dan ketika ada yang mengingatkan untuk berisitirahat, beliau menjawab, “Seng Pasti Ojo Kalah Karo Seng Ora Pasti.” Yang artinya yang pasti adalah mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan yang tidak pasti adalah kesembuhan, sehingga yang pasti tidak boleh dikalahkan yang tidak pasti (hal 43).

Selain selalu bersikap istikamah, beliau juga selalu menghindari tamak, selalu ikhlas mengharap rida Allah dalam segala lakunya. Beliau juga bersikap zuhud dan wara,  dermawan, rendah hati, hidup dalam kesederhanaan, dan tegas dalam mendidik guru dan anak dididiknya di pesantren. Kemudian tidak ketinggalan, beliau  merupakan pemimpin sangat cepat tanggap dalam melihat potensi kader-kader muda dan membantu kader mudah untuk berkembang dengan pesat (hal 44-45).

Kemudian, kita juga bisa mengambil keteladanan dan kearifan dari Kiai Ali Maksum, beliau merupakan sosk kiai yang lihai mengader generasi penerus. Pemikiran beliau di antaranya adalah ajakan untuk selalu membangun ukhuwah atau persaudaraan sesama muslim juga sesama manusia. kita juga diajak untuk kesadaran bernegara. Beliau menjelaskan ada beberapa hal yang bisa menjadi dasar tegaknya kemaslahatan dunia. Yaitu: agama menjadi pemodan, penguasa yang berwibawa, keadilan yang merata, keamanan semesta, kemakmuran sandang pangan dan harapn masa depan dan cita-cita yang tinggi (hal 135).

Selain beberapa ulama tersebut, maskh banyak lagi ulama atau kiai yang bisa kita teladani. Di antaranya ada Kiai Yafie yang dikenal sebagai sosok akademisi dan organisator ulung, lalu ada Kiai Mustafa Bisri, yang dikenal sebagai ulama santun dan dekat dengan umat, Kiai Said Aqil Siradj, yang dikenal sebagai ulama – orator ulung dan masih banyak lagi.

Buku membuka cakrawala bagi kita dalam bersikap di masyarakat. Kita harus mulai mengendalikan diri dan selektif dalam memilih teman dan mencari lingkungan.  Mari selalu mendekatkan diri kepada ulama, selain untuk belajar juga untuk mengambil ibrah dan keteladanan. Sebuah buku yang patut kita baca sebagai pencerah dan pengingat diri.

Srobyong, 2 November 2018

4 comments: