Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 28 Oktober 2018
Judul :
Chiken Soup for the Soul : Rumahku Istanaku
Penulis :
Jack Confield, Mark Victor Hansen, Amy Newmark
Penerjemah :
Lina Jusuf
Penerbit :
Gramedia
Cetakan :
Pertama, 2018
Tebal :
436 halaman
ISBN :
978-602-03-8766-6
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Manusia paling bahagia, raja ataupun petani, adalah
yang menemukan kedamaian di dalam rumahnya.” (hal 98).
Adakah tempat yang paling
menyenangkan dan nyaman selain rumah? Rasanya tidak ada. Karena “rumahku adalah
surgaku” itulah tagline yang sering kita dengar. Sejelek apa pun rumah kita,
atau bagaimana bentuknya, kita akan selalu merindukan suasananya. Ketika kita pergi sejenak rasanya kita sudah
merindukan suasana di rumah. Karena di sanalah segala memori suka duka
terbangun di sana. Dan di sanalah, ketanangan bisa kita dapatkan. Rumah adalah tempat pulang, rumah adalah
tempat mencari ketenangan dan rumah adalah muara kasih sayang yang tidak pernah
habis.
Mengusung tema keluarga—khususnya tentang masalah
rumah—buku ini cukup menarik untuk kita baca dan nikmati. Melalui cerita yang
dipaparkan oleh para kontributor, kita akan dikenalkan dengan berbagai kejadian
yang menarik, menginspirasi dan memotivasi. Kita jadi semakin paham tentang
betapa berharganya rumah dan hal-hal yang termaktub di dalamnya. Membaca
kisah-kisah inspiratif yang berhubungan dengan tempat tinggal, kerja keras dan kebahagiaan,
pastinya akan membuka cakrawala kita.
Banyak pelajaran hidup yang bisa kita petik dan kita renungkan untuk
memperbaiki diri.
Misalnya saja kisah berjudul “Memulai Kembali”
menceritakan tentang Paula Bicknell yang
harus pindah ke tempat baru yang menurutnya asing. Padahal sebelumnya dia sudah
sangat nyaman dengan rumah mereka dulu. Meski di sana dia harus sabar karena pekerjaan suaminya, yang
merupakan seorang pilot militer, di mana hal itu menuntut suaminya jarang di
rumah. Dia hanya tinggal dengan ketiga anaknya. Namun pada posisi ini, dia
tidak bisa menolak kepindahan itu, karena melihat betapa bahagianya
anak-anaknya ketika akhirnya akan memiliki ayah yang tidak lagi bepergian.
Kepindahan mereka memang berhubungan dengan keputusan suaminya yang mencoba
memperbaiki hubungan di antara mereka yang mulai renggang.
Meski tidak terlalu bersemangat, Paula tetap
membersihkan rumah baru itu dengan
rapi. Bahkan walau kadang dia
merasa lelah dengan pernikahannya Paula mencoba tetap bertahan demi
anak-anaknya. Hinga suatu hari, dia menyadari bahwa rumah itu jauh lebih baik
dari rumah lama mereka. Karena rumah itu telah menghadirkan kembali
kenangan-kenangan manis bahkan berhasil menyatukan dua hati yang hubungannya
sempat retak. Rumah itu memberinya kedamaian dan memberinya kekuatan.
Kisah ini mengajarkan
kita bahwa betapa pentingnya komunikasi antara pasangan. Kita disadarkan betapa
pentingnya keluarga dan indahnya saling memaafkan. “Bagi kami, keluarga
artinya saling merangkul dan mendampingi.” (hal 68).
Ada pula kisah berjudul “Yang Dibawa Serta”. Kisah
ini dituturkan oleh Logan Eliasen. Logan
tidak pernah menyangka akan meninggalkan rumah yang semasa kecilnya sudah
menjadi surga baginya. Namun apa mau dikata, keluarganya telah mengambil
keputusan. Mereka harus segera pindah ke rumah yang lebih besar agar bisa mereka tinggali bersama. Mereka pun mulai mencari-cari rumah baru dan rumah lama mereka juga sudah mendapatkan
calon pembeli. Kala itu perasaan Logan benar-benar kacau. Dia masih merasa
enggan dan tidak rela.
“Mam tahu berat meninggalkan hal-hal indah, Logan.
Mom juga merasa berat. Tapi Tuhan akan memberikan berkat yang baru. Ketika
suatu pintu tertutup, Dia selalu membukakan pintu yang baru.”
Nasihat ibunya, sedikit banyak akhirnya membuat Logan berusaha ikhlas (hal
91).
Kisah ini menyadarkan betapa lekatnya sebuah
kenangan dari rumah yang pernah kita tinggali. Bahwa tidak mudah bagi siapa
saja untuk melepas kenangan dan memri idan yang meneduhkan. Namun dari kisah
kita kita diajarkan untuk ikhlas dalam menghadapi sebuah pilihan. Kadang memang
kita sangat menyukai sesuatu, namun tidak selamanya kita bisa memilikinya.
Terdiri dari 10 bab yang kesemuanya jalin menjalin
tentang tempat tinggal, masih banyak kisah lain dari dua kisah yang terpapar di
atas. Menarik, lucu, mengharukan dan banyak emosi lain yang bisa kita rasakan
di sini. Saya suka dengan pilihan cover buku yang bersih dan cantik. Kekurangan
yang ada dalam buku ini tidak mengurangi esensi cerita. Apik dan menghibur.
Srobyong, 20 Oktober
2018
bermanfaat
ReplyDeleteAlhamdulillah, kalau bermanfaat. Terima kasih sudah berkenan mampir di bloh saya 🙏😊
Delete