Dimuat di Jateng Pos, Minggu 7 Oktober 2018
Judul : Memories In The Eyes
Penulis : Naiva Urfi
Penerbit : Dar Mizan
Terbit : Juli 2017
Tebal : 176 halaman
ISBN : 978-602-420-300-9
Penerbit : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Nahdlatul Ulama, Jepara
Dendam merupakan sikap yang harus kita hindari.
Karena dendam hanya akan membuat hati kita tidak pernah tenang. Kita akan
diliputi kemarahan yang tidak berkesudahan dan kita akan selalu menyimpan
kebencian. Daripada memelihara dendam,
kita dianjurkan untuk memaafkan. Karena dengan memaafkan, hati kita jadi lapang
dan hidup pun menjadi lebih tenang.
Mengambil tema sederhana tentang kehidupan di dunia remaja
dan masalah keluarga, novel ini cukup menarik untuk dibaca. Apalagi dalam kisah
ini ada tambahan unsur misteri dan magic
yang unik dan tidak biasa. Di mana hal itu berhubungan dengan kemampuan
bisa membaca pikiran orang lain.
Shaina adalah
tokoh sentral dalam kisah ini. Sampai detik ini Shaina masih merasa
sedih dan kadang marah dengan takdir
yang telah terjadi dalam hidupnya. Kepergian ibunya ternyata telah meninggalkan
kesedihan yang sangat dalam. Apalagi setiap dia ingat dengan kecelakan yang
merenggut ibunya. Dan kenyataan bahwa sosok yang menyebabkan kecelakan itu
tidak mendapat hukuman yang setimpal (hal 21). Belum lagi mimpi buruk yang
akhir-akhir ini selalu menghantuinya. Membuat Shaina bingung bahkan kerap
hilang ingatan. Shaina kerap lupa hari
hingga sering salah dalam membuat jadwal bahkan jadi langganan dihukum para
guru.
Lebih aneh lagi adalah kemampuan Shaina yang bisa
membaca pikiran orang lain, tiba-tiba
tidak berfungsi ketika berhadapan dengan Fahrez. Shaina tidak paham kenapa dia
tidak bisa membaca pikiran teman barunya di sekolah itu. Keadaan itu sungguh
membuat Shaina kalut. Dia bingung dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Kemudian Shaina menyadari bahwa bisa jadi hal-hal
yang kerap terjadi pada dirinya adalah karena ulah seseorang yang tidak
menyukainya. Ada orang yang sedang mengendalikan pikirannya. Hanya saja Shaina
bingung, siapa orang yang tega melakukan hal itu padanya? Mungkinkah itu ulah Fahrez? Tapi apa salah
Shaina pada teman barunya itu? Berbagai pertanyaan pun mulai menghantui Shaina.
Membuat dia berpikir ulang dan mencoba mengingat kembali kilasan memorinya yang
mungkin telah dia lupakan.
Ide dari novel semi fantasi ini sebenarnya cukup
menarik. Hanya saja penulis mengadirkan terlalu banyak tokoh, sehingga membuat
kisahnya kurang fokus. Selain itu eksekusi cerita juga kurang menarik, sehingga
membuat kisah ini terasa datar dan biasa.
Namun lepas dari kekurangan yang ada, novel ini
cukup bersih dari kesalahan tulis. Dan kisah ini memiliki banyak pembelajaran
yang bisa kita renungkan. Kisah ini mengingatkan kita untuk tidak hidup dalam
kubangan dendam. Kita harus saling memaafkan dan ikhlas dengan apa yang sudah
terjadi. Karena di balik sebuah cobaan pasti ada hikmah yang bisa kita
dapatkan. Masih dari novel ini kita juga
bisa belajar untuk menerima setiap takdir yang ditentukan Tuhan. Karena bisa
jadi apa yang ditetapkan Tuhan itu adalah yang terbaik.
“Aku memaafkan masa laluku. Aku menerimanya. Semua
adalah takdir. Sekeras apa pun kita berusaha mencegah, kuasa Allah jauh lebih
besar. Tak ada yang bisa menghalangi. Penyesalan, cuma ujian untuk mengukur
keimanan kita. Seberapa kuat kita bisa bangkit kembali. Seberapa ingat kita
kepada-Nya.” (hal 142-143).
Kita juga diingatkan untuk menjadi pribadi yang selalu berpikir positif dan tidak mudah
menyerah dalam menghadapi berbagai masalah. Semangat dan hadapi semua dengan pikiran
terbuka. “Berpikir positif saja. Kalau takdirmu begitu, enggak ada yang bisa
menghalangi. Sekarang pikirkan yang sekarang. Jangan patah semangat hanya
karena ketidakpastian itu.” (hal 116). Karena dengan begitu kita bisa lepas
dari masalah. Tidak ketinggalan, novel ini membahas tentang suka duka sebuah
persahabatan yang apik dan menarik.
Srobyong, 25 Agustus 2018
No comments:
Post a Comment