Tuesday, 13 November 2018

[Resensi] Hidup Jangan Memelihara Dendam

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 7 Oktober 2018 


Judul               : Memories In The Eyes
Penulis             : Naiva Urfi
Penerbit           : Dar Mizan
Terbit               : Juli 2017
Tebal               : 176 halaman
ISBN               : 978-602-420-300-9
Penerbit           : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Nahdlatul Ulama, Jepara

Dendam merupakan sikap yang harus kita hindari. Karena dendam hanya akan membuat hati kita tidak pernah tenang. Kita akan diliputi kemarahan yang tidak berkesudahan dan kita akan selalu menyimpan kebencian.  Daripada memelihara dendam, kita dianjurkan untuk memaafkan. Karena dengan memaafkan, hati kita jadi lapang dan hidup pun menjadi lebih tenang.

Mengambil tema sederhana tentang kehidupan di dunia remaja dan masalah keluarga, novel ini cukup menarik untuk dibaca. Apalagi dalam kisah ini ada  tambahan unsur misteri dan magic yang unik dan tidak biasa. Di mana hal itu berhubungan dengan kemampuan bisa membaca pikiran orang lain.

Shaina adalah  tokoh sentral dalam kisah ini. Sampai detik ini Shaina masih merasa sedih dan kadang  marah dengan takdir yang telah terjadi dalam hidupnya. Kepergian ibunya ternyata telah meninggalkan kesedihan yang sangat dalam. Apalagi setiap dia ingat dengan kecelakan yang merenggut ibunya. Dan kenyataan bahwa sosok yang menyebabkan kecelakan itu tidak mendapat hukuman yang setimpal (hal 21). Belum lagi mimpi buruk yang akhir-akhir ini selalu menghantuinya. Membuat Shaina bingung bahkan kerap hilang ingatan.  Shaina kerap lupa hari hingga sering salah dalam membuat jadwal bahkan jadi langganan dihukum para guru.

Lebih aneh lagi adalah kemampuan Shaina yang bisa membaca  pikiran orang lain, tiba-tiba tidak berfungsi ketika berhadapan dengan Fahrez. Shaina tidak paham kenapa dia tidak bisa membaca pikiran teman barunya di sekolah itu. Keadaan itu sungguh membuat Shaina kalut. Dia bingung dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya.  

Kemudian Shaina menyadari bahwa bisa jadi hal-hal yang kerap terjadi pada dirinya adalah karena ulah seseorang yang tidak menyukainya. Ada orang yang sedang mengendalikan pikirannya. Hanya saja Shaina bingung, siapa orang yang tega melakukan hal itu padanya?  Mungkinkah itu ulah Fahrez? Tapi apa salah Shaina pada teman barunya itu? Berbagai pertanyaan pun mulai menghantui Shaina. Membuat dia berpikir ulang dan mencoba mengingat kembali kilasan memorinya yang mungkin telah dia lupakan.

Ide dari novel semi fantasi ini sebenarnya cukup menarik. Hanya saja penulis mengadirkan terlalu banyak tokoh, sehingga membuat kisahnya kurang fokus. Selain itu eksekusi cerita juga kurang menarik, sehingga membuat kisah ini terasa datar dan biasa.  

Namun lepas dari kekurangan yang ada, novel ini cukup bersih dari kesalahan tulis. Dan kisah ini memiliki banyak pembelajaran yang bisa kita renungkan. Kisah ini mengingatkan kita untuk tidak hidup dalam kubangan dendam. Kita harus saling memaafkan dan ikhlas dengan apa yang sudah terjadi. Karena di balik sebuah cobaan pasti ada hikmah yang bisa kita dapatkan.   Masih dari novel ini kita juga bisa belajar untuk menerima setiap takdir yang ditentukan Tuhan. Karena bisa jadi apa yang ditetapkan Tuhan itu adalah yang terbaik.

“Aku memaafkan masa laluku. Aku menerimanya. Semua adalah takdir. Sekeras apa pun kita berusaha mencegah, kuasa Allah jauh lebih besar. Tak ada yang bisa menghalangi. Penyesalan, cuma ujian untuk mengukur keimanan kita. Seberapa kuat kita bisa bangkit kembali. Seberapa ingat kita kepada-Nya.” (hal 142-143).

Kita juga diingatkan untuk menjadi pribadi yang  selalu berpikir positif dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai masalah.  Semangat dan hadapi semua dengan pikiran terbuka. “Berpikir positif saja. Kalau takdirmu begitu, enggak ada yang bisa menghalangi. Sekarang pikirkan yang sekarang. Jangan patah semangat hanya karena ketidakpastian itu.” (hal 116). Karena dengan begitu kita bisa lepas dari masalah. Tidak ketinggalan, novel ini membahas tentang suka duka sebuah persahabatan yang apik dan menarik.

Srobyong, 25 Agustus 2018

No comments:

Post a Comment