Tuesday, 27 November 2018

[Resensi] Mengambil Keteladanan dari Kehidupan Khadijah

Dimuat di Analisa Medan, Jumat 26 Oktober 2018


Judul               : Khadijah Cinta Sejati Rasulullah
Penulis             : Abdul Muni’im  Muhammad Umar
Penerjemah      : Ghozi M
Cetakan           : Pertama, Maret  2017
Tebal               : viii + 322 halaman
ISBN               : 978-602-082246-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“....Demi Allah aku tidak pernah memperoleh pengganti  yang lebih  baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku tatkala semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta di saat semua orang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.” (hal 269).

Kisah Khadijah binti Khuwailid, atau yang kerap disebut sebagai  Ummul Mukminin selalu meninggalkan kesan yang mendalam. Seluruh umat Islam, tak peduli sebesar apa pun perbedaan paham di antara mereka, mereka tetap menghormati dan mencintainya sepenuh hati.   Dialah wanita pertama yang masuk  Islam. Mendedikasikan dirinya untuk perjuangan Islam. Memiliki sikap sabar, ulet dan kuat, istri pertama Rasulullah yang tidak pernah dimadu. Melalui buku ini, penulis mengajak kita untuk mengenal lebih dalam tentang riwayat hidup Khadijah, serta meneladani potret kehidupannya yang sangat menginspirasi dan patut kita teladani.

Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah sudah pernah menikah dua kali. Pertama dengan  Abu Halan an Nabbasy ibnu Zurah at-Taymi, dan yang kedua dengan ‘Athiq ibnu ‘Aidz al-Makhzumi.  Namun hal itu tidak membuat pesona Khadijah pudar. Di masa jahiliyah, Khadijah diberi gelar “wanita yang suci”. Bahkan di masa itu banyak lelaki yang meminangnya dengan tawaran sejumlah harta sebagai maskin. Namun dengan tegas Khadijah menolak pinangan itu. Dia lebih memilih bergelut dengan dunia perdagangan dan mengasuh anak.

Hingga suatu hari Khadijah mendengar tentang Muhammad ibnu Abdullah. Seorang pemuda yang memiliki kejujuran dan keluhuran budi. Hal itulah yang mendorong Khadijah memilih Muhammad dalam urusan perdagangan ke Syam. Meski dia tahu bahwa Muhammad belum memiliki pengalaman banyak soal perdagangan (hal 4).  Dan dugaannya tidak salah, urusan perdagangan ke Syam berjalan lancar.

Semakin mendengar kelebihan-kelebihan yang dimiliki Muhammad, entah kenapa membuat setitik rasa kagum pada diri Khadijah. Hingga akhirnya dia mulai menyelidiki tentang siapa sosok Muhammad ini. Salah satunya dari Maysarah, pelayan laki-laki yang pernah membantu Muhammad ketika melakukan perdagangan ke Syam.

Selanjutnya Khadijah juga menghubungi saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal. Dari Waraqah, seorang Nasarani yang rajin mengkaji kitab suci agama terdahulu, dia menyimpulkan, Muhammad adalah seorang nabi yang  pernah diterangkan dalam kitab terdahulu.  Kekaguman Khadjiah pun semakin tinggi. Namun yang menjadi pertanyaannya pantaskah dia bersanding dengan Muhammad? Namun setelah melakukan berbagai pertimbangan, akhirnya Khadijah melamar Muhammad.

Inilah yang dikatakan Khadijah ketika melamar Nabi Muhamamd  “Wahai anak pamanku! Aku berhasrat menikah denganmu atas dasar kekerabatan, kedudukanmu yang mulia, akhlakmu yang baik, integritas moralmu dan kejujuran perkataanmu.” (hal 13). Bahwa hal pertama yang dia pandang bukan pada paras atau harta yang dimiliki Muhamamd. Karena Muhammad sendiri memang bukan dari kalangan orang berada. Namun yang Khadijah perhatikan adalah sikap dan akhlak Muhamamd  yang memiliki perangai baik dan terpuji.  Inilah kiranya, yang patut kita teladani dai Khadijah. Dalam memilih pasangan, hendaknya kita tidak hanya melihat rupa dan harta, namun juga agama, khusunya akhlak yang dimiliki.

Selama menjadi istri  Muhammad, Khadijah selalu membaktikan diri sepenuhnya. Hingga akhirnya risalah kenabian itu tiba. Khadijah adalah orang pertama yang menerima risalah yang dibawa Nabi Muhammad. Khadijah pula yang memberi ketenangan bagi Nabi Muhammad, ketika beliau ketakutan  saat pertama kali didatangi Jibril, sang pembawa wahyu (hal 57). Tidak hanya itu, Khadijah juga merelakan harta bendanya untuk digunakan Nabi Muhammad sebagai  keperluan dakwah. Khadijah juga salah satu orang yang melindungi Nabi, ketika para pemuka Quraisy marah besar karena Nabi Muhammad membawa ajaran baru.

Maka pantaslah kiranya jika Khadijah menjadi wanita yang sangat istimewa. Hingga Allah menjanjika surga sebagai tempat berpulang. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Hatim, “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muhazim, istri Firaun.” (hal 276).

Diceritakan dengan bahasa yang sederhana, buku ini membuka gerbang cakrawala yang akan membuat kita mengenal lebih dekat tentang kehidupan Khadijah. Dari kisah hidupnya kita bisa belajar tentang arti kesabaran, keuletan, keikhlasan dan ketawadukan.

Srobyong, 2 Juni 2018 

No comments:

Post a Comment