Dimuat di Analisa Medan, Jumat 26 Oktober 2018
Judul : Khadijah Cinta Sejati
Rasulullah
Penulis : Abdul Muni’im Muhammad Umar
Penerjemah : Ghozi M
Cetakan : Pertama, Maret 2017
Tebal : viii + 322 halaman
ISBN : 978-602-082246-4
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“....Demi Allah aku tidak pernah memperoleh
pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman
kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku tatkala semua orang
mendustakanku. Ia yang memberiku harta di saat semua orang enggan memberi. Dan
darinya aku memperoleh keturunan sesuatu yang tidak kuperoleh dari
istri-istriku yang lain.” (hal 269).
Kisah Khadijah binti Khuwailid, atau yang kerap
disebut sebagai Ummul Mukminin selalu
meninggalkan kesan yang mendalam. Seluruh umat Islam, tak peduli sebesar apa
pun perbedaan paham di antara mereka, mereka tetap menghormati dan mencintainya
sepenuh hati. Dialah wanita pertama
yang masuk Islam. Mendedikasikan dirinya
untuk perjuangan Islam. Memiliki sikap sabar, ulet dan kuat, istri pertama
Rasulullah yang tidak pernah dimadu. Melalui buku ini, penulis mengajak kita
untuk mengenal lebih dalam tentang riwayat hidup Khadijah, serta meneladani
potret kehidupannya yang sangat menginspirasi dan patut kita teladani.
Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah sudah
pernah menikah dua kali. Pertama dengan
Abu Halan an Nabbasy ibnu Zurah at-Taymi, dan yang kedua dengan ‘Athiq
ibnu ‘Aidz al-Makhzumi. Namun hal itu
tidak membuat pesona Khadijah pudar. Di masa jahiliyah, Khadijah diberi gelar
“wanita yang suci”. Bahkan di masa itu banyak lelaki yang meminangnya dengan
tawaran sejumlah harta sebagai maskin. Namun dengan tegas Khadijah menolak
pinangan itu. Dia lebih memilih bergelut dengan dunia perdagangan dan mengasuh
anak.
Hingga suatu hari Khadijah mendengar tentang
Muhammad ibnu Abdullah. Seorang pemuda yang memiliki kejujuran dan keluhuran
budi. Hal itulah yang mendorong Khadijah memilih Muhammad dalam urusan
perdagangan ke Syam. Meski dia tahu bahwa Muhammad belum memiliki pengalaman
banyak soal perdagangan (hal 4). Dan
dugaannya tidak salah, urusan perdagangan ke Syam berjalan lancar.
Semakin mendengar kelebihan-kelebihan yang dimiliki
Muhammad, entah kenapa membuat setitik rasa kagum pada diri Khadijah. Hingga
akhirnya dia mulai menyelidiki tentang siapa sosok Muhammad ini. Salah satunya
dari Maysarah, pelayan laki-laki yang pernah membantu Muhammad ketika melakukan
perdagangan ke Syam.
Selanjutnya Khadijah juga menghubungi saudara sepupunya,
Waraqah bin Naufal. Dari Waraqah, seorang Nasarani yang rajin mengkaji kitab
suci agama terdahulu, dia menyimpulkan, Muhammad adalah seorang nabi yang pernah diterangkan dalam kitab terdahulu. Kekaguman Khadjiah pun semakin tinggi. Namun
yang menjadi pertanyaannya pantaskah dia bersanding dengan Muhammad? Namun
setelah melakukan berbagai pertimbangan, akhirnya Khadijah melamar Muhammad.
Inilah yang dikatakan Khadijah ketika melamar Nabi
Muhamamd “Wahai anak pamanku! Aku
berhasrat menikah denganmu atas dasar kekerabatan, kedudukanmu yang mulia,
akhlakmu yang baik, integritas moralmu dan kejujuran perkataanmu.” (hal
13). Bahwa hal pertama yang dia pandang bukan pada paras atau harta yang
dimiliki Muhamamd. Karena Muhammad sendiri memang bukan dari kalangan orang
berada. Namun yang Khadijah perhatikan adalah sikap dan akhlak Muhamamd yang memiliki perangai baik dan terpuji. Inilah kiranya, yang patut kita teladani dai
Khadijah. Dalam memilih pasangan, hendaknya kita tidak hanya melihat rupa dan
harta, namun juga agama, khusunya akhlak yang dimiliki.
Selama menjadi istri
Muhammad, Khadijah selalu membaktikan diri sepenuhnya. Hingga akhirnya
risalah kenabian itu tiba. Khadijah adalah orang pertama yang menerima risalah
yang dibawa Nabi Muhammad. Khadijah pula yang memberi ketenangan bagi Nabi
Muhammad, ketika beliau ketakutan saat
pertama kali didatangi Jibril, sang pembawa wahyu (hal 57). Tidak hanya itu,
Khadijah juga merelakan harta bendanya untuk digunakan Nabi Muhammad
sebagai keperluan dakwah. Khadijah juga
salah satu orang yang melindungi Nabi, ketika para pemuka Quraisy marah besar
karena Nabi Muhammad membawa ajaran baru.
Maka pantaslah kiranya jika Khadijah menjadi wanita
yang sangat istimewa. Hingga Allah menjanjika surga sebagai tempat berpulang.
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Hatim, “Sebaik-baik
wanita penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad,
Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muhazim, istri Firaun.” (hal 276).
Diceritakan dengan bahasa yang sederhana, buku ini
membuka gerbang cakrawala yang akan membuat kita mengenal lebih dekat tentang
kehidupan Khadijah. Dari kisah hidupnya kita bisa belajar tentang arti
kesabaran, keuletan, keikhlasan dan ketawadukan.
Srobyong, 2 Juni 2018
No comments:
Post a Comment