Dimuat di Kabar Madura, Kamis 18 Oktober 2018
Judul : Sebentang Kearifan dari Barat
Penulis : Oki Setiana Dewi
Penerbit : Mizania
Cetakan : Pertama, April 2018
Tebal : xxvi + 256 halaman
ISBN : 978-602-418-173-4
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Orang yang berilmu dan beradab tidak akan diam di
kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, engkau akan dapatkan pengganti
dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah
perjuangan.” (hal xxvi).
Mengikuti kalimat bijak yang pernah dipaparkan Imam
Syafi’i, maka Oki Setiana Dewi, tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika dirinya
terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa Australia-Indonesia Instute (AII)
memalui program Muslim Exchange Program (MEP) dan The Goethe Institute (Lembaga
Budaya Republika Federal Jerman) melalui program Kehidupan Kaum Muslim di
Jerman, yang bekerjasama dengan Universitas Paramdina. Dari sana dia bisa
mengenal lebih dalam tentang kehidupan masyarakat di Australia dan Jerman.
Selain itu dia juga mendapat kesempatan untuk menjelajahi bumi Andalusia
(Spanyo) dalam sebuah program pembangunan masjid di Sevilla, A Tile for
Sevilla.
Pengalaman itu pun kemudian dia himpun dalam sebuah
yang kini kita baca—“Sebantang Kearifan dari Barat”. Menurut Oki sebuah
pengalaman dan ilmu akan lebih baik jika dibagikan kepada khalayak umum. Karena
bisa jadi dari pengalaman itu akan menjadi inspirasi dan memicu semangat banyak
orang untuk belajar dan terus memperbaiki diri. Al-Hasan bin Ali pernah
berkata, “Jika engkau mendapatkan kebaikan atau melakukan kebaikan, maka
sebutkanlah dan ceritakanlah di depan saudaramu yang kamu percayai bahwa ia
akan mengikuti jejak yang baik tersebut.”
Diceritakan dengan gaya bahasa santai, renyah dan
memikat, akan membuat kita betah dalam membacanya. Kisah-kisahnya menggetarkan
hati, menyadarkan kita bahwa kita tidak bisa menilai sesuatu hanya dari luarnya
saja. Kita juga diingatkan bahwa kita
bisa belajar di mana dan dari mana saja.
Serta perbedaan bukanlah halangan untuk bersahabat, saling menghormati
dan menyayangi.
Islam di negara Barat, tidaklah sama dengan Islam di
Indonesia, yang memang mayoritas penduduknya Muslim. Apalagi setelah Islamphobia
mulai menjangkit banyak masyarakat luar, akibat
ulah para oknum, yang mencoba merusak citra Islam yang mencintai
perdamaian. Kesalahpahaman pun akhirnya
terjadi. Di mana kita sering menyangka banyak orang Barat yang kemudian
antipati dan tidak menyukai umat Muslim.
Mereka bersikap rasis, radikal bahkan bersikap diskriminasi kepada kaum
muslim di negara Barat.
Namun ternyata dugaan kita keliru. Di Australia
penduduknya memiliki rasa toleransi yang sangat tinggi. Mereka saling
menghormati kepercayaan masing-masing penduduk tanpa bersikap rasis apalagi
mendiskriminasi agama lain. Meskipun Australia adalah negara sekuler, mereka
tetap menanamkan pendidikan akhlak di setiap sekolah. mereka tidak pernah mengabaikan nilai-nilai
kebaikan.
“Jika ada teman kalian melakukan kejelakan atau keburukan,
maka jangan benci orangnya, tapi bencilah perbuatannya. Sama halnya jika ada
orang Islam atau agama apa pun itu melakukan kesalahan, maka jangan salahkan
Islamnya atau agamanya. Karena pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk
berbuat baik, untuk menciptakan kedamaian, untuk menebarkan cinta kasih kepada
sesamanya.” (hal 44).
Di Jerman, kita bisa melihat bahwa negara itu sangat
ramah. Mereka menerima para pengungsi dengan terbuka tanpa memedulikan agama
yang dianut. Mereka memiliki empati yang sangat tinggi untuk membantu banyak
orang. Dan mereka melakukan itu tanpa adanya motif tertentu. Tidak ada motif
agama, politik, atau kepentingan pribadi. Mereka tulus menolong murni karena
rasa kemanusiaa (hal 113).
Buku ini sangat menarik dan menginspirasi. Kita
diajak mengenal lebih dekat tentang Islam di negara Barat dengan masing-masing
kebiasan, adat dan budaya yang berbeda.
Misalnya alasan pemakaian scarf di Spanyol, Imam Gay di Melbourne
dan banyak lagi. Melalui buku ini pula kita bisa melihat dan menyaksikan bahwa
Islam selalu diterima di mana saja. Maka sudah semestinya kita berusaha
memperkuat ukhwah dan selalu membangun hubungan baik, di mana pun berada.
Saling menjaga, mendoakan dan saling menyayangi.
Sebuah buku menarik yang patut kita baca dan
renungkan. Beberapa kekurangan yang ada,
tidak mengurangi makna yang ingin
disampaikan penulis.
Srobyong, 3 Agustus 2018
No comments:
Post a Comment