Sunday 25 November 2018

[Resensi] Renungan Penuh Hikmah dari Barat

Dimuat di Kabar Madura, Kamis 18 Oktober 2018 


Judul               : Sebentang Kearifan dari Barat
Penulis             : Oki Setiana Dewi
Penerbit           : Mizania
Cetakan           : Pertama, April 2018
Tebal               : xxvi + 256 halaman
ISBN               : 978-602-418-173-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Orang yang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.  Merantaulah, engkau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah perjuangan.” (hal xxvi).

Mengikuti kalimat bijak yang pernah dipaparkan Imam Syafi’i, maka Oki Setiana Dewi, tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika dirinya terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa Australia-Indonesia Instute (AII) memalui program Muslim Exchange Program (MEP) dan The Goethe Institute (Lembaga Budaya Republika Federal Jerman) melalui program Kehidupan Kaum Muslim di Jerman, yang bekerjasama dengan Universitas Paramdina. Dari sana dia bisa mengenal lebih dalam tentang kehidupan masyarakat di Australia dan Jerman. Selain itu dia juga mendapat kesempatan untuk menjelajahi bumi Andalusia (Spanyo) dalam sebuah program pembangunan masjid di Sevilla, A Tile for Sevilla.

Pengalaman itu pun kemudian dia himpun dalam sebuah yang kini kita baca—“Sebantang Kearifan dari Barat”. Menurut Oki sebuah pengalaman dan ilmu akan lebih baik jika dibagikan kepada khalayak umum. Karena bisa jadi dari pengalaman itu akan menjadi inspirasi dan memicu semangat banyak orang untuk belajar dan terus memperbaiki diri. Al-Hasan bin Ali pernah berkata, “Jika engkau mendapatkan kebaikan atau melakukan kebaikan, maka sebutkanlah dan ceritakanlah di depan saudaramu yang kamu percayai bahwa ia akan mengikuti jejak yang baik tersebut.”

Diceritakan dengan gaya bahasa santai, renyah dan memikat, akan membuat kita betah dalam membacanya. Kisah-kisahnya menggetarkan hati, menyadarkan kita bahwa kita tidak bisa menilai sesuatu hanya dari luarnya saja.  Kita juga diingatkan bahwa  kita  bisa belajar di mana dan dari mana saja.  Serta perbedaan bukanlah halangan untuk bersahabat, saling menghormati dan menyayangi. 

Islam di negara Barat, tidaklah sama dengan Islam di Indonesia, yang memang mayoritas penduduknya Muslim. Apalagi setelah Islamphobia mulai menjangkit banyak masyarakat luar, akibat  ulah para oknum, yang mencoba merusak citra Islam yang mencintai perdamaian.  Kesalahpahaman pun akhirnya terjadi. Di mana kita sering menyangka banyak orang Barat yang kemudian antipati dan tidak menyukai umat Muslim.  Mereka bersikap rasis, radikal bahkan bersikap diskriminasi kepada kaum muslim di negara Barat.

Namun ternyata dugaan kita keliru. Di Australia penduduknya memiliki rasa toleransi yang sangat tinggi. Mereka saling menghormati kepercayaan masing-masing penduduk tanpa bersikap rasis apalagi mendiskriminasi agama lain. Meskipun Australia adalah negara sekuler, mereka tetap menanamkan pendidikan akhlak di setiap sekolah.  mereka tidak pernah mengabaikan nilai-nilai kebaikan.

“Jika ada teman kalian melakukan kejelakan atau keburukan, maka jangan benci orangnya, tapi bencilah perbuatannya. Sama halnya jika ada orang Islam atau agama apa pun itu melakukan kesalahan, maka jangan salahkan Islamnya atau agamanya. Karena pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk berbuat baik, untuk menciptakan kedamaian, untuk menebarkan cinta kasih kepada sesamanya.” (hal 44).

Di Jerman, kita bisa melihat bahwa negara itu sangat ramah. Mereka menerima para pengungsi dengan terbuka tanpa memedulikan agama yang dianut. Mereka memiliki empati yang sangat tinggi untuk membantu banyak orang. Dan mereka melakukan itu tanpa adanya motif tertentu. Tidak ada motif agama, politik, atau kepentingan pribadi. Mereka tulus menolong murni karena rasa kemanusiaa (hal 113).

Buku ini sangat menarik dan menginspirasi. Kita diajak mengenal lebih dekat tentang Islam di negara Barat dengan masing-masing kebiasan, adat dan  budaya yang berbeda. Misalnya alasan pemakaian scarf di Spanyol, Imam Gay di Melbourne dan banyak lagi. Melalui buku ini pula kita bisa melihat dan menyaksikan bahwa Islam selalu diterima di mana saja. Maka sudah semestinya kita berusaha memperkuat ukhwah dan selalu membangun hubungan baik, di mana pun berada. Saling menjaga, mendoakan dan saling menyayangi. 

Sebuah buku menarik yang patut kita baca dan renungkan.  Beberapa kekurangan yang ada, tidak mengurangi  makna yang ingin disampaikan penulis. 

Srobyong, 3 Agustus 2018

No comments:

Post a Comment