Monday 14 November 2016

[Resensi] Menguak Misteri Rumah Hujan

Dimuat di Radar Sampit Minggu, 6 November 2016 


Judul               : Rumah Hujan
Penulis             : Dewi Ria Utari
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Mei  2016
Halaman          : 256 hlm
ISBN               : 978-602-03-2899-7
Peresensi         : Ratnani Latifah. Penikmat buku dan penyuka literasi alumni Unisnu. Jepara

Rumah  hujan merupakan rumah joglo yang  kokoh dan kuat. Dibangun  dengan harapan bisa melindungi jiwa-jiwa yang bernaung di dalamnya. Jiwa-jiwa yang membutuhkan perlindungan dan penghiburan. Bahkan dalam pembangunan rumah ini, pemilik memilih bahan yang terbaik—campuran dua kayu jati bertuang; uger-uger dan pandawa. Ada filosofi tersendiri kenapa rumah hujan di bangun dengan kayu jati uger-uger—yaitu agar penghuninya selalu hidup damai. Dan kenapa memilih kayu jati pandawa agar pemilih rumah selalu berhati tabah dan teguh (hal. 7-8). Namun ternyata Rumah ini menyimpan sebuah misteri yang tidak terduga. Entah ada kisah apa di rumah itu.

Novel ini merupakan pengembangan dari cerpen berjudul sama “Rumah Hujan” yang pernah ditulis penulis dan dimuat di Koran Kompas. Bahkan menjadi salah satu Cerpen Pilihan Kompas tahun 2005-2006—dengan judul buku Ripin.  Penulis memadukan antara targedi, misteri, romantisme dan berbagai kejutan.

Mengisahkan tentang Dayu yang membeli sebuah rumah kayu berbentuk joglo yang sudah lama diidamkannya. Apalagi rumah itu memiliki desain etnis.  Dayu yakin rumah itu pasti akan membantunya untuk mendapatkan ide dalam berkarya. Rencanya rumah itu akan dijadikan ruang studio lukis oleh Dayu. Sekaligus tempat untuk menyepi bersama imajinasi, kenangan, impian, kesedihan, kemarahan serta mengubur kenangan dari masa lalunya—Cakra—sosok yang sangat dicintainya. (hal. 12)

Di rumah itu, Dayu menemukan kotak berisi foto-foto hitam putih dari pemilik sebelumnya. Di balik foto itu ada tulisan Narparti di beranda Rumah Hujan. Anehnya setalah melihat foto itu, Dayu merasa cemas dan melihat bayangan melintas di jendela dapur. Tidak hanya itu, Dayu bahkan bermimpi tentang Narpati—hantu yang bersemanyam di rumah hujan.  Dan mimpi itu datang setiap malam selama seminggu. Dalam seminggu itu pula Dayu merasakan tubuhnya sangat lemas setelah bangun tidur. 

Karena terus diteror mimpi aneh itu, Dayu mencoba menghubungi Kinan—kakak kelasnya yang mengetahui tentang hal-hal mistis.  Dan betapa kagetnya Dayu ketika Kinan mengatakan apa yang sebenarnya tengah terjadi padanya. “Kamu itu sebenarnya kerasukan. Kamu merasakan apa yang dirasakan orang-orang yang ada di mimpimu.” Itulah yang Kinan katakan. (hal. 41)

Entah bagaimana Dayu bisa memiliki kekuatan semacam itu—merasakan kehadiran sosok dan energi yang tidak kasat mata. Pada awalnya Dayu memang agak terganggu. Namun entah kenapa perlahan dia mulai menikmati keberadaan sosok tidak kasat mata itu. Apalagi karena kekuatan itu, Dayu bisa menguak misteri tentang alasan kenapa ibunya sejak kecil terlihat tidak menginginkan keberadaanya.

Lalu di hari ke 40 Dayu sangat ingin melukis foto-foto Narpati. Tapi siapa sangka dari gambar itu awal mala petaka terjadi. Pertemuannya dengan Narpati membawa Dayu pada kisah-kisah gelap yang tidak pernah Dayu sangka. Belum lagi kisah itu juga memiliki sangkut pautnya dengan sosok yang pernah dicintainya di masa lalu—Cakra. Orang yang sempat memberi warna dalam dunia Dayu, juga memberi luka yang mengaga. Dayu berada pada pesimpangan jalan. Antara memilih mengikuti keinginan Narpati atau menyelamatkan Cakra. (hal. 197)

Novel ini memiliki kekurangan yang cukup fatal. Banyak sekali typo yang bertebaran sehingga membuat kurang nyaman ketika membaca. Belum lagi ada ketidaksinkronan dalam menyebutkan nama tokoh.

Lepas dari itu novel ini memiliki kelebihan dalam gaya penceritaan. Diceritakan dengan gaya bahasa yang renyah dan mengalir. Penulis pandai mengiring pembaca dengan sangat hati-hati sampai menyelesaikan akhir kisah ini. Porsi antara misteri dan romance pun cukup seimbang. Sehingga ketika membaca ini akan hadir rasa manis juga ketegangan dan rasa penasaran untuk menyelesaikan puzzle-puzzle misteri yang ada.

Selain novel ini, penulis juga membubuhkan tambahan beberapa cerpennya yang pernah dipublikasikan di media nasional. Seperti Liang Liu, Pohon Mati dan lain-lain.

Membaca novel ini mengajarkan kita untuk tidak memelihara dendam. Karena dendam hanya akan membawa kita pada jalan yang salah.

Srobyong, 6 Oktober 2016 

4 comments:

  1. Novel ini pasti berasa menyeramkan. Ih, saya baca reviewnya aja ikut merinding.. Rumah aslinya kayak gimana ya/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ketika membaca novel ini aku membayangkan rumah ini joglo tua dan pastinya terlihat sintru, hehhh

      Untuk ukuran seram, lumayan Mas. Kaget dan cukup tegang

      Delete
  2. Replies
    1. Terima kasih sudah mampir membaca, Iya novelnya ini cukup membuat merinding

      Delete