Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 7 Oktober 2018
Judul : Chiken Soup for the Soul : Kekuatan
Memaafkan
Penulis : Amy Newmark & Anthony
Anderson
Penerjemah : Susi Purwoko
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, Januari 2018
Tebal : 504 halaman
ISBN : 978-602-03-7508-3
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumna Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Kebahagiaan tidak hanya diukur dengan materi. Karena
kebahagiaan yang sebenarnya itu ketika kita bisa menerima dan bersyukur dengan
apa yang kita miliki, merasa ikhlas dan mau berdamai dengan diri sendiri, serta
mau memaafkan kesalahan yang pernah dilakukan orang lain terhadap kita. Tidak ada kemarahan atau dendam, karena kedua
sikap tersebut hanya akan menghambat hidup kita. Sedang meninggalkan kemarahan dan dendam di
masa lalu, akan membuat kita bebas (hal xi).
Buku ini sendiri berisi 101 kisah tentang kekuatan
memaafkan yang dijabarkan dengan bahasa yang mudah dipahami dan sangat
persuasif. Kisah-kisahnya sangat
menginspirasi dan akan memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih
baik. Kita akan disadarkan tentang pentingnya memaafkan baik kepada orangtua,
diri sendiri, serta berbagai masalah lainnya.
Kita sebut saja kisah yang dipaparkan oleh Kara
Sundlun. Dia memaparkan bahwa memaafkan
adalah hadiah terbesar yang bisa dia berikan pada diri sendiri (hal
12). Sejak kecil Kara tidak pernah
mengenal sosok ayahnya. Bahkan fotonya pun dia tidak pernah melihat. Sehingga
dalam masa kanak-kanaknya itu dia hanya mengetahui dari sang ibu, bahwa ayahnya
bernama Bruce Sundlun. Hingga suatu hari ketika dia berusaha 13 tahun, tanpa
sengaja dia melihat sosok ayahnya yang saat itu tengah mencalonkan diri menjadi
gubernur Rodhe Island.
Akan tetapi saat itu, Kara harus menelan kekecewaan ketika sang
ayah tidak pernah mau mengakui dirinya
sebagai anaknya, bahkan setelah dia melakukan tes DNA. Ayahnya juga tidak mau membalas
surat yang dia kirim. Bahkan untuk membantu dirinya membayar uang kuliah pun
tidak mau. Namun di tengah kemarahan dan kekecewaan yang dialami Kara, tiba-tiba ayahnya mengundang
Kara untuk hidup bersama dan saling mengenal sebagai ayah dan anak. Saat itu
Kara bisa saja menolak ajakan itu, setelah perilaku ayahnya yang jahat. akan
tetapi Kara memilih memaafkan, karena dengan memaafkan hatinya lebih lapang dan
dia bisa memulai hidup baru tanpa adanya kemarahan dan dendam.
Ada pula kisah yang dipaparkan oleh Kate White.
Sejak kecil dia tinggal bersama seorang ibu yang kecanduan obat-obatan. Ibunya
tidak pernah peduli pada dirinya, juga saudara-saudaranya. Ketika ibunya sudah
di bawah pengaruh obat-obatan, maka ibunya akan lupa pada sekitarnya, lupa
memberi Kate dan saudaranya makan, serta lupa menjemut mereka di sekolah. Kenangan masa kecil itu, menumbuhkan
kebencian Kate pada ibunya. Dia merasa tidak terima dengan perlakukan ibunya.
Kebencian itu dia pupuk hingga delapan belas tahun.
Namun berjalannya waktu, ketika Kate akhirnya
menjadi seorang ibu, dia menyadari bahwa ada yang salah pada dirinya. Dia tidak
boleh menyimpan kebencian kepada ibunya yang saat itu sudah meninggal. Dia
harus memaafkan semua kesalahan ibunya, agar mulai bisa mendidik anak lebih
baik, dari didikan yang dia terima sebelumnya. “Ketika kau belum memaafkan
mereka yang pernah melukaimu, kau memunggungi masa depanmu. Ketika kau
memaafkan, kau mulai berjalan maju.” (hal 61).
Lalu ada kisah dari Michael T. Smith. Karena sebuah kesalahpahaman dan keangkuhannya,
Michael dan adiknya tidak saling bertemu dan menyapa. Semua bermula dari surat
elektronik yang dikirim, Bob, adiknya. Sebenarnya surat itu isinya biasanya
saja. Namun karena saat itu hidup Michael sedang kacau dan telah mengangguk
beberapa bulan, maka surat itu membuatnya marah. Kemarahan itu pun berlanjut
hingga lima tahun lamanya.
Ketika adiknya berulang kali mencoba menghubingi,
Michael dengan angkuh tidak pernah mau memedulikan panggilan adiknya. Sejak saat itu dia menjalani hidup dengan rasa
bersalah yang terus menghantuinya. Lalu suatu hari dia menyadari bahwa menyimpan kemarahan tidak
akan menyelesaikan masalah. Dia pun mulai berusaha menghububungi adiknya untuk
meminta maaf dan menjalin kembali hubungan keluarga yang pernah diputus itu. “Hidup
itu terlalu singkat, dan juga terlalu lama, untuk memelihara dendam.” (hal
151).
Selain tiga kisah tersebut, kisah yang lainnya pun
tidak kalah seru dan menginspirasi.
Secara keseluruhan, buku ini mengajak kita untuk menjadi pribadi yang
mau memaafkan. Dengan memaafkan hidup kita akan jadi lebih baik dan bahagia.
Kita tidak akan diperbudak kemarahan dan dendam. Tony Robbins memaparkan, “Memaafkan
adalah hadiah yang kau berikan pada dirimu sendiri.” (hal 418).
Srobyong, 1 September 2018
Kalau baca buku inspirasi memang seru dan jadi bisa banyak mengambil keteladanan
ReplyDelete