Thursday, 2 August 2018

[Review Buku] Kisah Inspiratif Suka Duka Menjadi Orangtua

Judul               : Yo Gak Papa, Bu dan Kisah Lainnya
Penulis             : Niken Purwani, dkk
Penerbit           : LingkarAntarnusa
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : x + 128 halaman
ISBN               : 978-602-6688-30-9


Menjadi orangtua itu bukan perkara mudah. Banyak tantangan yang harus kita taklukan. Kita harus memiliki banyak stok kesabaran dalam menghadapi berbagai perilaku anak. Kita juga harus mengetahui  cara asuh yang baik, sesuai dengan potensi dan sikap anak. Orangtua tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan, apalagi memberi tekanan dan bersikap kasar.  Mengingat orangtua adalah madrasah pertama bagi anak.   Orangtua harus memberikan teladan baik, sebagai figur yang akan selalu ditiru dan ditaati anak.

Mengambil tema parenting, buku ini dengan gamblang memaparkan tentang suka duka menjadi orangtua. Dimulai dari repotnya soal kelahiran, hingga masalah pemberian ASI juga kesibukan ketika harus mengawasi anak tumbuh kembang dengan berbagai pola tingkah lucu bahkan menyebalkan. Selain itu kita juga harus tanggap dengan rasa ingin tahu anak yang kadang sulit untuk dijelaskan pada anak. Namun lepas dari itu, melalui buku ini kita juga disadarkan bahwa selain membimbing, mendidik dan mengasuk anak, orangtua sejatinya juga banyak belajar dari keberadaan anak, yang mengajarkan arti kesabaran juga kasih sayang.

Buku ini sendiri terdiri dari 14 kisah dari  10 penulis. Masing-masing penulis menampilkan kisah yang menarik dan inspirtaif. Sebut saja kisah yang dialami Agita Yuri. Bagi seorang ibu, bisa membelikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya, adalah  kebahagiaan. Namun apa yang terjadi ketika kondisi tidak mendukung? Nah itulah yang dialami Agita. Suatu hari dia dan putranya, Gara mengunjungi toko mainan, sekadar untuk jalan-jalan. Tiba-tiba Gara menunjuk ingin salah satu mainan. Tapi kala itu, harga barang terlalu mahal. Sedang Agita kala itu belum memiliki uang lebih (hal 2).

Dengan hati-hati dia menjelaskan kepada Gara, untuk sabar menunggu. Jika nanti dia sudah punya uang, pasti akan dibelikan.  Kala itu kebetulan ada sebuah lomba mendongeng untuk guru dengan hadiah yang lumayan. Agita yang memang gemar menulis dan mendongeng tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia mempersiapkan semuanya, dan berharap bisa memenangkan hadiah, agar nanti uang itu bisa dibelikan hadiah untuk putranya. Namun manusia berencana, Tuhan-lah yang memutuskan. Kejadian ini kemudian menyadarkan Agita arti kesabaran dan keikhlasan, dari sikap Gara yang lebih tegar dari dirinya, yang merasa kalah.

Ada pula kisah dari Jevana Lie. Setiap ibu biasanya ingin yang terbaik untuk anak, begitu pula dengan Jevana. Namun dia lupa, setiap anak memiliki potensi dan tidak bisa dipaksa-paksa.  Kala itu Dave, putra Jevana memasuki masa belajar membaca dan menulis.  Awalnya Jevana membimbing dan mengajari dengan sabar. Akan tetapi, lambat laun melihat perkembangan anaknya yang  cenderung belajar  secara kinetis—dalam artian lebih suka bergerak daripada berdiam diri, membuat Jevana kerap marah dan emosi. Apalagi jika Dave sampai melupakan beberapa kata, Javena tidak segan untuk memberi hukuman (hal 15).

Kejadian ini sebenarnya sungguh membuat Jevana sedih. Apalagi jika melihat mimik ketakutan anaknya. Dia merasa seperti ibu yang jahat. Dia pun kemudian menyusun rencana agar anaknya bisa belajar dengan menyenangkan sesuai dengan kebiasaan Dave yang tidak pernah diam. Dan setelah berbagai cobaan, Jevana pun akhirnya berhasil menciptakan pola belajar seuai dengan Dave. Hingga anak itu selain semangat, dia juga jadi mudah mengingat pelajaran.

Pengalaman itu, menyadarkan Jevana, bahwa dalam mengasuk dan mendidik anak dia harus lebih  sabar dan rendah hati. Kerendahan hati akan membuka pintu pikiran. Pikiran yang terbuka akan membuatnya tidak mudah menghakimi dan menyalahkan anak dengan segela keterbatasan yang dimiliki (hal 20).

Selain dua kisah ini, 12 kisah lainnya tidak kalah menarik dan seru. Seperti kisah Eka Nurbulan, dalam mendidik dua putrinya untuk suka berbagi. Berbagai kejadian lucu dan haru, akan membuat kita memahami, bahwa orangtua harus berusaha mengajarkan dan mendidkk anak menunju kebaikan. Atau kisah Niken Purwani, yang harus mengajarkan kepada anak tentang arti saling menghargai  kelebihan dan kekurangan orang lain. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, kecuali Allah.

Sebuah buku yang mencerahkan dan menggetarkan. Melalui buku ini  penulis mengingatkan bahwa mendidik anak dengan baik adalah sebuah persembahan terbaik kita kepada Tuhan, dan setiap tetes keringat dalam upaya pendidikan itu, nilainya sama dengan ibadah (hal 46).

Srobyong, 19 Mei 2018 

3 comments: