Judul : Yo Gak Papa, Bu dan Kisah
Lainnya
Penulis : Niken Purwani, dkk
Penerbit : LingkarAntarnusa
Cetakan : Pertama, Januari 2018
Tebal : x + 128 halaman
ISBN : 978-602-6688-30-9
Menjadi orangtua itu bukan perkara mudah. Banyak
tantangan yang harus kita taklukan. Kita harus memiliki banyak stok kesabaran
dalam menghadapi berbagai perilaku anak. Kita juga harus mengetahui cara asuh yang baik, sesuai dengan potensi
dan sikap anak. Orangtua tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan, apalagi
memberi tekanan dan bersikap kasar.
Mengingat orangtua adalah madrasah pertama bagi anak. Orangtua harus memberikan teladan baik,
sebagai figur yang akan selalu ditiru dan ditaati anak.
Mengambil tema parenting, buku ini dengan
gamblang memaparkan tentang suka duka menjadi orangtua. Dimulai dari repotnya
soal kelahiran, hingga masalah pemberian ASI juga kesibukan ketika harus
mengawasi anak tumbuh kembang dengan berbagai pola tingkah lucu bahkan
menyebalkan. Selain itu kita juga harus tanggap dengan rasa ingin tahu anak
yang kadang sulit untuk dijelaskan pada anak. Namun lepas dari itu, melalui
buku ini kita juga disadarkan bahwa selain membimbing, mendidik dan mengasuk
anak, orangtua sejatinya juga banyak belajar dari keberadaan anak, yang
mengajarkan arti kesabaran juga kasih sayang.
Buku ini sendiri terdiri dari 14 kisah dari 10 penulis. Masing-masing penulis menampilkan
kisah yang menarik dan inspirtaif. Sebut saja kisah yang dialami Agita Yuri.
Bagi seorang ibu, bisa membelikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya,
adalah kebahagiaan. Namun apa yang
terjadi ketika kondisi tidak mendukung? Nah itulah yang dialami Agita. Suatu
hari dia dan putranya, Gara mengunjungi toko mainan, sekadar untuk jalan-jalan.
Tiba-tiba Gara menunjuk ingin salah satu mainan. Tapi kala itu, harga barang
terlalu mahal. Sedang Agita kala itu belum memiliki uang lebih (hal 2).
Dengan hati-hati dia menjelaskan kepada Gara, untuk
sabar menunggu. Jika nanti dia sudah punya uang, pasti akan dibelikan. Kala itu kebetulan ada sebuah lomba
mendongeng untuk guru dengan hadiah yang lumayan. Agita yang memang gemar
menulis dan mendongeng tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia mempersiapkan
semuanya, dan berharap bisa memenangkan hadiah, agar nanti uang itu bisa
dibelikan hadiah untuk putranya. Namun manusia berencana, Tuhan-lah yang
memutuskan. Kejadian ini kemudian menyadarkan Agita arti kesabaran dan
keikhlasan, dari sikap Gara yang lebih tegar dari dirinya, yang merasa kalah.
Ada pula kisah dari Jevana Lie. Setiap ibu biasanya
ingin yang terbaik untuk anak, begitu pula dengan Jevana. Namun dia lupa,
setiap anak memiliki potensi dan tidak bisa dipaksa-paksa. Kala itu Dave, putra Jevana memasuki masa
belajar membaca dan menulis. Awalnya
Jevana membimbing dan mengajari dengan sabar. Akan tetapi, lambat laun melihat
perkembangan anaknya yang cenderung
belajar secara kinetis—dalam artian
lebih suka bergerak daripada berdiam diri, membuat Jevana kerap marah dan
emosi. Apalagi jika Dave sampai melupakan beberapa kata, Javena tidak segan
untuk memberi hukuman (hal 15).
Kejadian ini sebenarnya sungguh membuat Jevana
sedih. Apalagi jika melihat mimik ketakutan anaknya. Dia merasa seperti ibu
yang jahat. Dia pun kemudian menyusun rencana agar anaknya bisa belajar dengan
menyenangkan sesuai dengan kebiasaan Dave yang tidak pernah diam. Dan setelah
berbagai cobaan, Jevana pun akhirnya berhasil menciptakan pola belajar seuai
dengan Dave. Hingga anak itu selain semangat, dia juga jadi mudah mengingat
pelajaran.
Pengalaman itu, menyadarkan Jevana, bahwa dalam
mengasuk dan mendidik anak dia harus lebih
sabar dan rendah hati. Kerendahan hati akan membuka pintu pikiran.
Pikiran yang terbuka akan membuatnya tidak mudah menghakimi dan menyalahkan
anak dengan segela keterbatasan yang dimiliki (hal 20).
Selain dua kisah ini, 12 kisah lainnya tidak kalah
menarik dan seru. Seperti kisah Eka Nurbulan, dalam mendidik dua putrinya untuk
suka berbagi. Berbagai kejadian lucu dan haru, akan membuat kita memahami,
bahwa orangtua harus berusaha mengajarkan dan mendidkk anak menunju kebaikan.
Atau kisah Niken Purwani, yang harus mengajarkan kepada anak tentang arti
saling menghargai kelebihan dan
kekurangan orang lain. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, kecuali
Allah.
Sebuah buku yang mencerahkan dan menggetarkan.
Melalui buku ini penulis mengingatkan
bahwa mendidik anak dengan baik adalah sebuah persembahan terbaik kita kepada
Tuhan, dan setiap tetes keringat dalam upaya pendidikan itu, nilainya sama
dengan ibadah (hal 46).
Srobyong, 19 Mei 2018
Mari me-review lagi Mas :)
ReplyDeleteKeren banget ulasannya mba Ratna..Jazakillah khairan katsiran...:)
ReplyDeletesama-sama Mbak, alhamdulillah, semoga berkenan Mbak :)
Delete