Dimuat di Analisa Medan, Jumat 3 Agustus 2018
Judul :
212 Cinta Menggerakkan Segala
Penulis :
Helvy Tiana Rosa & Benny Arnas
Penerbit :
Republika
Cetakan :
Pertama, April 2018
Tebal :
x + 262 halaman
ISBN :
978-602-9474-14-5
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Aksi ini tidak ada kaitannya dengan politik. Ini
adalah bukti kecintaan kita pada Al-Quran. Bagaimana cinta karena
Allah ternyata bisa menggerakkan segala. Tentu saja dengan cara damai,
bukan kekerasan. Dengan kesadaran, bukan ikut-ikutan!”
(hal 67).
Mengambil tema tentang aksi damai 212, yang pernah
terjadi di pengunjung tahun 2016, novel ini mengisahkan salah satu kisah nyata
yang pernah terjadi dalam kejadian tersebut dengan menarik dan menghibur. Melalui novel ini kita bisa mengambil banyak
sekali pembelajaran. Di antaranya adalah bahwa Islam adalah agama yang
mencintai perdamaian. Hal itulah yang membuat salah satu rumah produksi film,
mengangkat kisah tersebut dalam layar lebar dan mengaplikasikan kisahnya dalam
bentuk novel.
Sebagaimana kita ketahui, aksi pada 2 Desember 2016
dikenal juga dengan nama Aksi Damai 212. Sebuah peristiwa luar biasa yang telah
menjadi bangian dari tonggak sejarah umat Islam di Indoensia. Pada hari itu,
diperkirakan lebih dari tujuh juta orang memenuhi kawasan Monumen Nasional (Monas) dan sekitarnya,menyatakan sikap, dan kecintaan kepada Allah dan Al-Quran (hal v).
Novel ini sendiri berkisah tentang Rahmat, salah satu jurnalis berbakat dari
koran besar di ibu kota. Akan tetapi Rahmat ini, meski seorang muslim, dia
cukup skeptis dengan Islam. Dia kerap
membuat tulisan yang mengundang amarah dengan kritikan pedasnnya terhadap
gerakan Islam. Dia meyakini bahwa aksi damai yang akan berlangsung diibukota
merupakan gerakan politik yang memanfaatkan umat Islam untuk meraih kekuasaan.
“Aksi 411 adalah bentuk baru social-movement
berbasis agama yang terjadi di negara demokrasi pluralistik yang ditunngangi
oknum politik. Masyarakat Jakarta yang plural dari segi kekuasaan, keagamaan,
dan status sosial, dipaksa menuruti kehendak mayoritas. Islam bukan lagi agama
yang menyejukkan. Aksi menuntut diseretnya orang nomor satu di ibu kota itu
justru menegaskan hal yang berseberangan dengan slogan ‘damai’ yang mereka
usung. Citra Islam menjadi anarkis. Bahkan lebih dari itu, ia menjadi alat
politik untuk memuaskan hawa nafsu oknum-oknum tertentu di panggung politik.” (hal 13).
Tulisan Rahmat mendapat banyak protes dan hujatan dari
teman-teman satu kantornya. Namun dia tetap tidak peduli dan ingin agar
tulisanya tetap naik cetak. Meskipun akhirnya berbagai hujatan semakin deras
dia terima. Bersamaan dengan itu, dia mendengar kabar bahwa ayahnya, Kiai
Zainal, yang merupakan tokoh ulama di
Ciamis, akan ikut dalam aksi damai 212.
Rahmat pun dengan berbagai cara mencoba mencegah
keinginan ayahnya. Dia tidak ingin sang ayah melakukan aksi yang sia-sia yang
hanya dimanfaatkan olek oknum tertentu.
Akan tetapi untuk membujuk ayahnya bukanlah perkara gampang. Bersama
sahabatnya, Adin, Rahmat terseret pada arus aksi damai dan menyaksikan berbagai
kejadian yang tidak mereka duga.
Membaca kisah ini, kita akan dibuat gemas oleh sikap
Rahmat yang keras kepala dan sikap skeptisnya terhadap Islam. Di sisi lain kita
akan melihat semangat juang dan keikhlasan Kiai Zainal dalam mencintai Al-Quran
dan Islam. Karena meski sudah sepuh, Kiai Zainal tetap teguh melakukan
perjalanan jalan kaki dari Ciamis ke Jakarta.
Tidak ketinggalan ada pula kekonyolan sikap Adin yang memberi warna
segar dan menimbulkan tawa dalam novel ini.
Bisa dikatakan novel ini ringan namun berbobot.
Karena dalam novel ini kita bisa mengambil banyak pembelajaran. Dimulai dari
cara bersikap terhadap orang tua, hubungan antara manusia dengan manusia juga
hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Kita juga disadarkan bahwa aksi 212 adalah
bukti bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan persatuan.
Hanya saja untuk ukuran novel yang cukup menarik
ini, masih banyak sekali kesalahan tulis dan kesalahan menyebut nama panggilan
beberapa tokoh. Hal ini cukup menganggu konsentrasi. Namun lepas dari
kekurangannya, buku ini sangat segar dibaca dan patut untuk diapresisasi.
Srobyong, 28 Juli 2018
No comments:
Post a Comment