Friday, 24 August 2018

[Resensi] Asrama Hailsham dan Kehidupan Manusia Kloning

Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 10 Agustus 2018


Judul               : Never Let Me Go
Penulis             : Kazuo Ishiguro
Penerjemah      : Gita Yulia K
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, 2017
Tebal               : 360 halaman
ISBN               : 978-979-227-493-6
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara


Novel ini ditulis oleh Kazuo Ishiguro, pemenang nobel sastra 2017. Mengambil tema tentang masalah kloning, novel ini mengajak itu menyelami kehidupan di sebuah  asrama bernama Hailsham yang terlihat menyenangkan dari luar, namun ternyata menyimpan duri yang menyakitkan. Bagaimana tidak, meskipun di sana mereka diperlakukan dengan baik; diajari seni, olahraga dan ilmu pengetahuan, anehnya mereka tidak pernah dibiarkan untuk berhubungan langsung dengan dunia di luar asrama.

“Mungkin semua ini kedengarannya konyol, tapi kau perlu ingat, bahwa bagi kami, pada tahap itu  dalam kehidupan kami, semua tempat di luar Hailsham bagaikan negeri khayal; kami hanya punya bayangan kabur tentang dunia di luar sana dan tentang apa yang mungkin dan tidak mungkin di sana.” (hal 88).

Bisa dibilang Haisham adalah tempat untuk mengisolasi para murid di asrama tersebut.  di antaranya adalah Kathy, Ruth dan Tommy.  Mereka disiapkan untuk memberikan organ-organ tubuh kepada warga yang membutuhkan yang berada di dunia luar.  Alasan kenapa mereka diperlakukan seperti itu, adalah karena mereka ternyata manusia hasil kloning. Di mana kehidupan mereka telah diatur dan dibatasi.

Melalui ingatan Kathy yang saat ini telah berusia 31, kita akan diantarkan pada kehidupan manusia-manusia kloning, dimulai dari kelahiran, masak kanak-kanak, remaja, hingga dewasa dan meninggal. Para manusia kloning memang tidak diberi kebebasan hidup. Mereka  hidup tanpa melalui fase balita.  Dan mereka tidak bisa hidup  sampai tua, selayaknya manusia biasa. Karena mereka memiliki tanggungan untuk memberikan donor tubuh kepada orang lain. Dan hal itu hanya bisa diakukan 3 sampai 4 kali. Setelah itu mereka harus merelakan nyawa.

Selain melihat kehidupan para manusia kloning, dalam novel ini, kita juga akan dihibur dengan kisah persahabatan Kathy, Ruth dan Tommy yang berujung menjadi cinta segitiga.  Meski takdir lagi-lagi membuat kehidupan mereka penuh kejutan.  Yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana akhir kisah perjalanan tiga sahabat itu serta manusia kloning lainnya?

Novel ini cukup mengundang rasa penasaran dan membuat gregetan. Ketika mendengar pertama kali kalau novel “Never Let me Go” karya Kazuo Ishiguro akan diterbitkan di Indonesia, jujur saya merasa sangat penasaran. Karena konon di tahun 2005  majalah time menjadikannya sebagai 100 novel bahasa Inggris  terbaik.

Selain itu berbagai prestasi yang telah dicapai penulis, juga menjadi daya tarik tersendiri untuk mengenal karyanya.  Namun, kalau boleh jujur ketika akhirnya membaca buku ini saya cukup bingung dengan cerita yang ingin disampikan. Dan bisa dibilang novel ini agak membosankan. Alurnya lambat dan bertele-tele.  Karena kita hanya mengikuti perjalan masa lalu hidup Kathy hingga kembali ke kehidupannya di masa kini.

Tapi bukan berarti buku ini tidak bagus. Karena saya menyadari setiap manusia memiliki selera tersendiri dalam memilih sebuah genre buku.  Jika bagi saya kurang memuaskan, namun bagi pembaca lain buku ini bisa jadi  sangat bangus. Misalnya ketika saya menengok situs goodreas—salah satu tempat khusus bagi para penikmat buku untuk melihat berbagai buku, serta tempat para penikmati buku bisa memberi peringkat buku juga review—buku ini termasuk buku yang disukai dan mendapat banyak peringkat dari pembaca. Sebagai tambahan buku ini juga sudah diangkat ke layar lebar tahun. Dan dari beberapa tanggapan pembaca dan penikmat film, versi filmnya lebih menarik dan jelas daripada versi buku.

Namun lepas dari kekurangannya, buku ini bisa menjadi pengingat bahwa manusia semestinya memiliki hati nurani dan tidak bertindak sewenang-wenang. Kecanggihan teknologi tidak seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri atau demi memuaskan kesombongan.  Kecanggihan teknologi sebaiknya dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama.

Srobyong, 21 Juli 2018

No comments:

Post a Comment