Dimuat di Jateng Pos, Minggu 15 Juli 2018
Judul :
Lafaz Cinta
Penulis :
Sinta Yudisia
Penerbit :
Pastel Books
Cetakan :
Pertama, Februari 2018
Tebal :
340 halaman
ISBN :
978-602-6716-26-2
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Buah yang baik tumbuh di cabang yang baik, cabang
yang baik tumbuh di pohon yang baik, pohon yang baik tumbuh dari akar yang
baik. Baik awalnya, baik pula akhirnya.” (hal 329).
Apa yang kita tanam
itulah nanti yang akan kita petik.Karena Allah membalas sesuai dengan apa yang
dilakukan hamba-Nya. Oleh karena itu, ada baiknya kita selalu menanam kebaikan.
Semoga dengan begitu, kebaikan pula yang akan kita petik di kemudian hari.
Tidak jauh dari masalah cinta, persahabatan, kemanusiaan, moral dan juga
peperangan, novel dengan setting Netherland ini, akan membuat kisah jatuh cinta
dengan kisahnya.
Menceritakan tentang
Seyla—gadis Indonesia yang memilih melanjutkan pendidikan ke kota Groningen,
karena terluka. Seyla terlalu sedih jika
harus mengingat pengkhianatan yang telah dilakukan Zen, kekasihnya. Dia sungguh
tidak menyangka, laki-laki yang selama ini menjadi kekasihnya, tega menikamnya
dari belakang. Dengan alasan demi berbakti kepada orangtua, Zen memutuskan
Seyla dan menikah dengan Lila.
Di kota cantik itu-lah,
Seyla berusaha menghapus lukanya. Dia ingin melupakan semua dan memulainya
dengan hal-hal yang baru. Dia menyibukkan diri dengan perkuliahannya di
Rijksuniversiteit Groningen atau lebih terkenal sebagai Academie Gebouw (hal 17),
serta menyibukkan diri dengan kerja paruh waktu dan seni. Bersama dua sahabat
barunya—Judith dan Barbara, Seyla merasa sedikit terhibur.
Namun pertahanan yang
sudah susah payah dia bangun itu, tiba-tiba luruh ketika Pangeran Karl van
Veldhuizen—putra makhota kerajaan Belanda muncul. Laki-laki itu berhasil
membuat gejolak aneh di hati Seyla. Pangeran seolah memberi perhatian lebih
pada Seyla. Mereka pernah menikmati perjalanan manis berdua, juga sering
berkirim e-mail untuk saling berdiskusi. Di sinilah masalahnya, Pangeran Karl
sudah memiliki tunangan, putri dari Belgia—Putri Constante Martina du Barry
(hal 43). Seyla merasa dilema. Di satu sisi dia menikmati kedekatannya dengan
pangeran, di sisi lain dia merasa bersalah pada Putri Constante.
Selain membahas tentang
masalah cinta Seyla yang rumit, ada pula pertemuan Seyla dengan muslimah asal
Chechnya bernama Saule. Pertemuannya
dengan Saule, membawanya pada pengalaman tidak terduga. Dari Saule dia belajar
tentang arti persahabatan, dia belajar bagaimana memaknai cinta, serta
bagaimana menjalani hidup dengan tegar. “Jangan sampai membuang-buang waktu
dengan menyesali segala yang terjadi di belakang punggungmu.”
(hal 111).
Bersama Saule pula, Seyla ikut berperan aktif dalam
masalah sosial dan kemanusian. Mereka bahu membahu mengelola lembaga yang
memberikan bantuan kepada negara-negara korban peperangan, seperti Chechnya dan
Bosnia (hal 269). Di sini dia menyadari bahwa peperangan pada akhirnya hanya
akan menimbulkan luka dan kepedihan bagi banyak pihak.
Novel ini sangat membius. Kita akan dibuat penasaran
bagaimana akhir kisah cinta Seyla. Apa yang dia lakukan dengan perasaannya?
Membiarkannya tumbuh atau menghapusnya. Di sini kita akan dikejutkan dengan
ending yang tidak terduga. Menarik dan memikat. Penulis unggul dalam
mengeksekusi setting cerita, hingga terasa sangat hidup. Gaya bahasanya
pun tidak membosankan dan renyah.
Selama membaca novel ini kita akan menemukan banyak
sekali pembelajaran hidup. Misalnya saja tentang saling menghargai perbedaan.
Hal ini nyata terjadi melihat hubungan Seyla yang bertemu banyak orang-orang
dengan adat dan budaya yang berbeda. Kemudian kita bisa belajar arti cinta yang
sesungguhnya. “Cinta bukan sekadar
bicara rasa. Tapi juga bicara tanggung jawab, dan norma.”(hal 226). Tidak
ketinggalan, melalui kisah ini, kita belajar hal-hal mendasar soal
kemanusiaan—yang terlihat dari sikap Seyla dan teman-temannya aktif membantu
korban peperangan, serta menjadi pribadi yang selalu cinta tanah air, selalu
sabar dan ikhlas ketika mendapat cobaan.
Ini adalah novel religi apik yang bahasanya tidak
menggurui. Beberapa kekurangan yang ada dalam novel ini, tidak mengurangi
keseruan cerita juga esensi yang ingin disampaikan penulis. Dengan cover yang manis, novel ini recomended
untuk dibaca.
Srobyong, 5 Mei 2018
No comments:
Post a Comment