Tuesday 7 August 2018

[Resensi] Nilai-Nilai Kehidupan dalam Sebuah Novel

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 29 Juli 2018


Judul               : Savitri dan Tujuh  Pohon Kelahiran
Penulis             : Mashdar Zainal
Penerbit           : Alvabet
Cetakan           : Pertama, Maret 2018
Tebal               : 296 halaman
ISBN               : 978-602-6577-22-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Buku ini ditulis oleh Masdhar Zainal, penulis produktif yang karya-karyanya tersebar di berbagai media, juga peraih penghargaan Acarya Sastra Badan Bahasa 2017.  Mengambil tema sederhana tentang kisah hidup sebuah keluarga, penulis berhasil mengeksekusinya dengan cara yang apik dan berbeda.  Memilih pohon sebagai salah satu subyek cerita, kita akan dihibur dengan kisah-kisah yang sarat makna kehidupan.  Menarik, menginspirasi dan patut kita jadikan bahan renungan.

“Pohon-pohon yang Bapak tanam untuk kalian itu sebuah cerminan bagi diri kalian sendiri, apa yang kalian lakukan terhadap pohon itu tak ada bedanya dengan apa yang kalian lakukan kepada diri kalian sendiri, maka dari itu, belajarlah merawat diri sendiri dengan merawat pohon-pohon itu dengan baik. Jika merawat sebatang pohon saja kalian tidak bisa, bagaimana kalian akan merawat diri kalian sendiri.” (hal 112)

Sejak kecil Syajari memiliki kebiasaan aneh. Dia sangat tertarik dengan pohon dan betah berlama-lama bermain di bawah pohon. Hal itulah yang membuatnya sering disebut  bocah pohon. Hingga dia menikah, kecintaannya pada pohon pun tidak surut. Dia berjanji jika memiliki anak, dia akan menanam sebatang pohon sebagai bukti kelahirannya.  Dan hal itu memang benar-benar dia lakukan, hingga dia memiliki tujuh anak.

Kelahiran Sumaiyah ditandai dengan adanya pohon mangga. Sumitra pohon flamboyan, Subandi  pohon asam, Sularsi  pohon sawo, Sukaisih   pohon salam, Sunardi pohon jamblang dan Sundari pohon ketapang. Tentu sebagai orangtua Syajari dan istrinya Savitri memiliki harapan agar anak-anaknya tumbuh menjadi orang yang berbakti kepada orangtua dan sukses dalam kehidupan mereka. Namun siapa yang tahu dengan takdir Tuhan? Meski terlahir dari rahim yang sama, mereka tumbuh dengan perangai dan sikap-sikap yang berbeda.  Begitu pula dengan lika-liku kehidupan setiap anak.

Sumaiyah misalnya. Dia terlahir tidak secantik adiknya-adiknya. Namun dia adalah sosok yang rajin dan bertanggung jawab. Dengan telaten dia merawat pohon mangga juga pohon-pohon milik adiknya tatkala sang adik belum bisa merawat sendiri. Tapi siapa sangka, takdir yang harus dia terima begitu kejam dan membuat pilu. Pilihan Sumaiyah pergi merantau ternyata telah membuka pintu kesedihan yang tidak terelakkan.

Sumitrah, dialah gadis yang terlahir dengan kecantikan yang memesona. Sebagaimana pohonnya yang juga selalu cantik dan memikat.  Meski agak berbeda dengan kakaknya, Sumitra juga anak yang berbakti. Akan tetapi siapa sangka, kecantikan yang dimilikinya ternyata membawa bumerang pada dirinya.  Lalu Subandi. Dialah anak lelaki pertama di keluarga itu. Sayangnya Subandi tumbuh sebagai anak yang malas dan suka membangkang. Dia tidak pernah mau merawat pohohnya dan lebih suka bermain-main.  Hingga di kemudian hari dia menyadari bahwa apa yang diajarkan bapaknya itu memiliki banyak manfaat.

Selain tiga tokoh tersebut, masing-masing tokoh memiliki kisah sendiri yang menyentuh dan penuh kejutan. Baik dalam perjuangan meraih impian, suka duka dalam mengarungi bahtera rumah tangga atau dalam menghadapi tragedi yang menimpa. Konflik yang disampaikan penulis meski sederhana, tapi mampu membius dan membuat kita penasaran dengan bagaimana akhir cerita.

Dan yang paling menyentuh dari kisah ini adalah ketika masing-masing anak mulai menjalani kehidupan sendiri. Dan rumah dengan tujuh pohon itu kini tinggal ditempati Syajari dan Savitri.  Mereka kembali dihadapkan kepada kesendirian dan kesepian. Di sini kita akan dibuat bertanya-tanya bagaimana akhir kisah dari masing-masing tokoh dan kenapa hal itu bisa terjadi. Sebuah kisah yang menghanyutkan dan menggugah pikiran.

Melalui kisah ini. Kita akan diperlihatkan dengan nilai-nilai kehidupan sebuah keluarga. Suka duka menjadi orangtua bisa kita lihat dalam potret kehidupan Savitri. Lewat kisah ini kita juga bisa belajar tentang kesabaran, keikhlasan, keteguhan, kegigihan, pantang menyerah, kasih sayang terhadap keluarga dan kampung halaman.  Dan secara tidak langsung kisah ini mengingatkan kita untuk peduli dan mencintai alam.

Diceritakan dengan lugas, memikat dan renyah, novel ini cukup menghibur. Pilihan sudut pandang orang pertama dalam bercerita dari masing-masing tokoh, membuat kisah ini sejak awal membuat penasaran. Meski masih ditemukan sedikit kesalahan tulis, hal itu tidak mengurangi esensi dan isi cerita dan muatan inspirasinya.

Srobyong, 21 Juli 2018

No comments:

Post a Comment