Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 29 Juli 2018
Judul :
Savitri dan Tujuh Pohon Kelahiran
Penulis :
Mashdar Zainal
Penerbit :
Alvabet
Cetakan :
Pertama, Maret 2018
Tebal :
296 halaman
ISBN :
978-602-6577-22-1
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Buku ini ditulis oleh Masdhar Zainal, penulis
produktif yang karya-karyanya tersebar di berbagai media, juga peraih
penghargaan Acarya Sastra Badan Bahasa 2017.
Mengambil tema sederhana tentang kisah hidup sebuah keluarga, penulis
berhasil mengeksekusinya dengan cara yang apik dan berbeda. Memilih pohon sebagai salah satu subyek
cerita, kita akan dihibur dengan kisah-kisah yang sarat makna kehidupan. Menarik, menginspirasi dan patut kita jadikan
bahan renungan.
“Pohon-pohon yang Bapak tanam untuk kalian itu
sebuah cerminan bagi diri kalian sendiri, apa yang kalian lakukan terhadap
pohon itu tak ada bedanya dengan apa yang kalian lakukan kepada diri kalian
sendiri, maka dari itu, belajarlah merawat diri sendiri dengan merawat
pohon-pohon itu dengan baik. Jika merawat sebatang pohon saja kalian tidak
bisa, bagaimana kalian akan merawat diri kalian sendiri.”
(hal 112)
Sejak kecil Syajari memiliki kebiasaan aneh. Dia
sangat tertarik dengan pohon dan betah berlama-lama bermain di bawah pohon. Hal
itulah yang membuatnya sering disebut
bocah pohon. Hingga dia menikah, kecintaannya pada pohon pun tidak
surut. Dia berjanji jika memiliki anak, dia akan menanam sebatang pohon sebagai
bukti kelahirannya. Dan hal itu memang
benar-benar dia lakukan, hingga dia memiliki tujuh anak.
Kelahiran Sumaiyah ditandai dengan adanya pohon
mangga. Sumitra pohon flamboyan, Subandi pohon asam, Sularsi pohon sawo, Sukaisih pohon
salam, Sunardi pohon jamblang dan Sundari pohon ketapang. Tentu sebagai
orangtua Syajari dan istrinya Savitri memiliki harapan agar anak-anaknya tumbuh
menjadi orang yang berbakti kepada orangtua dan sukses dalam kehidupan mereka.
Namun siapa yang tahu dengan takdir Tuhan? Meski terlahir dari rahim yang sama,
mereka tumbuh dengan perangai dan sikap-sikap yang berbeda. Begitu pula dengan lika-liku kehidupan setiap
anak.
Sumaiyah misalnya. Dia terlahir tidak secantik
adiknya-adiknya. Namun dia adalah sosok yang rajin dan bertanggung jawab.
Dengan telaten dia merawat pohon mangga juga pohon-pohon milik adiknya tatkala
sang adik belum bisa merawat sendiri. Tapi siapa sangka, takdir yang harus dia
terima begitu kejam dan membuat pilu. Pilihan Sumaiyah pergi merantau ternyata
telah membuka pintu kesedihan yang tidak terelakkan.
Sumitrah, dialah gadis yang terlahir dengan
kecantikan yang memesona. Sebagaimana pohonnya yang juga selalu cantik dan
memikat. Meski agak berbeda dengan
kakaknya, Sumitra juga anak yang berbakti. Akan tetapi siapa sangka, kecantikan
yang dimilikinya ternyata membawa bumerang pada dirinya. Lalu Subandi. Dialah anak lelaki pertama di
keluarga itu. Sayangnya Subandi tumbuh sebagai anak yang malas dan suka
membangkang. Dia tidak pernah mau merawat pohohnya dan lebih suka bermain-main. Hingga di kemudian hari dia menyadari bahwa
apa yang diajarkan bapaknya itu memiliki banyak manfaat.
Selain tiga tokoh tersebut, masing-masing tokoh
memiliki kisah sendiri yang menyentuh dan penuh kejutan. Baik dalam perjuangan
meraih impian, suka duka dalam mengarungi bahtera rumah tangga atau dalam
menghadapi tragedi yang menimpa. Konflik yang disampaikan penulis meski
sederhana, tapi mampu membius dan membuat kita penasaran dengan bagaimana akhir
cerita.
Dan yang paling menyentuh dari kisah ini adalah
ketika masing-masing anak mulai menjalani kehidupan sendiri. Dan rumah dengan
tujuh pohon itu kini tinggal ditempati Syajari dan Savitri. Mereka kembali dihadapkan kepada kesendirian
dan kesepian. Di sini kita akan dibuat bertanya-tanya bagaimana akhir kisah
dari masing-masing tokoh dan kenapa hal itu bisa terjadi. Sebuah kisah yang
menghanyutkan dan menggugah pikiran.
Melalui kisah ini. Kita akan diperlihatkan dengan
nilai-nilai kehidupan sebuah keluarga. Suka duka menjadi orangtua bisa kita
lihat dalam potret kehidupan Savitri. Lewat kisah ini kita juga bisa belajar
tentang kesabaran, keikhlasan, keteguhan, kegigihan, pantang menyerah, kasih
sayang terhadap keluarga dan kampung halaman. Dan secara tidak langsung kisah ini
mengingatkan kita untuk peduli dan mencintai alam.
Diceritakan dengan lugas, memikat dan renyah, novel
ini cukup menghibur. Pilihan sudut pandang orang pertama dalam bercerita dari
masing-masing tokoh, membuat kisah ini sejak awal membuat penasaran. Meski
masih ditemukan sedikit kesalahan tulis, hal itu tidak mengurangi esensi dan
isi cerita dan muatan inspirasinya.
No comments:
Post a Comment