Saturday, 11 August 2018

[Resensi] Upaya Penyelamatan Dunia Paralel

Dimuat di Kabar Madura, Selasa 31 Juli 2018


Judul               : Bintang
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Juni 2017
Tebal               : 392 halaman
ISBN               : 978-602-03-5117-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Semakin besar kekuasaan seseorang, maka dia cenderung semakin rakus, menginginkan kekuasaan yang lebih besar lagi. Tidak peduli jika itu mengorbankan orang banyak.” (hal 32).

Masih kelanjutan dari serial Bumi, novel ini tetap menceritakan petualangan tiga sahabat ke dunia paralel. Ada Raib, Seli dan Ali. Pada seri pertama—Bumi—mereka mengunjungi Klan Bulan, pada seri kedua—Bulan—mereka mengunjungi klan Matahari. Lalu pada seri ketiga—Matahari—mereka mengunjungi Klan Bintang. Dan di sini seri keempat—Bintang—ternyata masih berhubungan dengan Klan Bintang.  Di mana mereka akan kembali ke Klan Bintang dengan sebuah misi menyelamatkan dunia paralel.

Mereka tidak pernah menyangka, pertualangan ke Klan Bintang yang awalnya lancar-lancar saja, tiba-tiba dalam sekejap telah membawa mereka pada keadaan yang menegangkan dan penuh bahaya. Mereka sempat menjadi buronan Sekretaris Dewan Kota Zaramaras, ibu kota Klan Bintang, hingga berakhir mendengar kabar yang mengejutkan. Dewan Kota Zaramaraz ternyata punya rencana jahat atas tiga klan permukaan. Dia akan meruntuhkan pasak bumi (hal 15).

Bersama Av, Miss Selena,  serta beberapa petinggi baik dari Klan Bulan dan Klan Matahari, mereka mulai membuat rencana dan saling bekerjasama untuk menggagalkan rencana jahat tersebut. Mereka harus segera menemukan pasak bumi untuk menyegel pasak tersebut.  Dan itulah tugas yang diembankan kepada Raib, Ali dan Seli dengan pantaun Miss Selena dan beberapa panglima perang yang tangguh.

Malalui analisis yang telah dibuat Ali setelah mempelajari tentang Klan Bintang dari buku yang sempat dia ambil sebelum melarikan diri dari penjara Klan Bintang, kini mereka sudah memiliki lima lokasi yang mungkin adalah tempat pasak bumi berada.  Namun siapa sangka pencarian pasak bumi itu tidak semudah yang mereka perkirakan. Bahkan yang lebih membuat mereka sedih adalah kenyataanya bahwa dari kelima tempat yang sudah ditandai, semua bukanlah tempat yang mereka cari.

Tapi yang lebih membuat mereka terkejut adalah, keberadaan mereka sudah ditemukan Klan Bintang. Lalu bebasnya Sekretaris Dewan Kota, hingga tertangkapnya Faar—salah satu orang penting dari Kelompok Rebel yang berusaha memberontak dari kekejaman pemerintah. Demokrasi yang digembar-gemborkan perintah hanyalah alat pembenaran, legalisasi kejahatan terorganisir Dewan Kota (hal 273).

Keadaan pun semakin kacau. Selain harus segera menemukan pasak bumi, mereka juga harus dihadapkan dalam peperangan bersama Sekretaris Dewan Kota. Di sinilah sebuah kenyataan tidak terungkap dan membuat semua orang terkejut. Tentang lokasi sebenarnya pasak bumi dan dampak apa yang terjadi jika mereka menyegel pasak bumi. Sosok yang selama ini telah tersegel memiliki kemungkinan untuk keluar dan bahkan mungkin bisa membaca bencana lebih besar. Raib, Seli dan Ali harus memilih.

Buku yang menarik dan mendebarkan. Kisah ini membuat kita seperti ikut masuk dalam petualangan Raib, Seli dan Ali. Dari segi bercerita buku ini memang sangat hidup. Setting-nya pun tidak berasa tempelen. Dan keunggulan lain dari novel ini itu, berbeda dari seri sebelumnya, akhir kisah ini akan membuka rasa penasaran pembaca untuk seri selanjutnya.  Meski memang ada beberapa bagian yang terasa monoton—karena beberapa adegan pulang pergi yang terus berulang, namun hal itu tetap tidak mengurangi keseruan kisah ini.

Dan khas dari penulis yang sudah menelurkan banyak buku best seller ini, banyak kutipan inspiratif yang bisa kita teladani.  Dari novel ini kita bisa belajar tentang keberanian dan ajakan untuk tidak mudah putus asa. Bahwa selalu ada jalan untuk mencapai apa yang kita harapkan. Selain itu dalam hal ini penulis mencoba menunjukkan bahwa kebatilan pada akhirnya akan merugikan diri sendiri dan bisa dikalahkan dengan kebaikan.

“Prasangka buruk dan kebencian adalah pematik yang amat efektif membuat orang-orang cemas.” (hal 273-274).

Srobyong, 2 Maret 2018

2 comments: