Dimuat di Kabar Madura, Selasa 31 Juli 2018
Judul :
Bintang
Penulis :
Tere Liye
Penerbit :
Gramedia
Cetakan :
Pertama, Juni 2017
Tebal :
392 halaman
ISBN :
978-602-03-5117-9
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Semakin besar kekuasaan seseorang, maka dia
cenderung semakin rakus, menginginkan kekuasaan yang lebih besar lagi. Tidak
peduli jika itu mengorbankan orang banyak.” (hal 32).
Masih kelanjutan dari serial Bumi, novel ini tetap
menceritakan petualangan tiga sahabat ke dunia paralel. Ada Raib, Seli dan Ali.
Pada seri pertama—Bumi—mereka mengunjungi Klan Bulan, pada seri
kedua—Bulan—mereka mengunjungi klan Matahari. Lalu pada seri
ketiga—Matahari—mereka mengunjungi Klan Bintang. Dan di sini seri
keempat—Bintang—ternyata masih berhubungan dengan Klan Bintang. Di mana mereka akan kembali ke Klan Bintang
dengan sebuah misi menyelamatkan dunia paralel.
Mereka tidak pernah menyangka, pertualangan ke Klan
Bintang yang awalnya lancar-lancar saja, tiba-tiba dalam sekejap telah membawa
mereka pada keadaan yang menegangkan dan penuh bahaya. Mereka sempat menjadi
buronan Sekretaris Dewan Kota Zaramaras, ibu kota Klan Bintang, hingga berakhir
mendengar kabar yang mengejutkan. Dewan Kota Zaramaraz ternyata punya rencana
jahat atas tiga klan permukaan. Dia akan meruntuhkan pasak bumi (hal 15).
Bersama Av, Miss Selena, serta beberapa petinggi baik dari Klan Bulan
dan Klan Matahari, mereka mulai membuat rencana dan saling bekerjasama untuk
menggagalkan rencana jahat tersebut. Mereka harus segera menemukan pasak bumi
untuk menyegel pasak tersebut. Dan
itulah tugas yang diembankan kepada Raib, Ali dan Seli dengan pantaun Miss
Selena dan beberapa panglima perang yang tangguh.
Malalui analisis yang telah dibuat Ali setelah
mempelajari tentang Klan Bintang dari buku yang sempat dia ambil sebelum
melarikan diri dari penjara Klan Bintang, kini mereka sudah memiliki lima
lokasi yang mungkin adalah tempat pasak bumi berada. Namun siapa sangka pencarian pasak bumi itu
tidak semudah yang mereka perkirakan. Bahkan yang lebih membuat mereka sedih
adalah kenyataanya bahwa dari kelima tempat yang sudah ditandai, semua bukanlah
tempat yang mereka cari.
Tapi yang lebih membuat mereka terkejut adalah,
keberadaan mereka sudah ditemukan Klan Bintang. Lalu bebasnya Sekretaris Dewan
Kota, hingga tertangkapnya Faar—salah satu orang penting dari Kelompok Rebel
yang berusaha memberontak dari kekejaman pemerintah. Demokrasi yang
digembar-gemborkan perintah hanyalah alat pembenaran, legalisasi kejahatan
terorganisir Dewan Kota (hal 273).
Keadaan pun semakin kacau. Selain harus segera
menemukan pasak bumi, mereka juga harus dihadapkan dalam peperangan bersama
Sekretaris Dewan Kota. Di sinilah sebuah kenyataan tidak terungkap dan membuat
semua orang terkejut. Tentang lokasi sebenarnya pasak bumi dan dampak apa yang
terjadi jika mereka menyegel pasak bumi. Sosok yang selama ini telah tersegel
memiliki kemungkinan untuk keluar dan bahkan mungkin bisa membaca bencana lebih
besar. Raib, Seli dan Ali harus memilih.
Buku yang menarik dan mendebarkan. Kisah ini membuat
kita seperti ikut masuk dalam petualangan Raib, Seli dan Ali. Dari segi
bercerita buku ini memang sangat hidup. Setting-nya pun tidak berasa
tempelen. Dan keunggulan lain dari novel ini itu, berbeda dari seri sebelumnya,
akhir kisah ini akan membuka rasa penasaran pembaca untuk seri selanjutnya. Meski memang ada beberapa bagian yang terasa
monoton—karena beberapa adegan pulang pergi yang terus berulang, namun hal itu
tetap tidak mengurangi keseruan kisah ini.
Dan khas dari penulis yang sudah menelurkan banyak
buku best seller ini, banyak kutipan inspiratif yang bisa kita
teladani. Dari novel ini kita bisa
belajar tentang keberanian dan ajakan untuk tidak mudah putus asa. Bahwa selalu
ada jalan untuk mencapai apa yang kita harapkan. Selain itu dalam hal ini
penulis mencoba menunjukkan bahwa kebatilan pada akhirnya akan merugikan diri
sendiri dan bisa dikalahkan dengan kebaikan.
“Prasangka buruk dan kebencian adalah pematik yang
amat efektif membuat orang-orang cemas.” (hal 273-274).
Srobyong, 2 Maret 2018
Kalau tere liye, nggak ragu dah
ReplyDeleteIya bener banget
Delete