Judul : Sang Guru; Novel
Biografi Ki Hajar Dewantara
Penulis : Haidar Musyafa
Penerbit : Penerbit Imania
Cetakan : 1, November 2015
Halaman : 420 hlm
ISBN :978-602-7926-24-0
Peresensi : [Ratnani Latifah, Alumni
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara]
Ini naskah asli sebelum di edit redaktur,
Raden Mas Seowardi atau yang lebih dikenal
dengan nama Ki Hajar Dewantara adalah satu dari Pahlawan Nasional yang ikut
berjuang keras demi kemajuan bangsa Indonesia. Khususnya dalam kancah
pendidikan. Menurutnya pendidikan itu sangat penting dalam kehidupan semua
orang.
Karena itu, dia berjuang
keras agar para inlander juga bisa mendapat pendidikan yang layak. Dan untuk
menghormati perjuangannya bertepatan dengan kelahiran Ki Hajar Dewantara—2 Mei
diperingati sebagai ‘Hari Pendidikan Nasional.’
Sejak kecil Ki Hajar Dewantara dididik dengan pendidikan agama olah
orangtuanya. Bahwa sesama manusia itu memiliki kedudukan yang sama, yang
membedakan hanyalah iman dan takwa dihadapan Tuhan. (hal. 36) Inilah yang membuat Ki Hajar
Dewantara tidak pernah membeda-bedakan kasta dalam menjalin pertemanan. Selain itu sejak kecil ternyata dia sudah
sangat peduli dengan pendidikan.
Melihat banyak teman-temannya dari inlander yang tidak bisa menuntut
ilmu membuatnya sedih dan bertekad berbagi ilmu pada mereka.
Sejak saat itulah Ki Hajar Dewantara memiliki impian dan cita-cita agar
kelak bisa membangun sekolahan. (hal. 61)
Namun sebelum benar-benar terjun pada kancah pendidikan, Ki Hajar
Dewantara pernah berjuang dibidang politik. Bersama Douwes Dekker
dan Tjipto Mangoenkoesoemo mereka mendirikan IP (Indische Partij)
yang pada perkembangannya menjadi NIP (National Indische Partij). Selain perjuang pada bidang politik, Ki Hajar
Dewantara juga aktif dalam dunia
jurnalistik. Banyak tulisan-tulisannya yang mengecam ketidakadilan yang
dilakukan Governemen Hindia Belanda dimuat di
surat kabar.
Baru pada 1921 Ki Hajar Dewantara memutuskan keluar dari NIP dan
memilih fokus berjuang pada pendidikan. (hal. 241) Dia memilih membantu kakaknya, Kangmas
Soerjopranoto yang saat itu sedang merintis taman belajar bagi anak-anak di
istana Kadipaten Puro Pakualam.
Lalu berjalannya waktu, Ki Hajar Dewantara ingin membuka sekolah
sendiri yang sesuai dengan keinginan dan impian yang dimiliki. Yaitu
menjalankan sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak-anak inlander
saat itu. Agar kelak mereka menjadi manusia-manusia yang mandiri, cerdas,
cermat, serta menjadi pribadi yang handal secara lahir dan batin. (hal. 260)
Maka pada tanggal 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara berhasil
mendirikan sekolah sendiri, yang diberi nama “National Onderwijs Instituut
Tamansiswa” dengan memiliki tujuh asas dan tujuan. (hal. 266-267) Untuk
mengenang peristiwa itu, Ki Hajar Dewantara membuat tetenger—pertanda
yang berbunyi. “Lawan sastra Ngesti Mulyo.” Artinya “Dengan menguasai
ilmu akan mendatangkan kemuliaan, dan melawan segala bentuk kebiadaban.” (hal.
268) Ki Hajar Dewanatara juga berpendapat, “bahwa pendidikan merupakan
sarana yang paling utama untuk membebaskan negeri kita dari kebodohan.”(hal. 278)
Dalam menerapkan sistem pendidikan, Ki Hajar Dewantara meyakini, kalau
pendidikan itu tidak boleh diberikan dengan paksaan. Tapi dengan sikap penuh
kasih sayang, cinta damai, penuh kejujuran dan sopan santun. (hal. 287) Peserta didik harus ditempatkan sebagai subjek
bukan objek, sehingga bisa seenaknya dipaksa dengan berbagai aturan.
Para peserta didik harus diberi ruang seluas-luasnya untuk
meningkatkan potensi diri dengan cara kreatif dan bertanggungjawab sesuai
dengan kemampuan masing-masing peserta didik.
Karena itu, Ki Hajar Dewantara menerapkan tiga semboyan dalam
pendidikan di sekolah Tamansiswa; Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun
Karsa dan Tut Wuri Handayani. (hal. 288)
Selain mengembangkan daya pikir dan nalar, Ki Hajar Dewantara juga
menekankan pendidikan budi pekerti. Agar karakter anak dapat terbentuk secara
baik dan tumbuh berkembang menjadi manusia yang memiliki budi pekerti yang
mulia. Ki Hajar Dewantara benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk
memperjuangkan pendidikan. Perjuangan yang dlakukan Ki Hajar Dewantara terus
berlanjut bahkan ketika kemerdekaan Indonesia sudah tercapai.
Sebuah novel biografi yang sarat makna dan inspiratif. Dipaparkan
dengan bahasa yang mudah dicerna. Buku ini patut dibaca semua kalangan. Kisah
tokoh yang yang disebut sebagai bapak pendidikan nasioanl ini, mengajarkan tentang
arti pendidikan yang memang bisa mengubah suatu dunia dengan kepandaian yang
dimiliki. Meski ada beberapa kesalahan kepenulisan tetap tidak mengurangi
kenikmatan membaca buku ini.
Srobyong, 29 April 2016
Dimuat di Koran Jakarta, Edisi; Senin, 2 Mei 2016 |
Kalau mau baca setelah di editi, bisa cek di sini Korjak [Pemikiran dan Perjuangan Pahlawan Pendidikan]
No comments:
Post a Comment