Thursday 4 October 2018

[Resensi] Meraih Kesuksesan dengan Menerapkan Ikigai

Dimuat di Koran Jakarta  Rabu, 5 September 2018


Judul               : The Book of Ikigai
Penulis             : Ken Mogi, Ph.D.
Penerjemah      : Nuraini Matsura
Penerbit           : Noura Books
Cetakan           : Pertama, Juni 2018
Tebal               : 200 halaman
ISBN               : 978-602-385-415-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara


Salah satu cara agar kita bisa meraih kesuksesan adalah dengan menerapkan ikigai dalam kehidupan sehari-hari.  Ikigai sendiri adalah istilah Jepang untuk menjelaskan kesenangan dan makna kehidupan. Secara sederhana ikigai adalah filosofi Jepang yang memberikan motivasi, semangat, gairah dan tujuan untuk menjalani hidup. Di mana dengan ikigai, kita bisa menjalani hidup yang lebih menyenangkan, bisa terhindari dari stres bahkan kita bisa meraih kesuksesan.

Dengan penjelasan yang terperinci dan mudah dipahami, Ken Mogi  dengan bukunya,  The Book of Ikigai mencoba menunjukkan tentang peran penting ikigai dalam meraih kesuksesan, dan kisah-kisah inspiratif pelaku ikigai yang patut kita teladani. Dijelaskan pula lima pilar yang harus kita lakukan ketika ingin menerapkan ikigai agar kita sukses.  

Pertama, mengawali dengan hal yang kecil.  Misalnya kebiasaan bangun pagi. Disadari atau tidak kebiasaan bangun pagi akan membuat kita selangkah lebih depan dari pada orang-orang yang terbiasa bangun siang. Sebagaimana yang dilakukan oleh Jiro Ono, pemilik Sukibayasi Jiro, restoran sushi. Dia selalu bangun pagi agar bisa pergi ke pasar untuk mendapatkan ikan terbaik. Dia juga tidak segan untuk memijit daging gurita selama satu jam, agar hasilnya lebih lezat. Dia juga tidak segan  membersihkan sisik dan usus ikan demi menghasilkan sushi yang nikmat (hal 7).

Kebiasaan sederhana itu, merupakan salah satu kunci sukses yang mengangtarkan Jiro  Ono, sebagai  chef bintang-tiga-Michelin dan restorannya menjadi yang terbaik di dunia. Ada pula Hiroki Fujita, yang berdagang tuna di pasar ikan Tsukiji yang terkenal di Tokyo.  Dia selalu bangun pagi agar bisa memperoleh tuna terbaik. Fujita menyadari  seni memilih tuna itu sangat rumit. Jika dia bangun terlambat, bisa jadi dia tidak akan mendapatkan tuna terbaik, dan tidak memperoleh keuntungan.  Di Jepang sendiri kebiasaan bangun pagi memang sudah menjadi kebiasaan sejak masa era Edo (1603-1868) ketika Jepang diperintah oleh  Keshogunan Tokugawa. Di mana hal ini dilakukan demi meraih kesuksesan dalam bidang pertanian (hal 27).

Kedua, membebaskan diri sendiri.  Artinya kita tidak memedulikan definisi sosial, baik masalah pangkat atau profesi. Menurut Mihaly Csikzentmihalyi, seorang psikolog Amerika kelahiran Hungaria, membebaskan diri sendiri berarti kita berada pada  kondisi flow (mengalir). Di mana kita tidak memerlukan pengakuan  untuk hasil kerja atau upaya yang telah kita lakukan. Kita larut dalam aktivitas  sehingga rasanya tidak ada yang lebih penting (hal 78).

Seperti  Sei Shinagon yang nyaris tidak  pernah merujuk posisinya di masyarakat dalam keseluruhan The Pillow Book. Padahal dia merupakan penulis cerita film-tersebut.  Hal itu juga berlaku bagi Jiro Ono, yang tidak memedulikan posisinya sebagai seorang chef hebat. Baginya yang terpenting adalah selalu menghasilkan sushi terbaik, agar siapa saja yang menikmatinya bisa merasakan kenikmatan dan kelezatannya.

Ketiga, keselarasan dan kesinambungan.  Yaitu kita bisa menyesuaikan diri dalam berbagai lingkungan masyarakat dan siap untuk melanjutkan kebiasaan yang sudah ada tersebut. Mengingat di Jepang memang kaya akan adat dan budaya. Seperti kebiasan dalam minum teh juga olahraga sumo. Keselarasan dan kesinambungan merupakan etos  terpenting dan unik  dari cara berpikir masyarakat Jepang.

Sikap inilah yang dipertahankan Ono dalam menjalankan restorannya. Dia melestarikan salah satu makanan khas di Jepang dengan sushinya. Dia berusaha menghasilkan sushi terbaik agar siapa saja yang menikmatinya merasa senang dan puas. Dia mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, hingga masih bertahan hingga sekarang. Karena hal itu pula-lah Jiro Ono berhasil meraih kesuksesan.

Selain tiga pilar tersebut masih ada dua pilar lagi yaitu kegembiraaan dari hal-hal kecil dan hadir di tempat dan waktu sekarang. Semuanya saling melengkapi dan jika kita menerapkannya maka kita pun bisa meraih kesuksesan. Dan kita tidak perlu khawatir ikigai ini bukan hanya bisa dimiliki oleh orang Jepang. Karena setiap manusia juga bisa memiliki ikigai sendiri.  Secara keseluruhan buku ini mengajarkan kita untuk  menerima diri sendiri dalam melakukan sebuah pekerjaan.

“Rahasia terbesar ikigai adalah menerima diri sendiri, apa pun ciri-ciri unik yang mungkin kita miliki semenjak lahir.” (hal 183).

Srobyong, 24 Agustus 2018

No comments:

Post a Comment