Wednesday 3 October 2018

[Resensi] Kisah Oedipus dan Kehidupan Seorang Penggali Sumur

Dimuat di Kabar Madura, Kamis 30 Agustus 2018

Judul               : The Red-Haired Woman
Penulis             : Orhan Pamuk
Penerjemah      : Rahmani Astuti
Penerbit           : Bentang Pustaka
Cetakan           : Pertama, Febaruari 2018
Tebal               :  viii + 344 halaman
ISBN               : 978-602-291-449-5
Persensi           : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara

Memadukan kisah antara mitologi Oedipus Rex dan Hikayat Rostam dan Sohram, Pamuk menggambarkan kisah hubungan antara seorang ayah dan  anak, serta berbagai permasalahan pelik tentang negara dan kebebasan individu.  Dengan bahasa yang sederhana, kita akan digiring dengan kisah yang mendebarkan. Membuat kita tidak bisa berhenti sampai halaman buku ini habis.

Cem pada mulanya memiliki cita-cita menjadi penulis.  Namun karena satu  lain hal, Cem kemudian malah belajar  teknik geologi dan menjadi kontraktor bangunan. Semua dimulai ketika ayahnya tiba-tiba menghilang, dan ibunya berkata mereka sudah tidak bisa mengandalkan uang ayahnya. Mereka pun  pindah dari Istanbul ke Gebze.  Di sana Cem bekerja, membantu pamannya menjaga kebuh buah ceri dan persik (hal 9).

Kepindahannya itu-lah yang membuka pertemuan antara Cem dan Tuan Mahmut, seorang pengggali sumur. Cem ditawari Tuan Mahmut untuk menjadi asistennya, dengan tawaran gaji empat kali lebih banyak  daripada menjadi pengawas kebun buah. Dan pekerjaan itu hanya memerlukan waktu sepuluh hari. Mendengar tawaran itu, tentu saja Cem langsung tertarik. Meski awalnya sang ibu menolak gagasan Cem, pada akhirnya dia diizinkan pergi dengan Tuan Mahmut.

Di tempat penggalian sumur itu-lah, sebuah kisah tidak terduga terjadi dan kemudian merubah kehidupan Cem. Banyak menghabiskan waktu dengan Tuah Mahmut, membuat dia merasakan emosi yang lebih dekat dengan pria itu—laiknya seorang ayah dan anak.  Apalagi Cem memang merasa kurang dapat perhatian dari ayahnya di kala dulu. Tuan Mahmut memiliki cara tersendiri dalam mengingatkan Cem. Di antaranya dengan kisah-kisah yang diambil dari Al-Quran. Cem cukup menikmati semua kedekatan itu. Hingga suatu hari Cem melihat seorang wanita berambut merah—wanita yang ternyata memiliki sejarah panjang dengan kehidupan Cem.

Sejak melihat Cem yang memiliki ketertarikan pada primadona teater keliling,  sebenarnya Tuan Mahmut sudah memberikan nasihat.  “Perusak akhlak itu sudah ada di sana sejak kita datang di sini. Yang mereka lakukan hanya menari dengan menggoda dan mengucapkan lelucon-lelucon kotor untuk para prajurit. Itu tidak ada bedanya dengan rumah bordil. Jangan dekari tempat itu!” (hal 57).

Namun bukannya menurut, Cem malah semakin penasaran. Diam-diam dia kerap mengikuti perempuan berambut merah. Apalagi perempuan yang meskipun sudah memiliki suami itu nampak membuka jalan bagi Cem untuk mendekat. Lalu sebuah masalah lain muncul. Penggalian sumur yang dia lakukan dengan Tuah Mahmut ternyata belum membuahkan hasil. Dan pemilik tanah sudah semakin mendesak. Jika air tidak segera muncul mereka harus segera pergi dan bonus yang dijanjikan tidak akan diberikan. Kecuali air itu muncul.

Lalu kejadian tidak terduga muncul, membuatCem memilih pergi dengan ketakutan, karena mengira telah melakukan pembunuhan terhadap Tuan Mahmut. Dan sejak itu pula, Cem tertarik untuk  belajar teknik geologi dan mendalami kisah tentang Oedipus serta Kisah Rostam dan Sohrab—di mana berkisah tentang hubungan seorang ayah dan anak dengan nasib tragis. Cem benar-benar takut dia telah melakukan sesuatu yang kejam.

Cem hidup dalam ketakutan, mungkin suatu hari perbuatannya akan terungkap dan dia akan ditangkap karena telah membunuh Tuan Mahmut. Mungkin nasibnya akan sama seperti kisah-kisah yang pernah dia dengar—tentang Oedipus dan Kisah Rostam dan Sohrab—meski dalam versi berbeda.  Dan ketakutannya semakin memuncak, ketika tiba-tiba muncul seseorang yang mengaku sebagai anaknya.

Orhan Pamuk novelis Turki terkemuka dalam sastra pascamodern, sukses membuat kisah ini benar-benar hidup. Kisah ini dikemas dengan apik dan menarik. Kita akan dibuat menebak-nebak, apa hubungan antara Oedipus, Kisah Rostam dan Sohrab dengan kehidupan Cem.  Selain itu kita harus menebak-nebak bagaimana nasib Cem, juga bagaimana nasib Tuan Mahmut yang sebenarnya.

Tidak hanya menggabungkan kisah klasik masa lalu,  kita juga diantarkan pada polemik politik yang cukup pelik di Turki di masa itu—tentang hak setiap individu dalam berpendapat dan menentukan pilihan, juga tentang kelompok sayap kiri. Membaca kisah ini saya belajar bahwa masalah itu bukan untuk dihindari tapi dihadapi.

Srobyong, 30 Maret 2018

No comments:

Post a Comment