Dimuat di Tribun Jateng, Minggu 2 September 2018
Judul : Ziarah
Penulis : Iwan Simatupang
Penerbit : Noura Books
Cetakan : Pertama, September 2017
Tebal : 224 halaman
ISBN : 978-602-385-334-2
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Ini merupakan naskah asli ketika mengirim, sebelum dipotong oleh redaksi dan dimuat :)
Novel ini merupakan peraih Roman ASEAN Terbaik 1977.
Dengan tema yang sederhana dia mampu menghasilkan sebuah kisah yang tidak
biasa. Ziarah yang kita ketahui memiliki hubungan erat dengan kebiasaan kita
untuk mengunjungi makam—baik makam keluarga, tokoh agama. Di mana tujuan
kunjungan itu adalah untuk mendoakan dan
memohon berkah pada tokoh-tokoh agama. selain itu ziarah juga salah satu hal
yang mengingatkan kita bahwa pada akhirnya nanti kita juga akan mati. Untuk
itulah kita memerlukan perisapan dan bekal yang cukup untuk menghadap Tuhan.
Namun dalam novel ini ziarah memiliki makna yang
lebih mendalam dan tidak biasa. Belum
lagi dalam novel ini penulis tidak memberikan nama-nama tokoh, secara
gamblang. Sehingga kita harus siap untuk
berpikir lebih dalam untuk memahami apa yang ingin disampaikan penulis lewat
kisah ini.
Sejak kematian istrinya, mantan pelukis itu menjadi
sosok yang berbeda. Di pagi hari dia
akan ceria layaknya manusia normal. Dia
bekerja dengan rajin, mengecat dan mengapur rumah, atau bekerja
serabutan lainnya. Yang terpenting dia tidak diminta untuk menggali kuburan.
Itu adalah jenis pekerjaan yang sangat dia hindari. Sedang di malam hari, dia akan menghabiskan
uangnya untuk membeli tuak. Dia akan meminumnya hingga mabuk, lalu berteriak
memanggil nama istrinya, dan Tuhan sambil menangis. Namun tidak lama kemudian
dia akan tertawa keras (hal 14).
Padahal sebelum istrinya meninggal, dia adalah
seorang pelukis yang sangat berbakat dan mempunyai masa depan cerah. Tersebab kematian istrinya, dia meninggalkan
pekerjaan itu dan mengubur semua lukisannya. Dia menyatakan bahwa dirinya tidak
berbakat pada bidang lukisan.
Namun suatu hari, seorang opseter datang dan
mengajak si mantan pelukis untuk bekerja padanya. Dia meminta si mantan pelukis
untuk mengapur seluruh tembok luar perkuburan kotapraja, yang tanpa dinyana
langsung disetujui si mantan pelukis. Dan inilah awal mula perubahan sikap si
mantan pelukis setelah ditinggal mati istrinya. Dia tidak lagi berteriak sambil
menangis atau tertawa. Tapi dia mulai bersikap sopan, yang membuat semua orang
bingung. Tidak hanya itu si mantan
pelukis ini juga berhasil membuat wali kota kebingungan dan banyak berbagai kejadian ajaib yang terjadi
karena si mantan pelukis, yang membuat warga geger.
Membaca novel ini saya seperti masuk pada labirin
panjang, dan tidak tahu kapan bisa keluar.
Ketika saya membaca ulasan dari para penikmat buku, mereka dominan
mengatakan bahwa buku ini bagus dan menarik untuk dibaca. Hal itu pula yang
melatar belakangi saya untuk membeli buku ini. Di sisi lain saya juga penasaran
dengan judul novel “Ziarah” yang sangat menggelitik tersebut. Akan tetapi saya
cukup kaget, ketika apa yang saya bayangkan tidak sesuai dengan isi dari novel
ini. Mungkin hal ini dikembalikan
kepada masalah selera masing-masing pembaca. Saya sendiri, merasa buku ini agak
berat dan perlu pendalaman yang lebih untuk memahami keseluruhan kisah.
Namun lepas
dari masa itu, saya cukup terhibur dengan kisah ini. Ada bagian yang
lucu, ada juga bagian yang bikin tegang. Saya menikmati sindiran halus tentang
masalah tata negara dan bagaimana ambisi seseorang untuk meraih kedudukan juga
bisa kita temukan di dalam novel ini.
Melalui kisah ini penulis juga mengkritisi cara berpikir kebanyakan
manusia yang hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja. Misalnya saja tentang
calon sarjana filsafat dan merupakan
anak orang yang ingin jadi opseter penjaga kuburan atau pilihan si mantan
pelukis yang ingin bunuh diri dan banyak kejadian lain dalam novel ini.
Tidak ketinggalan melalui novel ini kita diajak
untuk siap menerima segala takdir Tuhan dan ikhlas menerika kematian yang bisa
datang sewaktu-waktu. Karena kematian
mutlak akan terjadi pada manusia. Dan
ziarah adalah jalan perenungan. Ke mana pun langkah kita teriring, kita telah
melakukan ziarah.
Srobyong, 26 Agustus
2018
No comments:
Post a Comment