Tuesday, 17 April 2018

[Resensi] Guru Harus Bertanggung Jawab

Dimuat di Koran Pantura, Selasa 3 April 


Judul               : Fighting, Son Seng Nim!
Penulis             : Nuraisah H
Penerbit           : Indiva
Cetakan           : Pertama, September 2016
Tebal               : 392 halaman
ISBN               : 978-602-1614-50-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara

“Tugas guru bukan hanya mengajar target lesson plan, tapi juga mendidik. Kalau tugas guru hanya mengajar, seharusnya kita merasa malu saat menerima gaji.” (hal 166).

Novel ini berkisah tentang Fatimah, seorang guru bahasa Inggris di  Taman Pendidikan—TK Korea—Little Lolita.  Dalam menjalani profesinya ini, Fatimah  selain ditantang untuk menjadi seorang guru yang bertanggung jawab, dia juga harus  hidup dalam lingkungan baru, serta harus berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda agama, rasa dan budaya.

Setelah lima tahun mengajar di Little Lolita di  sekolah pusat—Jakarta,  tiba-tiba Fatimah ditempatkan di sekolah cabang yang terletak di Tangerang. Berita itu tentu saja langsung membuat Fatimah kecewa dan marah. Kenapa dia harus dipindah tugaskan? Kenapa bukan guru bahasa Inggris lainnya?  Namun pada akhirnya Fatimah mengikuti kebijakan pemindahan tersebut. Meski itu berarti, dia harus bespisah dari sahabatanya—Esti, juga jauh dari pacaranya, Angga.

Dan di sinilah tantangan sebenarnya yang harus Fatimah hadapi ketika menjadi guru. Di cabang Little Lolita di Tangerang, Fatimah memiliki satu murid bernama Lee Soh Rim,  yang selalu merasa rendah diri. Gadis kecil berusia enam tahun itu tidak seperti Jun Do  Won, Moon Hee Jin atau Lee Seung Hun yang selalu aktif dan tidak pemalu.  Belum lagi Jun Do Won entah kenapa selalu suka menganggu dan mengejek Lee Soh Rim yang sudah tidak memiliki ibu.

Memang sejak orangtuanya berpisah Soh Rim kurang mendapat kasih sayang. Ibunya lebih fokus mengejar karir, sedangkan ayahnya juga sibuk berbisnis. Sang nenek yang dititipi pun tidak kalah sibuk. Jadi sehari-hari Soh Rim lebih banyak mengahabiskana waktu dengan pengasuhnya. Padahal bagi anak korban perceraian, perhatian orangtua itu sangat diperlukan. Berbekal sebuah nomor yang tidak sengaja dia temukan di buku Soh Rim, Fatimah mencoba menghubungi  Lee Jun Ho, ayah Soh Rim agar mengetahui keadaan putrinya. Berhasilkan usaha Fatimah?

Namun di sisi lain sikap Fatimah yang terlihat lebih memerhatikan Soh Rim ini malah menjadi masalah.  “Ketika kebanyakan orang tua berpikir untuk memanjakan, guru tetap harus berpikir mendidik, menjadikan murid-murid lebih baik dalam pengetahuan dan karakter.” (hal 162).  Salah satu orangtua wali murid—ibu Jud Do Won, meminta penjelasan kenapa Fatimah melakukan itu.

“Saya memang memperlakukan  tiap anak berbeda, Mam. Maksud saya, setiap anak kan memiliki karakter yang berbeda-beda. Jadi saya memberikan perhatian dan cinta seperti yang mereka ingin dapatkan. Karena memang tidak mungkin memperlakukan anak-anak dengan cara yang sama. Karena mereka bukan robot. Mereka memiliki karakter yang harus dijag. Dan tugas guru adalah membimbing karakter itu agar tetap baik.” (hal 162-163).

Lepas dari masalah Soh Rim, Fatimah juga harus menghadapi kenyataan tentang kekasihnya, Angga yang tidak kunjung sepakat dalam hubungan mereka. Di mana Angga yang katanya siap berpindah agama agar bisa menikahinya, ternyata tidak pernah mau mencoba mengenal Islam lebih dekat. Keraguan pun mulai menghinggapi benak Fatimah.  Beruntung Fatimah memiliki teman-teman yang baik hati. Meski Anna berbeda agama dengan dirinya, Anna selalu menghargai dan peduli padanya. Begitu pula Lee Mi Yeon. Mereka adalah sahabat dan keluarga yang saling menguatkan.

Berbagai cobaan hidup kemudian membuat Fatimah lebih dekat kepada Allah. Dia kemudian memilih mundur dan melepas Angga. Selain itu Fatimah  memutuskan  memakai jilbab. Ini adalah keputusan besar, karena itu berarti Fatimah harus siap dengan segala konsekuensinya. Salah satunya adalah keluar dari Little Lolita.  Mengingat kebanyakan orangtua murid tidak setuju jika ada guru yang membawa identitas agama di sekolah (hal 315). 

Sebuah buku yang menarik. Di sini kita diingatkan tentang tugas pendidik yang sebenarnya. Bahwa guru bukan hanya bertugas mengajar saja, tapi juga harus mendalami karakter anak dengan baik. Selain itu kita juga diingatkan untuk saling menghormati dan menghargai antara sesama, meski berbeda agama, rasa dan budaya.

Hanya saja dalam buku ini masih saya temukan beberapa kesalahan tulis dan sedikit logika yang kurang pas. Namun lepas dari kekurangannya, buku ini sangat menginspirasi.

Srobyong, 7 Oktober 2017 

2 comments:

  1. wih, hebat sudah sering masuk ke media massa tulisannya. pembawannya juga ringan dan gurih, jadi seneng bacanya.... Like it much...! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir di blog saya dan membaca tulisan saya Mas ^_^

      Delete