Dimuat di Koran Pantura, Selasa 3 April
Judul : Fighting, Son Seng Nim!
Penulis : Nuraisah H
Penerbit : Indiva
Cetakan : Pertama, September 2016
Tebal : 392 halaman
ISBN :
978-602-1614-50-1
“Tugas guru bukan hanya mengajar
target lesson plan, tapi juga mendidik. Kalau tugas guru hanya mengajar,
seharusnya kita merasa malu saat menerima gaji.” (hal 166).
Novel ini berkisah tentang Fatimah, seorang
guru bahasa Inggris di Taman Pendidikan—TK
Korea—Little Lolita. Dalam menjalani
profesinya ini, Fatimah selain ditantang
untuk menjadi seorang guru yang bertanggung jawab, dia juga harus hidup dalam lingkungan baru, serta harus
berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda agama, rasa dan budaya.
Setelah lima tahun mengajar di
Little Lolita di sekolah
pusat—Jakarta, tiba-tiba Fatimah
ditempatkan di sekolah cabang yang terletak di Tangerang. Berita itu tentu saja
langsung membuat Fatimah kecewa dan marah. Kenapa dia harus dipindah tugaskan?
Kenapa bukan guru bahasa Inggris lainnya? Namun pada akhirnya Fatimah mengikuti
kebijakan pemindahan tersebut. Meski itu berarti, dia harus bespisah dari
sahabatanya—Esti, juga jauh dari pacaranya, Angga.
Dan di sinilah tantangan sebenarnya
yang harus Fatimah hadapi ketika menjadi guru. Di cabang Little Lolita di
Tangerang, Fatimah memiliki satu murid bernama Lee Soh Rim, yang selalu merasa rendah diri. Gadis kecil
berusia enam tahun itu tidak seperti Jun Do
Won, Moon Hee Jin atau Lee Seung Hun yang selalu aktif dan tidak
pemalu. Belum lagi Jun Do Won entah
kenapa selalu suka menganggu dan mengejek Lee Soh Rim yang sudah tidak memiliki
ibu.
Memang sejak orangtuanya berpisah
Soh Rim kurang mendapat kasih sayang. Ibunya lebih fokus mengejar karir,
sedangkan ayahnya juga sibuk berbisnis. Sang nenek yang dititipi pun tidak
kalah sibuk. Jadi sehari-hari Soh Rim lebih banyak mengahabiskana waktu dengan
pengasuhnya. Padahal bagi anak korban perceraian, perhatian orangtua itu sangat
diperlukan. Berbekal sebuah nomor yang tidak sengaja dia temukan di buku Soh
Rim, Fatimah mencoba menghubungi Lee Jun
Ho, ayah Soh Rim agar mengetahui keadaan putrinya. Berhasilkan usaha Fatimah?
Namun di sisi lain sikap Fatimah
yang terlihat lebih memerhatikan Soh Rim ini malah menjadi masalah. “Ketika kebanyakan orang tua berpikir untuk
memanjakan, guru tetap harus berpikir mendidik, menjadikan murid-murid lebih
baik dalam pengetahuan dan karakter.” (hal 162). Salah satu orangtua wali murid—ibu Jud Do
Won, meminta penjelasan kenapa Fatimah melakukan itu.
“Saya memang memperlakukan tiap anak berbeda, Mam. Maksud saya, setiap
anak kan memiliki karakter yang berbeda-beda. Jadi saya memberikan perhatian
dan cinta seperti yang mereka ingin dapatkan. Karena memang tidak mungkin
memperlakukan anak-anak dengan cara yang sama. Karena mereka bukan robot.
Mereka memiliki karakter yang harus dijag. Dan tugas guru adalah membimbing
karakter itu agar tetap baik.”
(hal 162-163).
Lepas dari masalah Soh Rim, Fatimah
juga harus menghadapi kenyataan tentang kekasihnya, Angga yang tidak kunjung
sepakat dalam hubungan mereka. Di mana Angga yang katanya siap berpindah agama
agar bisa menikahinya, ternyata tidak pernah mau mencoba mengenal Islam lebih
dekat. Keraguan pun mulai menghinggapi benak Fatimah. Beruntung Fatimah memiliki teman-teman yang
baik hati. Meski Anna berbeda agama dengan dirinya, Anna selalu menghargai dan
peduli padanya. Begitu pula Lee Mi Yeon. Mereka adalah sahabat dan keluarga
yang saling menguatkan.
Berbagai cobaan hidup kemudian
membuat Fatimah lebih dekat kepada Allah. Dia kemudian memilih mundur dan
melepas Angga. Selain itu Fatimah memutuskan
memakai jilbab. Ini adalah keputusan besar, karena itu berarti Fatimah
harus siap dengan segala konsekuensinya. Salah satunya adalah keluar dari
Little Lolita. Mengingat kebanyakan
orangtua murid tidak setuju jika ada guru yang membawa identitas agama di
sekolah (hal 315).
Sebuah buku yang menarik. Di sini
kita diingatkan tentang tugas pendidik yang sebenarnya. Bahwa guru bukan hanya
bertugas mengajar saja, tapi juga harus mendalami karakter anak dengan baik.
Selain itu kita juga diingatkan untuk saling menghormati dan menghargai antara
sesama, meski berbeda agama, rasa dan budaya.
Hanya saja dalam buku ini masih saya
temukan beberapa kesalahan tulis dan sedikit logika yang kurang pas. Namun
lepas dari kekurangannya, buku ini sangat menginspirasi.
Srobyong,
7 Oktober 2017
wih, hebat sudah sering masuk ke media massa tulisannya. pembawannya juga ringan dan gurih, jadi seneng bacanya.... Like it much...! :D
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir di blog saya dan membaca tulisan saya Mas ^_^
Delete