Thursday 29 March 2018

[Resensi] Meneladani Adab Pergaulan Rasulullah dalam Bermasyarakat

Dimuat di Analisa Medan, Jumat, 23 Maret 2018 



Judul                : Gaul Cara Nabi
Penulis              : Muhamad bin Abdurrahman
Penerjemah      : Fedrian Hasmand
Penerbit            :Noura Books
Cetakan           : Pertama, Februari 2017
Tebal                : 196 halaman
ISBN               : 978-602-385-244-4
Peresensi          : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Nabi Muhammad saw. adalah suri tauladan bagi seluruh umat. Beliau adalah sosok yang tidak akan pernah habis dijadikan tokoh panutan dalam berbagai aspek kehidupan—baik dari segi ibadah, juga akhlakul kharimah. Dalam buku ini pun dipaparkan dengan menarik tentang bagaimana cara Nabi bergaul sebagai landasan dalam membangun masyarakat. Karena disadari atau tidak sebagai makhluk sosial kita memang tidak bisa hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan bantuan manusia lainnya.

Apalagi hidup bermasyarakat memang sudah menjadi fitrah manusia. Namun itu tidak menjamin dalam hubungan bermasyarakat bisa langsung terbangun dengan baik. Oleh karena itu  setiap individu perlu mengetahui bagaimana adab atau cara bergaul yang baik dan benar.  Buku ini dengan memakai metode info grafis memaparkan dengan menarik dan memikat tentang bagaimana Nabi Muhammad bergaul yang mana sangat patut diteladani.

Dalam bermasyarakat beliau memiliki cara jitu dalam menciptakan harmoni masyarakat. Salah satu kaidah yang diajarkan adalah, “Perlakukanlah orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan.”—kaidah ini sering disebut sebagai “Golden Rule” yang mendorong orang untuk berhati-hati dalam bertindak ketika menyangkut urusan orang  lain.  Di sini berarti dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, Nabi Muhammad selalu menerapkan aspek psikologi.

Hal pertama yang paling ditekankana beliau adalah tentang mengucapkan salam.  Karena ucapan salam menunjukkan sikap welas asih, saling peduli kepada sesama. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dipaparkan, “Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi. Sebarkan salam di antara kalian.” (hal 2).

Meski memulai salam bukan hal yang diwajibkan, namun perlu kita ketahui memulai salam akan membuat kita terbebas dari rasa sombong dan mengulang salam berarti mengulang kebaikan dan menambah kebaikan serta keberkahan. Oleh karena itu dalam mengucapkan salam, Nabi Muhammad juga mengajarkan tentang tata cara yang baik sesuai dengan situasi dan waktu yang tepat.

Selanjutnya beliau juga mengajarkan tentang tata cara berkomunikasi yang baik antara sesama. Di sini beliau mengingatkan agar selalu menjaga lisan supaya tidak berkata buruk dan tercela. Kalau pun ingin bergurau, hal itu bisa dilakukan. Namun tentu saja tetap melihat batas koridor yang perlu diperhatikan. Di sini kita diajak mengenl bagaimana sosok berwibawa Nabi Muhammad yang ternyata juga senang bergurau.

Dipaparkan dalam bergurau kita tidak boleh berbohong, berolok-olok, mengunjing dan mencemooh (hal 41).  Kita harus memerhatikan dengan siapa bercanda, waktu juga tempat kejadian. Karena guarauan yang berlebihan dan keseringan dapat menghilangkan wibawa dan menimbulkan perselisihan.

Tidak kalah penting dalam bergaul dengan masyarakat, seyogyanya kita harus menjadi pribadi yang selalu menepati janji.  Karena menepati janji merupakann satu prinsip manusia yang sangat penting (hal 50).  Mengingat menepati jani berhubungan erat dengan keimanan kepada Allah.  Di samping itu tidak menepati janji bisa menjerumuskan orang ke dalam kemunafikan.  Dan perlu kita catat juga, nilai seorang muslim sesuai dengan ketetapan kata-kata dan janjinya. Selamanya dia tidak melanggar janji, karena tahu bahwa hal itu bukan hanya antara dirinya dan orang lain, melainkan juga antara dirinya dan Allah swt (hal 55).

Kemudian yang harus diperhatikan juga dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, kita harus menjadi pribadi yang selalu menutup aib—baik aib sendiri atau aib orang lain. Seperti bagaimana Nabi menyikapi diri ketika disanjung juga ketika dikecam.  Sifat menutup aib orang lain adalah salah satu akhlak mulia, nilai luhur dan sifat baik (hal 74). Rasulullah pernah bersabda, “Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim di dunia, niscaya Allah menutupi aibnya pada hari kiamat.”

Selain apa yang sudah dipaparkan masih banyak lagi sikap yang harus kita miliki dan praktikkan dalam membangun hubungan masyarakat yang baik. Bahwa seyognya kita mengikuti cara bergaul Rasulullah.  Buku ini dipaparkan dengan ringkas dan jelas. Sebuah buku yang patut dibaca oleh semua orang agar menjadi pribadi yang baik dalam menjalin hubungan kemasyarakatan.

Srobyong, 28 Mei 2017

No comments:

Post a Comment