Tuesday, 6 March 2018

[Resensi] Selalu Bersyukur Agar Hidup Bahagia

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 25 Februari 2018


Judul               : Jalani, Nikmati, Syukuri
Penulis             : Dwi Suwiknyo
Penerbit           : Noktah (Diva Press Group)
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : 260 halaman
ISBN               : 978-602-50754-5-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Bahagia itu tidak tergantung dari sosial tinggi, uang berlimpah atau pekerjaan yang bergengsi. Melainkan bahagia itu dilihat bagaimana kita menjalani, menikmati dan mensyukuri hidup yang kita miliki. Buku ini dengan pemaparan yang lugas dan tidak menggurui memuat 52 hal yang mengajak kita untuk memahami konsep bahagia, lewat sudut pandang yang berbeda.

Untuk mencapai kebahagiaan kita harus memiliki keyakinan yang kuat. Yakin bahwa Allah selalu bersama kita, sehingga kita tidak perlu khawatir apalagi menggugat kehendak-Nya. Yakin bahwa setiap cobaan yang Allah berikan pasti akan ada hikmahnya. Meski  cobaan itu kadang datang bertubi-tubi, kita harus tetap menjalaninya dengan sabar dan mensyukurinya.

Kita harus belajar menerima berbagai keadaan yang mungkin tidak sesuai dengan harapan. Sabar dan ikhlaskan. Ada kalanya apa yang baik menurut kita belum tentu baik di mata Allah. Dan apa yang buruk bagi kita ternyata baik di mata Allah. Di sinilah kita belajar menerima. Manusia bisa berencana dan berusaha, namun Allah-lah yang paling berkuasa untuk mewujudkan atau tidak. Maka perlu kesabaran bagi kita jika apa yang kita harapkan belum terwujud.

Kita juga harus belajar merelakan. Dalam artian, ketika apa yang kita sukai tidak menjadi rezeki kita, maka sudah sepantasnya kita merelakan. Kita harus yakin, Allah akan memberi ganti yang lebih baik dan yang tidak pernah kita duga. “Apa-apa yang bukan hak kita akan kembali kepada kita. Dan apa-apa yang bukan hak kita, dikejar-kejar sampai kapan pun, tidak akan pernah kita dapatkan.” (hal 38).

Perlu kita ketahui, kaya itu belum tentu enak.  Uang berlimpah belum tentu membuat kita tidur nyeyak. Karena kita akan dihantui ketakutan akan adanya para pencuri yang mungkin mengincar uang kita. Sebaliknya menjadi orang yang sederhana dan tidak punya, belum tentu sengsara. Bisa jadi kekurangan itu malah membuat mereka lebih banyak bersyukur dan hidup tenang.

Inilah kenapa agar kita merasa bahagia, kita perlu membiasakan berpikir positif. Karena pikiran positif akan memberi energi positif juga. “Apa yang kita kerjakan sangat dipengaruhi oleh apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita pikirkan sangat dipengaruhi oleh kata-kata yang tersimpan (tertanam) di dalam pikiran.” (hal 101).

Selanjutnya agar hidup lebih bahagia, jangan sampai kita diperbudak kebencian apalagi sampai menjadi iri, dengki bahkan dendam. Karena sifat-sifat tersebut hanya akan membuat kita menjadi orang yang mudah resah, memikirkan bagaimana cara kita menyaingi atau menjatuhkan orang lain demi kepuasan batin kita.

Kita harus berdamai dengan diri sendiri. Karena hal itu akan membuat kita lebih memahami apa yang kita butuhkan dan apa yang perlu kita tinggalkan. Di sini kunci yang harus kita pegang teguh adalah kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani semua yang sudah ditakdirkan Allah. Sabar dan ikhlas akan membuat kita lebih bisa mengontrol diri dan tidak mudah terpancing kemarahan.

Yang tidak kalah penting selalu bersyukur dalam keadaan apa pun. Saat mendapat nikmat bahkan saat mendapat cobaan. Karena dengan bersyukur hati kita akan lebih lapang dan tenang. Dengan bersyukur kita akan lebih menghargai apa yang  kita miliki. Setelah bersyukur kita harus bertahan dalam segala situasi. Baik itu dalam masalah jodoh, rezeki, karir, kesehatan, bisnis atau keluarga.  Orang yang mau bersyukur ketika mendapat ujian dan menerimnya dengan ikhlas, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang beruntung.

Buku ini sangat memotivasi, menunjukkan bahwa bahagia bukan hanya karena uang berlimpah atau jabatan tinggi. Namun rasa syukur, sabar dan ikhlas yang menunjukkan kualitas diri. Kita memang tidak bisa memilih bagaimana cara kita memulai hidup ini, tetapi kita masih diberi kesempatan untuk memikirkan bagaimana cara kita menikmati hidup ini, dan bagaimana cara kita menyikapi hasilnya (hal 10).

Srobyong, 28 Januari 2018 

No comments:

Post a Comment