Dimuat di Jateng Pos, Minggu 25 Februari 2018
Judul : Jalani, Nikmati, Syukuri
Penulis : Dwi Suwiknyo
Penerbit : Noktah (Diva Press Group)
Cetakan : Pertama, Januari 2018
Tebal : 260 halaman
ISBN : 978-602-50754-5-2
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Bahagia itu tidak tergantung dari sosial tinggi,
uang berlimpah atau pekerjaan yang bergengsi. Melainkan bahagia itu dilihat
bagaimana kita menjalani, menikmati dan mensyukuri hidup yang kita miliki. Buku
ini dengan pemaparan yang lugas dan tidak menggurui memuat 52 hal yang mengajak
kita untuk memahami konsep bahagia, lewat sudut pandang yang berbeda.
Untuk mencapai kebahagiaan kita harus memiliki
keyakinan yang kuat. Yakin bahwa Allah selalu bersama kita, sehingga kita tidak
perlu khawatir apalagi menggugat kehendak-Nya. Yakin bahwa setiap cobaan yang
Allah berikan pasti akan ada hikmahnya. Meski
cobaan itu kadang datang bertubi-tubi, kita harus tetap menjalaninya
dengan sabar dan mensyukurinya.
Kita harus belajar menerima berbagai keadaan yang
mungkin tidak sesuai dengan harapan. Sabar dan ikhlaskan. Ada kalanya apa yang
baik menurut kita belum tentu baik di mata Allah. Dan apa yang buruk bagi kita
ternyata baik di mata Allah. Di sinilah kita belajar menerima. Manusia bisa
berencana dan berusaha, namun Allah-lah yang paling berkuasa untuk mewujudkan
atau tidak. Maka perlu kesabaran bagi kita jika apa yang kita harapkan belum
terwujud.
Kita juga harus belajar merelakan. Dalam artian,
ketika apa yang kita sukai tidak menjadi rezeki kita, maka sudah sepantasnya
kita merelakan. Kita harus yakin, Allah akan memberi ganti yang lebih baik dan
yang tidak pernah kita duga. “Apa-apa yang bukan hak kita akan kembali
kepada kita. Dan apa-apa yang bukan hak kita, dikejar-kejar sampai kapan pun,
tidak akan pernah kita dapatkan.” (hal 38).
Perlu kita ketahui, kaya itu belum tentu enak. Uang berlimpah belum tentu membuat kita tidur
nyeyak. Karena kita akan dihantui ketakutan akan adanya para pencuri yang
mungkin mengincar uang kita. Sebaliknya menjadi orang yang sederhana dan tidak
punya, belum tentu sengsara. Bisa jadi kekurangan itu malah membuat mereka
lebih banyak bersyukur dan hidup tenang.
Inilah kenapa agar kita merasa bahagia, kita perlu
membiasakan berpikir positif. Karena pikiran positif akan memberi energi
positif juga. “Apa yang kita kerjakan sangat dipengaruhi oleh apa yang kita
pikirkan, dan apa yang kita pikirkan sangat dipengaruhi oleh kata-kata yang
tersimpan (tertanam) di dalam pikiran.” (hal 101).
Selanjutnya agar hidup lebih bahagia, jangan sampai
kita diperbudak kebencian apalagi sampai menjadi iri, dengki bahkan dendam.
Karena sifat-sifat tersebut hanya akan membuat kita menjadi orang yang mudah
resah, memikirkan bagaimana cara kita menyaingi atau menjatuhkan orang lain demi
kepuasan batin kita.
Kita harus berdamai dengan diri sendiri. Karena hal
itu akan membuat kita lebih memahami apa yang kita butuhkan dan apa yang perlu
kita tinggalkan. Di sini kunci yang harus kita pegang teguh adalah kesabaran
dan keikhlasan dalam menjalani semua yang sudah ditakdirkan Allah. Sabar dan
ikhlas akan membuat kita lebih bisa mengontrol diri dan tidak mudah terpancing
kemarahan.
Yang tidak kalah penting selalu bersyukur dalam
keadaan apa pun. Saat mendapat nikmat bahkan saat mendapat cobaan. Karena
dengan bersyukur hati kita akan lebih lapang dan tenang. Dengan bersyukur kita
akan lebih menghargai apa yang kita
miliki. Setelah bersyukur kita harus bertahan dalam segala situasi. Baik itu
dalam masalah jodoh, rezeki, karir, kesehatan, bisnis atau keluarga. Orang yang mau bersyukur ketika mendapat
ujian dan menerimnya dengan ikhlas, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
beruntung.
Buku ini sangat memotivasi, menunjukkan bahwa
bahagia bukan hanya karena uang berlimpah atau jabatan tinggi. Namun rasa
syukur, sabar dan ikhlas yang menunjukkan kualitas diri. Kita memang tidak bisa
memilih bagaimana cara kita memulai hidup ini, tetapi kita masih diberi
kesempatan untuk memikirkan bagaimana cara kita menikmati hidup ini, dan
bagaimana cara kita menyikapi hasilnya (hal 10).
Srobyong, 28 Januari 2018
No comments:
Post a Comment