Thursday, 22 March 2018

[Resensi] Bahaya Pusaran Riba dan Cara Menjauhinya

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 18 Maret 2018 



Judul               : Hidup Tenang Tanpa Riba
Penulis             : Dwi Suwiknyo dkk
Penerbit           : Diva Press
Cetakan           : Pertama, Maret 2018
Tebal               : 252 halaman
ISBN               : 978-602-391-524-8
Peresensi         : Ratnani Latifah, Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transasi riba, sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (hal 21).

Membahas tentang masalah riba sebenarnya tidak akan ada habisnya. Karena saat ini memang semakin banyak praktik riba baik yang kecil atau yang besar. Dimulai dari pembelian dengan cara kredit hingga pinjaman besar di bank. Yang menjadi masalahnya, kebiasaan riba ini seperti dilegalkan dan dianggap boleh. Padahal dalam Islam praktik riba ini sangat dilarang. Karena riba lebih banyak madaratnya daripada  kemaslahatannya.

Sering kita mendengar kajian bahwa siapa saja yang melakukan praktik riba, maka mereka akan dilaknat oleh Allah. Baik itu orang yang melakukan atau memberi kesempatan riba. Bahkan dari apa yang pernah saya dengar, telah  dijelaskan bahwa memakan harta riba bisa membuat hati kita keras dan tidak mudah dinasihati.  Padahal semua orang pasti tidak ingin hati mereka tertutup dari cahaya Allah.

Riba sendiri itu berhubungan dengan penetapan bunga atau  penambahan jumlah uang pinjamaan saat pengembalian, berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok. Misalnya saja ketika kita berhutang satu juta, kita harus mengembalikan sebanyak dua juta dengan melakukan cicilan dua puluh ribu sebanyak sepuluh kali.   Oleh karena itu sejak dini kita harus menghindari riba. Kita harus memantapkan niat agar tidak sampai terjerat pada pusaran riba. Karena riba itu selain bahaya di dunia juga bahaya di akhirat. Melalui buku ini kita akan dikenalkan dengan berbagai bahaya riba dan cara agar kita bisa menjauhi riba sedini mungkin.

Buku ini sendiri terdiri dari 15 kisah inspiratif dalam upaya melepaskan diri dari jerat riba. Semua dipaparkan dengan bahasa yang lugas, renyah dan menarik, membuat kita tidak bosan saat membaca. Sebaliknya kita malah akan terhanyut dalam kisah, membuat kita akan berpikir ulang jika kita harus berhadapan dengan riba.

Misalnya saja kisah Nur Ahwat “Melepas Jerat Benang Hitam”.  Bermula dari keinginan ingin memiliki motor, Nur dan suaminya nekat mengambil kredit motor. Namun berjalanya waktu mereka menyadari motor saja tidak akan cukup jika satu keluarga harus pergi bersama. akhirnya mereka membeli mobil. Pada awalnya semua terlihat berjalan lancar. Namun lambat laun, mereka mulai menyadari betapa beratnya membayar dua cicilan—motor dan mobil. Hidup mereka yang awalnya  damai dan nyaman berubah menjadi  penuh kebingungan dan kekhawatiran.

“Berhati-hatilah kamu dalam berutang, sesungguhnya utang itu mendatangkan kerisauan pada malam hari dan menyebabkan kehinaan pada siang hari.” (hal 9).

Pada titik itu, penulis akhirnya menyadari mungkin kehidupannya berubah gersang karena dia sudah terjebak dengan pusaran praktik riba. Menyadari hal itu penulis pun dengan berbagai upaya mulai memperbaiki diri agar tidak terus terjerat riba.


Ada pula kisah Oky E. Noovasari “Insaf dari Riba, Selagi Masih Ada Napas” semua dimulai dari  kebiasaan penulis yang tidak bisa mengendalikan diri dalam menggunakan uang dan kartu kredit yang dimiliki. Jika ada diskon atau barang-barang yang disukai—meski bukan prioritas langsung dibeli. Keadaan itu pun terus berlanjut, hingga akhirnya berbagai tagihan mulai menghantui penulis.  Kerjadian itu pun menyadarkan penulis untuk mulai menata diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Selain dua kisah tersebut, masih banyak kisah lain yang tidak kalah menarik dan menginspirasi. Secara keseluruhan buku ini sangat patut dibaca untuk dijadikan pembelajaran. Dapat kita simpulkan riba yang awalnya terlihat menyenangkan itu pada akhirnya akan membuat kita kebingungan. Kita dibuat bingung bagaimana membayar cicilan yang bunganya selangit.  Riba juga membuat tidur kita tidak nyenyak karena terus dihantui rasa bersalah pada diri sendiri juga kepada Allah.  Karena riba juga hati kita jadi tidak tenang dan selalu dirundung ketakutan.

Oleh karena itu kita harus menjauhi riba. Dimulai dengan menghindari utang, tidak membeli  barang apa pun secara kredit hingga melakukan pinjaman di bank. Lebih baik kita menabung untuk digunakan sewaktu-waktu, daripada melakukan riba, namun berakhir derita di kemudian hari.  Sebuah buku yang menarik dan menginspirasi. Banyak pelajaran yang bisa kita teladani dari kisah-kisah yang termatub di buku ini.

Srobyong, 9 Maret 2018 

4 comments:

  1. Selalu keren ulasannya mbak, makasih ya ...

    ReplyDelete
  2. Buku yang mengajari lepas dari riba melalui pengalaman. Menarik tentunya karena disampaikan tanpa menggurui.

    ReplyDelete