Dimuat di Jateng Pos, Minggu 18 Maret 2018
Judul : Hidup Tenang Tanpa Riba
Penulis : Dwi Suwiknyo dkk
Penerbit : Diva Press
Cetakan : Pertama, Maret 2018
Tebal : 252 halaman
ISBN : 978-602-391-524-8
Peresensi : Ratnani Latifah, Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari
transasi riba, sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan
perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (hal 21).
Membahas tentang masalah riba sebenarnya tidak akan
ada habisnya. Karena saat ini memang semakin banyak praktik riba baik yang
kecil atau yang besar. Dimulai dari pembelian dengan cara kredit hingga
pinjaman besar di bank. Yang menjadi masalahnya, kebiasaan riba ini seperti
dilegalkan dan dianggap boleh. Padahal dalam Islam praktik riba ini sangat
dilarang. Karena riba lebih banyak madaratnya daripada kemaslahatannya.
Sering kita mendengar kajian bahwa siapa saja yang
melakukan praktik riba, maka mereka akan dilaknat oleh Allah. Baik itu orang
yang melakukan atau memberi kesempatan riba. Bahkan dari apa yang pernah saya
dengar, telah dijelaskan bahwa memakan
harta riba bisa membuat hati kita keras dan tidak mudah dinasihati. Padahal semua orang pasti tidak ingin hati
mereka tertutup dari cahaya Allah.
Riba sendiri itu berhubungan dengan penetapan bunga
atau penambahan jumlah uang pinjamaan
saat pengembalian, berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok.
Misalnya saja ketika kita berhutang satu juta, kita harus mengembalikan
sebanyak dua juta dengan melakukan cicilan dua puluh ribu sebanyak sepuluh
kali. Oleh karena itu sejak dini kita
harus menghindari riba. Kita harus memantapkan niat agar tidak sampai terjerat
pada pusaran riba. Karena riba itu selain bahaya di dunia juga bahaya di
akhirat. Melalui buku ini kita akan dikenalkan dengan berbagai bahaya riba dan
cara agar kita bisa menjauhi riba sedini mungkin.
Buku ini sendiri terdiri dari 15 kisah inspiratif
dalam upaya melepaskan diri dari jerat riba. Semua dipaparkan dengan bahasa
yang lugas, renyah dan menarik, membuat kita tidak bosan saat membaca.
Sebaliknya kita malah akan terhanyut dalam kisah, membuat kita akan berpikir
ulang jika kita harus berhadapan dengan riba.
Misalnya saja kisah Nur Ahwat “Melepas Jerat Benang
Hitam”. Bermula dari keinginan ingin
memiliki motor, Nur dan suaminya nekat mengambil kredit motor. Namun berjalanya
waktu mereka menyadari motor saja tidak akan cukup jika satu keluarga harus
pergi bersama. akhirnya mereka membeli mobil. Pada awalnya semua terlihat
berjalan lancar. Namun lambat laun, mereka mulai menyadari betapa beratnya
membayar dua cicilan—motor dan mobil. Hidup mereka yang awalnya damai dan nyaman berubah menjadi penuh kebingungan dan kekhawatiran.
“Berhati-hatilah kamu dalam berutang, sesungguhnya
utang itu mendatangkan kerisauan pada malam hari dan menyebabkan kehinaan pada
siang hari.” (hal 9).
Pada titik itu, penulis akhirnya menyadari mungkin
kehidupannya berubah gersang karena dia sudah terjebak dengan pusaran praktik
riba. Menyadari hal itu penulis pun dengan berbagai upaya mulai memperbaiki
diri agar tidak terus terjerat riba.
Ada pula kisah Oky E. Noovasari “Insaf dari Riba,
Selagi Masih Ada Napas” semua dimulai dari
kebiasaan penulis yang tidak bisa mengendalikan diri dalam menggunakan
uang dan kartu kredit yang dimiliki. Jika ada diskon atau barang-barang yang
disukai—meski bukan prioritas langsung dibeli. Keadaan itu pun terus berlanjut,
hingga akhirnya berbagai tagihan mulai menghantui penulis. Kerjadian itu pun menyadarkan penulis untuk
mulai menata diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Selain dua kisah tersebut, masih banyak kisah lain
yang tidak kalah menarik dan menginspirasi. Secara keseluruhan buku ini sangat
patut dibaca untuk dijadikan pembelajaran. Dapat kita simpulkan riba yang
awalnya terlihat menyenangkan itu pada akhirnya akan membuat kita kebingungan.
Kita dibuat bingung bagaimana membayar cicilan yang bunganya selangit. Riba juga membuat tidur kita tidak nyenyak
karena terus dihantui rasa bersalah pada diri sendiri juga kepada Allah. Karena riba juga hati kita jadi tidak tenang
dan selalu dirundung ketakutan.
Oleh karena itu kita harus menjauhi riba. Dimulai
dengan menghindari utang, tidak membeli
barang apa pun secara kredit hingga melakukan pinjaman di bank. Lebih
baik kita menabung untuk digunakan sewaktu-waktu, daripada melakukan riba,
namun berakhir derita di kemudian hari.
Sebuah buku yang menarik dan menginspirasi. Banyak pelajaran yang bisa
kita teladani dari kisah-kisah yang termatub di buku ini.
Srobyong, 9 Maret 2018
Selalu keren ulasannya mbak, makasih ya ...
ReplyDeleteSama-sama Mas Dwi.
DeleteBuku yang mengajari lepas dari riba melalui pengalaman. Menarik tentunya karena disampaikan tanpa menggurui.
ReplyDeleteIya Mas, jadi bisa buat pembelajaran tentang bahaya riba
Delete