Thursday 8 March 2018

[Cerita Anak] Berburu Kinjeng


Dimuat di Solo Pos, Minggu 4 Maret 2018 


Ratnani Latifah

            Berburu kinjeng adalah satu kegiatan yang paling sering Nana lakukan ketika pulang sekolah atau liburan. Seperti hari ini, Nana sudah siap untuk berburu kinjeng. Serangga yang bentuknya cantik seperti kupu-kupu. Hanya saja kinjeng ini lebih kecil dengan tubuh lacip dan runcing. Kalau dalam bahasa Indonesia, kinjeng ini  disebut capung.  Dia sudah membuat janji dengan Tutik untuk berburu kinjeng bersama. 

            “Pamit dulu, Bu. Mau berburu kinjeng. Assalamu’alaikum.” Pamit Nana. Dia bersiap akan ke rumah Tutik.

           “Wa’alaikum salam. Hati-hati, Na. Tapi ingat pesan ibu, ya, Na.” Ibunya menatap Nana penuh pengertian.

            “Siap, Bu. Nana ingat, kok!” Nana tersenyum. Setelah itu dia meraih sepedanya tidak lupa satu alat yang tidak mungkin dia tinggalkan kalau ingin berburu kinjeng.     

            Saat ingin berburu kinjeng, Nana selalu siap dengan aqua gelas atau botol apa saja yang dilubangi kecil untuk memasukkan gagang kayu untuk pegangan. Lalu satu wadah lagi sebagai tempat menyimpan kinjeng.   Tapi kadang dia  juga berburu langsung dengan memakai tangan.  Dia akan membentuk capit dengan ibu jari dan jari telunjuk.

            Sesampainya di rumah Tutik, ternyata sahabatnya itu sudah menunggu dengan alat yang lengkap.  Dua siswi kelas lima sekolah dasar itu, langsung menunju tanah luas yang cukup rimbun dengan tanaman hijau,  di belakang masjid. Di sana banyak sekali kinjeng yang beterbangan ke sana- kemari. 

            Tanpa diberi komando, Nana dan Tutik langsung mulai berburu kinjeng. Mereka seperti sudah punya aturan sendiri. Siapa yang paling cepat mengumpulkan kinjeng dalam wadah mereka, maka dialah pemenangnya.

Namun baru beberapa menit, Tutik sudah mulai ribut. “Yah ... kinjeng-nya lepas.”  

Teriakan Tutik histeri, yang langsung membuat Nana kaget dan kinjeng yang hampir dia tangkap akhirnya berhasil lolos.

Nana langsung memberi isarat pada temannya itu untuk jangan berisik. Dalam berburu kinjeng konsentrasi memang sangat dibutuhkan. Karena kinjeng itu sangat peka dan tidak mudah tertangkap.
“Aduh ... gagal lagi.” Tutik kembali berisik. Gadis berkucir  dua itu, menyibak semak-semak, mengejar  kinjeng emas atau capung berwarna emas,  yang tadi hampir dia tangkap.

Dan satu detik kemudian dia langsung berseru lebih keras. “Akhirnya dapat juga. Na, lihat aku dapat kinjeng emas.” Tutik mengacungkan tangannya dengan bangga.

“Wah ... hebat, kamu Tut. Mana lihat.” Nana ikut bersemangat.

Kedua gadis kecil itu menatap kinjeng dengan warna kemerahan itu dengan takjub.

“Eh, tapi kenapa tadi ribut banget sih. Aku jadi nggak konsertasi tahu,” protes Nana.

“Maaf. Habis aku semangat banget ingin mendapat kinjeng emas. Jadi sedari tadi aku sengaja fokus memburunya.” Tutik tersenyum lebar.

“Memang kenapa harus kinjeng emas? Biasanya kan kita menangkap kinjeng apa saja.” Nana menatap bingung ke arah Tutik.

“Kinjeng trasi, kinjeng dom, kinjeng emas, kinjeng macan.”[1]  Nana menyebut beberapa jenis kinjeng yang ada di sana.

“Aku belum bilang, ya. Aku bermaksud mau memelihara kinjeng emas, jika hari ini berhasil menangkapnya. Pasti seru sekali punya kinjeng di rumah. Jadi aku akan puas melihatnya tumbuh dan mungkin beranak. Aku sudah menangkap dua. Meski aku tidak tahu nana yang jantan dan betina.” Tutik terawa polos.

“Apa? Kau mau memelihara kinjeng?” Nana nampak kaget dengan cerita Tutik.

“Iya, aku sudah meminta izin ibu tadi. Kenapa Na? Kelihatannya kamu tidak suka. Kalau mau memelihara juga, tidak apa-apa. Aku bantu menangkap kinjeng emas juga.”

Nana menggeleng. “Bukan begitu, Tut.” Nana menatap beberapa kinjeng yang masih ada di aqua gelas yang kemudian dia lepaskan. 

“Aku tidak ingin memelihara kinjeng, Tut. Aku sudah cukup senang seperti ini. berburu kinjeng, menangkapnya lalu melihat mereka lebih dekat dan kemudian melepasnya.” Nana duduk di rerumputan.

“Ibu bilang aku tidak boleh menyakiti binatang. Meski aku sering berburu kinjeng, aku harus mengembalikanya ke alam. Karena itulah rumah terbaik bagi kinjeng.” Nana menarik napas sebentar.

“Kamu pasti tidak senang jika dikurung, bukan? Tidak mau hidup terpisah dengan keluarga? Nah, begitu pula kinjeng. Dia tidak mau dikurung.”

Mendengar ucapan Nana, seketika Tutik langsung melepaskan dua kinjeng emas yang tadi dia tangkap.

“Nggak jadi, deh. Makasih ya, Na. Sudah diingatkan. Kita berburu kinjeng saja, kalau ingin melihat kinjeng.” Tutik berucap dengan tawa lebar, membuat Nana ikut tertawa.

Srobyong, 18 Februari 2018



[1] capung berwarna abu-abu, capung yang bentuknya menyerupai jarum, capung yang berwarna emas,  capung dengan bintik-bintik di tubuhnya. 

6 comments:

  1. Ceritanya sederhana namun punya pesan yang mengena. Keren banget, Mbak.

    ReplyDelete
  2. cerita yang mendidik dan bahasa yang ringan untuk anak-anak. nice^_^

    ReplyDelete
  3. Akhirnya dipost jugaaa. Matur suwun, mbak. As always, selalu menarik dan ada pengajarannya. Jadi tau sebutan capung2 di sana . Selama ini taunya capung jarum (itu pun di sini jarang nemu karena biasanya adanya di pinggir sungai), capung cabe (warna merah), sama capung kecap (warna kecoklatan padahal kecap warnanya hitam :v)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, gantian sama yang lain, baru ini :).

      Iya di sini disebut kinjeng. Dan banyak macamnya, hehh :) Terima kasih sudah mampir Mbak Leli

      Delete