Monday 19 March 2018

[Resensi] Usaha Menjaga Keutuhan Rumah Tangga

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 18 Maret 2018 



Judul               : (im) Perfect Serenade : Love in Verona
Penulis             :  Irene Dyah
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, September 2017
Tebal               : 244 halaman
ISBN               : 978-602-03-6104-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Mengambil tema pernikahan, novel ini memaparkan tentang kisah sepasang suami istri yang tengah mengalami dilema rumah tangga yang sudah dibangun selama enam tahun. Kehidupan rumah tangga mereka  awalnya begitu sempurna hingga sebuah badai menjungkirbalikkan semua.

“Semua wanita mengharapkan kisah cinta sempurna, pasangan yang tanpa cacat, kehidupan yang happy ever after tanpa perjuangan setitik pun. Mana bisa? Perjalanan hidup kita kan bukan cerita film atau novel. Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan.” (hal 59).

Bansar adalah tipe suami yang tidak romantis dan apa adanya. Namun siapa sangka dia memiliki affair dengan Ayang—sekretaris pribadinya. Kenyataan itu tentu saja membuat Serenade merasa dikhianati.  Hal itulah yang membuat Serenade Sukmah yang awalnya menolak project  Wisata Kota Cinta ke Verona, akhirnya dia terima.  Setidaknya kepergiannya itu bisa membuat dia relax untuk sementara—melupakan sejenak masalah rumah tangganya. Selain itu, dia juga  bisa mulai melakukan riset untuk novel terbarunya.

Selama di Verona Seren menjadi sekretaris di Juliet Club—sebuah tempat yang menerima surat cinta atau surat apa saja dari berbagai negeri. Bersama Giovanna dan Saima, mereka saling membantu dan bekerjasama. Keadaan baru di sana benar-benar membuat Serenade sedikit melupakan beban kehidupannya di Indonesia. Dia menikmati setiap jengkal kesempatan yang dia miliki selama di Verona.

Hingga kehadiran Aris Zanetti—penulis asal Verona, membuat Serenade merasakan sesuatu yang selama ini mulai terasa hambar. Manisnya perhatian dan kehangatan dari seorang pria. Di sinilah keadaan mulai pelik.  Di satu sisi Seren merasa bersalah—karena bagaimana pun statusnya masih sebagai seorang istri. Di sisi lain dia juga masih menyimpan kemarahan akibat ulah Bansar. Jika suaminya itu berani selingkuh dengan wanita lain, kenapa dia tidak boleh?

Selain mengalami dilema tentang masalah rumah tangganya, dia juga harus memilih antara memperpanjang kunjungannya di Verona atau kembali ke Indonesia. Bagaimana pun melakukan setting di Verona adalah kesempatan yang langkah. Akhirnya Seren pun mencoba menghubungi Bansar untuk meminta izin. Namun yang mengejutkan tiba-tiba pria itu sudah berada di Verona  dengan sebuah misi (hal 154).

“Setiap perjalanan pasti butuh kata pulang. Dan pulang bagimu, di dunia ini, adalah kembali kepadaku. Kepada rumah kita, dan semua yang kita bangun enam tahun terakhir.” (hal 132).

Lalu bagaimana tanggapan Seren? Akankan dia menerima ajakan Bansar atau tetap memilih di Verona dengan segala sesuatu yang baru? Dengan eksekusi yang apik penulis mampu menyihir kita, membuat kita penasaran bagaimana akhir kisah ini. Karena selalu ada kejutan-kejutan kejadian yang tidak terduga juga membuat kita belajar berbagai permasalahan hidup.

Seperti kisah hidup Giovanna yang selama ini terpaku dengan masa lalu atau kehidupan Saima yang unik. Semua memberi kesan dan semakin menambah keseruan novel ini. Selain itu ada pula kisah dari pengirim surat misterius yang membuat Seren merenungi berbagai cobaan hidupnya. “Setiap orang memiliki perjuangan perangnya sendiri-sendiri. Dan kita semua punya pilihan cara untuk memenangi perang itu.” (hal 116-117).

Nilai tambah lainnya dari novel ini adalah kita bisa menikmati keindahan Verona dan Tanah Rencong. Bahasanya yang renyah dan gurih, membuat kita tidak bosan saat membaca. Meski ada sedikit kesalahan tulis, hal itu tidak mengurangi kenikmatan saat membaca.

Dari novel ini saya belajar bahwa perlu adanya komunikasi antara pasangan agar bisa menyelesaikan masalah.  Dan dalam menghadapi masalah kita tidak boleh mudah menyerah. Kita harus bangkit lagi dan tidak boleh terjebak masa lalu.  “Berhenti menghujat diri sendiri, kamu mesti bangkit  mengatasi masalah, dengan rasa percaya diri.” (hal 98).

Kita pasti tahu bahwa di dunia ini tidak ada orang yang sempurna—baik laki-laki atau perempuan—oleh karenanya ketika pria dan wanita membangun biduk rumah tangga, bukan kesempurnaan yang perlu dicari tapi saling melengkapi untuk membangun pondasi yang kokoh. Dalam bidik rumah tangga selalu ada suka dan duka, kadang tenang kadang bergelombang, tinggal bagaimana menyikapi dan menyelesaikannya dengan kepala dingin.

Srobyong, 16 Februari 2018 


No comments:

Post a Comment