Dimuat di Kompas Klasika, Nusantara Bertutur Minggu, 11 Maret 2018
Ratnani
Latifah
Hari
ini adalah hari pertama Ellen masuk sekolah di SDN Matahari yang terletak di
kota Jepara.
“Apakah
mereka akan menerima Ellen, Bu?” tanya Ellen pada ibunya. Gadis berambut ikal
itu terlihat gugup dan khawatir.
“Tentu
saja, Sayang.” Ibunya tersenyum, meyakinkan
Ellen.
“Tapi
Bu, mereka terlihat berbeda dengan Ellen. Bagaimana kalau mereka tidak suka
dengan kehadiran Ellen? Bagaimana kalau nanti Ellen dimusuhi?” Tanyanya khawatir.
“Siapa
bilang berbeda.” Ibunya menggelengkan kepala.
“Lihat
... kalian kan sama-sama punya tangan,
mata, kaki dan hidung. Jadi tidak ada yang berbeda.”
“Maksud
Ellen bukan itu, Bu!” Ellen cemberut.
“Lihat
kulit Ellen yang agak hitam legam ini, juga rambut Ellen yang ikal ini. Ini sangat berbeda dengan anak-anak di kota
ini.” Ellen menunduk sedih.
“Hai,
putri ibu jangan terlalu khawatir, ibu yakin teman-teman kamu tidak akan membeda-bedakan seseorang dari
warna kulit atau rambut. Percaya sama ibu.” Ibunya tetap berusaha membesarkan
hati Ellen.
“Sudah,
sekarang ayuk bersiap berangkat sekolah.”
Ellen
akhirnya menurut. Dia berangkat sekolah, meski dengan perasaan yang sangat
was-was. Dan sesampainya di kelas bersama Bu Tari, guru wali kelas enam, Ellen semakin gugup.
“Nah
... anak-anak sebelum pelajaran kita mulai, kita berkenalan dulu, yuk, dengan
teman baru kita dari Papua.” Bu Tari memberi penjelasan pada semua murid.
“Ayo
Ellen, berikan salam dan perkenalkan diri kamu.” Perintah Bu Tari.
Setelah
Ellen memperkenalkan diri, Bu Tari lalu memberi pengumuman baru, tentang
kegiatan belajar di luar kelas, juga tugas kelompok yang harus dilakukan para
siswa.
Ellen
semakin cemas dan khawatir. Karena dia belum memiliki satu kenalan di kelas,
dan sekarang harus memilih sendiri teman untuk diajak berkelompok.
Di tengah kebingungannya, dia
dikejutkan dengan keberadaan beberapa teman satu kelasnya yang mengerubunginya.
“Ayo Len, kita belajar bersama,”
ucap Putri, Sari dan Nia berbarengan.
“Tidak usah malu dengan kami, kami semua senang lho punya teman baru. Ayo!”
Putri tersenyum, diikuti Sari dan Nia.
“Iya,
ayo nanti kita ketinggalan, lihat semua teman-teman sudah bersiap keluar.” Ajak
Nia.
“Kamu
tidak usah merasa malu dengan warna kulit atau rambut kita yang berbeda. Karena
pada dasarnya, kita sama-sama ciptaan Tuhan dan sama-sama warga Indonesia. Jadi
kita harus saling menghormati. Tidak ada permusuhan, tapi persatuan. Kita
adalah saudara.” Sari berucap panjang lebar. Dia seolah tahu apa yang
dikhawatirkan teman barunya itu.
“Yup,
aku setuju yang diucapkan Sari. Dalam pelajar Pendidikan Kewarganegaraan, kita
kan selalu diingatkan bahwa kita harus saling menghormati setiap perbedaan yang
ada. Berbeda-beda, tetap satu jua.” Purti dan Nia berucap kompak.
Seketika
perasaan Ellen langsung lega. Teman-temannya benar, beda suku, ras atau warna
kulit, mereka tetap satu karena mereka berada di tanah yang sama, tanah air
Indonesia.
Srobyong, 7 Maret 2018
Naskah di atas adalah naskah asli sebelum direvisi editor. Hasil editing bisa dibaca di Kompas Klasika Nubi ada juga versi audionya jika mau mendengarkannya ^_^
No comments:
Post a Comment