Tuesday, 13 March 2018

[Cernak] Teman Baru

Dimuat di Kompas Klasika, Nusantara Bertutur Minggu, 11 Maret 2018 



Ratnani Latifah

            Hari ini adalah hari pertama Ellen masuk sekolah di SDN Matahari yang terletak di kota Jepara. 

            “Apakah mereka akan menerima Ellen, Bu?” tanya Ellen pada ibunya. Gadis berambut ikal itu terlihat gugup dan khawatir.

            “Tentu saja, Sayang.”  Ibunya tersenyum, meyakinkan Ellen.

            “Tapi Bu, mereka terlihat berbeda dengan Ellen. Bagaimana kalau mereka tidak suka dengan kehadiran Ellen? Bagaimana kalau nanti Ellen dimusuhi?” Tanyanya khawatir.

            “Siapa bilang berbeda.” Ibunya menggelengkan kepala.

            “Lihat ... kalian kan sama-sama  punya tangan, mata, kaki dan hidung. Jadi tidak ada yang berbeda.”
            “Maksud Ellen  bukan itu, Bu!” Ellen cemberut.

            “Lihat kulit Ellen yang agak hitam legam ini, juga rambut Ellen yang ikal ini.  Ini sangat berbeda dengan anak-anak di kota ini.” Ellen menunduk sedih.

            “Hai, putri ibu jangan terlalu khawatir, ibu yakin teman-teman kamu  tidak akan membeda-bedakan seseorang dari warna kulit atau rambut. Percaya sama ibu.” Ibunya tetap berusaha membesarkan hati Ellen.

            “Sudah, sekarang ayuk bersiap berangkat sekolah.”

            Ellen akhirnya menurut. Dia berangkat sekolah, meski dengan perasaan yang sangat was-was. Dan sesampainya di kelas bersama Bu Tari, guru wali kelas enam,  Ellen semakin gugup.

            “Nah ... anak-anak sebelum pelajaran kita mulai, kita berkenalan dulu, yuk, dengan teman baru kita dari Papua.” Bu Tari memberi penjelasan pada semua murid.

            “Ayo Ellen, berikan salam dan perkenalkan diri kamu.” Perintah Bu Tari.

            Setelah Ellen memperkenalkan diri, Bu Tari lalu memberi pengumuman baru, tentang kegiatan belajar di luar kelas, juga tugas kelompok yang harus dilakukan para siswa.

            Ellen semakin cemas dan khawatir. Karena dia belum memiliki satu kenalan di kelas, dan sekarang harus memilih sendiri teman untuk diajak berkelompok.

Di tengah kebingungannya, dia dikejutkan dengan keberadaan beberapa teman satu kelasnya yang  mengerubunginya.

“Ayo Len, kita belajar bersama,” ucap Putri, Sari dan Nia berbarengan.

“Tidak usah malu dengan kami,  kami semua senang lho punya teman baru. Ayo!” Putri tersenyum, diikuti Sari dan Nia.

            “Iya, ayo nanti kita ketinggalan, lihat semua teman-teman sudah bersiap keluar.” Ajak Nia.

           “Kamu tidak usah merasa malu dengan warna kulit atau rambut kita yang berbeda. Karena pada dasarnya, kita sama-sama ciptaan Tuhan dan sama-sama warga Indonesia. Jadi kita harus saling menghormati. Tidak ada permusuhan, tapi persatuan. Kita adalah saudara.” Sari berucap panjang lebar. Dia seolah tahu apa yang dikhawatirkan teman barunya itu.

            “Yup, aku setuju yang diucapkan Sari. Dalam pelajar Pendidikan Kewarganegaraan, kita kan selalu diingatkan bahwa kita harus saling menghormati setiap perbedaan yang ada. Berbeda-beda, tetap satu jua.” Purti dan Nia berucap kompak.

            Seketika perasaan Ellen langsung lega. Teman-temannya benar, beda suku, ras atau warna kulit, mereka tetap satu karena mereka berada di tanah yang sama, tanah air Indonesia.

 Srobyong, 7 Maret 2018

Naskah di atas adalah naskah asli sebelum direvisi editor. Hasil editing bisa dibaca di Kompas Klasika Nubi ada juga versi audionya jika mau mendengarkannya ^_^ 

No comments:

Post a Comment