Dimuat di Koran Pantura, Selasa 13 Maret 2018
Judul : Cinta dalam Ikhlas
Penulis : Kang Abay
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Pertama, Februari 2017
Cetakan : Ketiga, April 2017
Tebal : viii + 372 halaman
ISBN
: 978-602-291-364-1
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.
“Mencintai adalah belajar
mengikhlaskan, bukan belajar memiliki, karena yang kita cinta, sejatinya adalah
milik Allah. Dan, akan disatukan, lalu dipisahkan atas izin dan rida-Nya.
Ikhlas itu memerlukan proses yang terkadang sulit, tetapi kalau kita tidak
berusaha untuk belajar ikhlas, hati kita akan menjadi sakit. Proses
mengikhlaskan terutama di awal itu memang terasa susah, tetapi jika kita
berhasil melakukannya, semuanya akan berakhir indah.” ((hal 151).
Novel ini memiliki nilai-nilai
pembelajaran yang banyak. Ketika kita membacanya, kita diajak menyelami
bagaimana memaknai hidup. Bagaimana menghadapi cobaan yang datang bertubi-tubi,
juga memanage hati—mencintai sesuai aturan yang diajarkan Tuhan. Selain
itu dari kisah ini, kita bisa belajar tentang pentingnya bersikap positif,
selalu bersyukur, sabar dan tidak mudah menyerah. Sebuah buku yang sangat
mencerahkan dan patut dibaca bagia siapa saja.
Kisahnya sendiri berpusat pada Bintang
Atharisena Firdaus—yang lebih sering disapa Athar. Pada usia yang baru
menginjak 5 tahun dia harus menerima takdirnya sebagai seorang anak yatim.
Tidak lama kemudian, kakak yang sangat disayangi juga pulang ke rumah
Allah. Berkali-kali ditinggal orang yang sangat dia sayang, telah menempanya
menjadi sosok yang tegar. Dia tidak boleh larut dalam kesedihan. Karena hidup
akan terus berjalan.
Dalam perjalanannya itu, siapa
sangka Athar terjabak pada sebuah muara bernama cinta. Ketika dia memasuki masa
SMA, dia bertemu dengan Aurora Cinta Purnama—atau kerap disapa Ara. Di sinilah
tantangan Athar dalam menjaga hati (hal 18).
Dia sangat menyukai Ara, namun dia tahu kalau dirinya tidak boleh
gegabah untuk menyatakan cinta. karena masing-masing dari mereka, masih
memiliki jalan panjang untuk mengejar cita-cita.
Sampai akhirnya, ketika kelulusan tiba, Athar tidak
tahan dan memberanikan diri
mengungkapkan perasaan itu kepada Ara. Namun jawaban yang dia terima sungguh
mengejutkan. Di sini, Athar harus kembali belajar untuk mengikhlaskan.
“Cinta itu indah jika sejalan dengan
fitrah. Dan, fitrahnya manusia adalah mengikuti gravitasi hati, dengan cara
menerima dan mengikuti kehendak-Nya dengan hati rela tanpa terpaksa. Karena
rencana-Nya adalah yang terindah. Karena pilihan-Nya yang terbaik.” (hal 152).
Athar pun menerima keputusan yang
diberikan Ara. Meski sakit, dia mencoba menerima. Athar lalu menyibukkan
diri untuk masuk kuliah. Dan lagi-lagi cobaan menyelimuti hidupnya. Selama
di sekolah Athar selalu menjadi juara kelas, hal itu yang membuatnya yakin bisa
lolos dalam seleksi di ITB. Namun ternyata Allah berkendah lain (hal 163). Dia tidak lolos dan berakhir kuliah di Sekolah
Bisnis di Bandung.
Namun berbagai kejadian itu tidak
serta merta membuat Athar goyah. Dia berusaha mencintai apa yang menimpanya
dengan ikhlas. Dan tanpa terasa waktu pun berlalu dengan cepat. Athar sudah menjadi sosok dewasa yang ulet.
Hal itu-lah yang akhirnya membuat Tari, sahabatnya saat kuliah, mengajukan
proposal ta’aruf (hal 266). Lalu ada Pak Farhan—orang yang sangat berjasa dalam
hidup Athar, yang memintanya untuk menikahi putri satu-satunya—Salsabila.
Athar sungguh bingung bagaimana
menjelaskan kalau sebenarnya dalam lubuk hatinya dia masih menyimpan nama Ara
dalam setiap doanya. Meski dia sama sekali tidak tahu bagaimana kabar Ara.
Bahkan bisa jadi Ara sudah menikah.
Hingga akhirnya sebuah kejadian membuat Athar membuat pilihan yang tidak
terduga.
Sebuah novel yang menggugah. Banyak
motivasi-motivasi positif yang bisa kita petik. Hanya saja, saya merasa ketika
membaca novel ini, pemilihan sudut pandang orang pertama, tidak membuat tokoh
hidup. Ditambah lagi pemilihan gaya
bahasa yang belum terlalu lentur.
Mungkin karena ini novel pertama, di mana sebelumnya penulis lebih
banyak menulis buku motivasi, sehingga masih terbawa dalam menulis buku
non-fiksi.
Namun lepas dari semua
kekurangannya, novel ini memiliki sisi positif yang cukup banyak. Jadi sangat
perlu dibaca bagi siapa saja yang ingin belajar cara mencintai apa pun yang
dihadapi dengan ikhlas.
Srobyong, 16 Juli 2017
No comments:
Post a Comment