Setelah beberapa lalu aku
berksesempatan mewawancarai Mbak Arumi E dan Mbak Indah Hanaco, kali ini kita akan
berkenalan dengan Mbak Silva—yang juga penulis produktif dan penulis dari seri “Around
The World With Love bacth3”
Nah di kesempatan kali ini, tentu
saja saya mencoba mengulik di balik
pembuatan novel terbarunya Love in Tokyo. Sebelum
ke hasil wawancara ada baiknya kita berkenalan dulu dengan penulis kece satu
ini.
Silvarani lahir di Jakarta pada 6
September. Setelah menyelesaikan kuliah Sastra Prancis UI dan Magister
Komunikasi UI, salah satu hal yang dilakukannya adalah melanjutkan hobi menulis
novel, naskah drama dan sekalian skenarion film.
Bagi Silvarani, menulis adalah salah
satu cara berkomunikasi, berbagi mimpi dan isnpirasi dengan orang-orang di luar
sana, yang sudah ia kenal maupun belum.
Jika ingin berkenalan dengan penulis
bisa menghubungi akun berikut ini :
Twitter : Silvarani
Instagram : Nadiasilvarani/ Silvaranibooks
E-mail : silvaranibooks@gmail.com
Facebook : Nadia Silvarani Lubis
Kalau mau mengenal karya-karya lain dari Mbak Silva bisa cek di goodreads.
Sudah tidak sabar dengan hasil
wawancara yang aku lakukan dengan Mbak Silva? Dan jreng ... inilah hasil wawancara dengan
Mbak Silva. Semoga bisa menginspirasi dan menjadi motivasi bagi siapa saja yang
suka menulis.
Ratna : Pertanyaan umum nih, Mbak
Silva. Bagaimana proses kreatif penulis novel Love in Kyoto? Sejak ditulis,
riset sampai terbit memakan waktu beralam lama. Dan adakah kesulitan tertentu
ketika menggarap novel ini?
Silva : Proses kreatif menulis Love in Kyoto
sebenarnya alhamdulillah lancar, tapiiii kalau saya sudah terserang penyakit
"baper" mau jalan-jalan ke Jepang dan malah liat video-video
jalan-jalan di Internet atau di handycam saya waktu ngebolang ke sana tahun
lalu, berhentilah sudah saya menulis. Jadi lama deh
🙈
😆
😄.
Kalau riset, kira-kira sebulan. Kesulitannya
mungkin ya itu tadi.... kalau malah bukannya nulis, tapi lihat-lihat video
jalan-jalan orang.
Ratna : Melihat video memang bisa
membuat lupa diri Mbak. Trus adakah alasan khusus kenapa memilih Kyoto sebagai
setting cerita?
Silva : Hmm... sebenarnya awalnya saya ingin memilih
setting kota di benua lain dari 2 novel saya sebelumnya di Around The World
With Love ini. Akhirnya terpilihlah Jepang. Lalu karena saya ingin mengangkat
budaya, saya pilih Kyoto sebagai kota yang tradisional dan masih mempertahankan
suasana Jepang kuno.
Ratna : Kyoto memang keren. Lalu
kalau boleh tahu apa alasan Mbak Silva menulis? Bagaimana cara membagi waktu
antara menulis dan kesibukan di dunia nyata? (selain menulis)
Silva : Saya menulis karena saya ingin
menuangkan apa yang ada di benak saya kepada dunia. Saya suka berkhayal menjadi
orang lain, berada di tempat lain, menghadapi situasi yang tidak saya alami di
dunia nyata, dan lain-lain sebagainya. Semua itu tentu saja membuka mata atas
sesuatu yang terjadi di dunia ini.
Misalnya saja dalam novel Love in Kyoto. Kalau
ada seorang Veli di depan mata kita, mungkin kita akan membayangkan betapa
enaknya jadi dia. Veli tak hanya cantik, tapi berasal dari keluarga
konglomerat, sukses mengejar karir yang sesuai dengan passion-nya, dekat pula
dengan cowok yang banyak diidolakan cewek-cewek. Namun, yang harus kita maknai
dan saya coba gambarkan di novel, bagaimana Veli harus survive pasca kepergian
orang tuanya untuk selamanya ketika dia kecil, didikan disiplin kakeknya,
mandirinya dia, kerja kerasnya mengejar passion, sikap bijaknya terhadap
hubungannya dengan Mario, dan lain-lain. Semoga ada sesuatu yang dapat dipetik
setelah menutup buku.
Cara saya membagi waktu sebenarnya santai saja.
Setiap hari saya memang selalu meluangkan waktu untuk menulis. Misalnya sehari
5-10 halaman. Itu pun dijeda dengan kegiatan lainnya dan menulis tak sampai
seharian. Kalau weekend kadang-kadang tidak menulis.
Ratna : Aamiin, semoga Mbak. Saya
habis baca ini juga mendapat banyak pengetahuan dan inspirasi yang bisa
dipetik. J
Tips. Membagi waktunya bisa dicontoh nih. Lanjut ke pertanyaan berikutnya,
Mbak. Sekalian buat promosi, Kenapa kita harus membaca Love in Kyoto? Apa
keunikannya?
Silva : Love in Kyoto WAJIB dibaca untuk para
pecinta novel Indonesia.
Kenapa?
Di novel ini, saya mencoba mengabungkan unsur
romance dengan sejarah, budaya (Veli sebagai desainer kain nusantara, Uehara
sebagai pemain gitar tradisional Jepang, Futaba sebagai koki udon), dunia tempo
doeloe (kependudukan Jepang di Indonesia), hubungan kakek dengan cucunya,
persahabatan yang penuh canda tawa tetapi sarat tolong-menolong, "twe way
of life" beberapa tokoh yang tergambar dari kata-kata yang keluar dari
mulut mereka, dan tentunya nikmat iman islam. Jadi, ada adegan romance, lucu,
action, menegangkan, pokoknya "gado-gado", deh.
Mungkin bisa dilihat di blurb novel Love in
Kyoto:
“Adinda Melati, satoe hari nanti,
berkoendjoenglah ke Kjoto dengan kimono jang kaoe djahit dari kain sakoera ini.
Akoe menoenggoemoe.” -Hidejoshi Sanada (13/11/45)
Veli, gadis yatim-piatu yang sejak kecil diasuh
kakek-neneknya, adalah perancang busana yang tengah naik daun. Sepulang dari
Jakarta Fashion Week, dia menemukan tumpukan surat lusuh di sela-sela koleksi
kain nusantara almarhumah neneknya, Nenek Melati. Nama pengirim surat berbau
Jepang itu mengusik rasa ingin tahunya, apalagi ada kaligrafi potongan ayat
Al-Qur’an di dalamnya.
Bukan kebetulan, prestasi Veli sebagai desainer
diganjar kesempatan tinggal beberapa bulan di Kyoto untuk mengikuti program
industri budaya. Veli merasa, ini jalan yang diberikan Tuhan kepadanya untuk
menambah ilmu sekaligus mencari tahu tentang Hideyoshi Sanada.
Dengan bantuan Mario, teman spesial yang sedang
bertugas di Osaka, dan Rebi, kawan SMA yang sudah empat tahun menetap di
Jepang, jalinan rahasia antara Hideyoshi dan Nenek pun satu per satu mulai
terungkap. Penemuan ini juga membawa Veli dan Mario bertemu sosok dingin
bernama Ryuhei Uehara, musisi muda shamisen, dan Futaba Akiyama, gadis pemalu
penjaga kedai udon di tengah kota Kyoto. Ternyata, hubungan empat insan ini
melahirkan kisah yang jauh lebih rumit dibanding cerita Hideyoshi dan Nenek
Melati puluhan tahun silam...
Ratna : Wah, novel ini memang kudu dibaca. Unsur yang
disatu padukan benar-benar inspiring dan unik. Lalu Mbak, apa sih yang ingin disampaikan
dari novel ini kepada pembaca?
Sebenarnya ini diserahkan lagi kepada pembaca.
Saya yakin, setiap pembaca pasti punya gambaran atau hal yang didapat
berbeda-beda. Intinya, semoga mereka terhibur dan mendapatkan hal positif dari
novel Love in Kyoto ini.
Ratna : Insya Allah habis baca
terhibur Mbk. J Terakhir,
dari kacamata Mbak Silva, apa yang perlu dimiliki ketika ingin menjadi penulis?
Dan bagaimana tips biar jadi penulis yang konsisten dan selalu produktif?
Lalu tips agar konsisten dan produktif adalah
berpikirlah bahwa pasti ada alasan Tuhan membuat kita bisa menulis. Beberapa
tujuannya mungkin agar bisa sharing dengan pembaca di luar sana. Jadi,
menulislah selagi ada kesempatan.
Oke Mbak Silva, terima kasih atas
waktu dan jawabannya. J
Sukses selabuat Mbak Silva dan semoga bukunya laris manis disukai pembaca. J Dan semoga sedikit
wawancara ini bisa menginspirasi bagi siapa saja yang membaca. J
Dan yang penasaran bagaimana kisah
Love in Kyoto, simak resensinya di sini.
keren. Sukses selalu :-)
ReplyDeleteTerima kasih, sudah berkenan mampir dan membaca ^_^
Deletekeren. Sukses selalu :-)
ReplyDelete