Sunday, 4 December 2016

[Resensi] Ketika Harus Menjadi Nomaden ke Luar Negeri


Dimuat di Singgalang, Minggu 27 November 2016

Judul               : Wander Woman
Penulis             : Irene Dyah, dkk
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Septembr 2016
Halaman          : 360 hlm
ISBN               : 978-602-03-3375-5 
Peresensi         : Ratnani Latifah
Kebanyakan orang mengira hidup di luar negeri itu menyenangkan. Padahal tentu saja di setiap tempat selalu ada tantangannya masing-masing. Ada suka ada juga duka.

Sebagaimana yang dialami Arumi, Cilla, Sabai dan Sofia. Mereka diharuskan menjadi seorang nomaden, orang yang suka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, khususnya ke luar negeri. Di sana mereka ditantang menaklukan setiap negara yang mereka sambangi. Bahwa di setiap tempat diperlukan adanya adaptasi. Karea di mana bumi dipijak disitulah langit dijunjung.

Kisah ini ditulis empat penulis, Nina Anddison, Irene Dyah, Fina Thorpe, dan Silvia Iskandar. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah dan memikat. Terinspirasi dari kisah nyata, di sini kita diajak mengenal sisi lain kehidupan di luar negeri juga suka duka para ibu nomaden yang inspiratif.

Cilla, gadis kota yang keras kepala dan mandiri. Pernikahannya dengan pria Eropa bernama William, mengharuskan dia menjejaki kehidupan di Scotlandia dan Amerika, bersama dua anak mereka. Alex dan Emily.

Di Houston, dia pernah terjebak dalam wedding vow renewal, upacara untuk memperkokoh pernikahan, saat tengah terjadi hurricane ike, badai yang cukup besar (hal 26). Tidak hanya itu dia juga ditantang cukup rumit untuk mendapat SIM di Aberdeen, Scotlandia, jika ingin berkendara. Bahkan kemalingan di negara yang katanya aman.

Sabai, Uni Padang yang nekat dan serba ingin tahu. Bersama suaminya, Mark dan tiga balitanya, Lexia, Emma dan Ariana, dia mencoba beradaptasi dengan Britania Raya dan Korea.Di London bersama tiga balitanya, dia berada di insiden pria jatuh dari double-decker (hal 100). Tidak hanya itu Sabai juga pernah adu mulut soal Burberry di Hackney. Juga perkenalannya dengan oppa Korea yang ahli berdandan.

Lalu Sofia, dia sosok pemimpi, dan suka mellow. Pekerjaan Ronald, suaminya membuat Sofia dan dua buah hatinya, Celly dan Juju tinggal di Australia. Dia mengalami culture shock, di mana dia masih kaget dengan berbagai budaya di negara yang didatanginya. Karena budaya tersebut pastinya berbeda dengan budaya di Indonesia. Apalagi dalam masalah persalinan yang cukup berbeda cara kerja di Australia dan Indonesia (hal 243). Di sini banyak pelajaran yang bisa Sofia dapatkan.

Yang terakhir adalah Arumi, seorang ibu yang rela berkorban untuk buah hatinya, Raya dan Thalia. Bersama suaminya, Yuza mereka pernah bermukim di Jepang dan Thailand.
Di Jepang, Arumi baru menyadari, "tinggal di luar negeri juga ada pait-paitnya." (hal 274). Padahal dulu dia selalu berharap bisa tinggal di luar negeri dan membayangkan segala hal yang menyenangkan. Semua tidak seindah bayangan.

Dan di Bangkong Arumi berkesempatan meliput Bangkok Shutdown, semacam demo namun tidak dilakukan dengan kekerasan. Melainkan dengan kemeriahan dan keramahan khas Negeri Gajah Putih (hal 326). Lain lubuk lain belalang, lain negeri lain pula gaya demonya.

Sebuah kisah yang menghibur dan inspiratif. Di sini kita diperlihatkan bagaimana perjuangan para istri sekaligus ibu yang harus nomaden. Mereka ditantang menakluklan gagap budaya dan harus berperan aktif menjadi guru pertama bagi anak yang harus dibina dengan akhlak yang baik.

Buku ini sangat cocok dibaca bagi siapa saja yang ingin tinggal di luar negeri. Karena di samping menjabarkan kisah yang inspiratif, buku ini juga dilengkapi panduan, budaya, transportasi, kuliner dan tempat-tempat yang indah. Dan kembali kita diingatkan, untuk jangan menilai sesuatu hanya dari luarnya saja.

Srobyong, 15 November 2016


2 comments:

  1. Wehh... ulasannya singkat, pdat nmun tetap berisi mbak..
    Nggak kebayang jadi ibu2 yg nomaden hhee
    dibalik kepuasan juga ada tantangannya pula :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Kadang kita nyangkana enak aja tinggal di luar negeri. Padahal di mana pun selalu ada tantangan. Ada enak juga tak enak :).

      Makasih Rahma. ^_^

      Delete