Monday, 12 December 2016

[Tanya Penulis] Wawancara With Indah Hanaco—Penulis Love in Pompeii



Alhamdulillah setelah sempat wawancara dengan Mbak Arumi perihal proses kreatif menulis Love in Montreal dan bagaimana tips menjadi penulis produktif, aku juga berkesempatan buat nge-poin Mbak Indah Hanacao  J. Seneng banget. J Jadinya bisa sekalian  tambah motivasi buat diri sendiri yang sebenarnya punya mimpi jadi penulis J Cuma masih merangkak. (nggak ada yang nanya) 

Oh iya, ini masih dalam rangka Promosi Around The World With Love batch 3 ada #Bacabareng nya juga di twitter dengan tagar #ATWWL3.  

Dan apa saja sih yang sudah aku dapat dari Mbak Indah? Sebelum ke sajian utama tanya penulis. Kita kenalan dulu yuk, sama profil  Mbak Indah Hanaco  yang sangat produktif ini. J


Langsung cap cus kenalan sama penulis dulu, deh.



Biodata Penulis :

Indah lahir dan besar di Pematangsiantar, kota kecil yang di masa lalu berubah menjadi kota mati seusai Magrib. Kuliah di fakultas Ekonomi dan pernah bekerja di bank swasta terbesar di Indonesia. Juga pernah berkarier sebagai resepsionis. Tetapi benar-benar merasa menemukan "dunia" saat menjadi penulis. Cita-cita saat ini adalah pindah dan menetap di Yogyakarta, keliling Eropa serta menghabiskan sisa hidup untuk menulis.

Indah adalah penyuka novel-novel historical romance. Tergila-gila pada segala hal yang berbau tahun 90-an. Juga sederet serial kriminal dan film-film romance. Mendadak mellow hanya karena gerimis. Kolektor majalah dan buku-buku resep yang jarang dimanfaatkan.

Fans sejati Michael Schumacher yang memilih berhenti menonton balapana Formula Satu begitu sang idola pensiun. Tidak bisa lepas dari kopi meski sangat tidak menyukai kopi. 

Indah Hanaco telah menerbitkan 40 novel, beberapa buku anak, non-fiksi dan parenting.  Namun Indah belum bisa memutuskan genre mana yang paling dia cintai.  Bagi Indah menulis adalah salah satu cara menjaga kebahagiaan. Dan Indah Hanaco juga pernah menulis novel dengan pseudonym Aimee Karenina.

Untuk cek karya-karyanya bisa cek di goodreas.  Dan jika ingin mengenal penulis lebih lanjut bisa add facebooknya Indah Hanaco, Twitter @IndahHanaco dan Instagram @indah_hanaco

Nah yang ditunggu-tunggi ini dia hasil wawancara dengan Mbak Indah Hanaco. J

Cek langsunga aja deh, cap cus apa saja yang aku tanyakan. Sebenarnya tidak jauh dari pertanyaan yang sempat aku tanyakan pada Mbak Arumi. Tapi karena setiap orang itu unik, sudah pasti kita akan dapat jawaban bervariasi dan nantinya kita bisa memilih cara yang paling cocok untuk diteladani. J
Lah, malah ngomong lagi. Sudah ah, yuk langsung ke wawancaranya J

Ratna : Pertanyaan umum nih, Mbak Indah.  Bagaimana proses kreatif penulis novel Love in Pompeii? Sejak ditulis, riset sampai terbit memakan waktu beralam lama? Dan adakah kesulitan tertentu ketika menggarap novel ini?

Indah H : Love in Pompeii didahului dengan riset tentang kota Pompeii selama beberapa hari. Kebetulan ada film dokumenter tentang kota ini di sebuah channel televisi. Setelah merasa bahan yang dibutuhkan sudah didapat, baru aku mulai nulis. Total hingga naskah ini kelar, sekitar sebulan. Di tahun ini, Love in Pompeii adalah naskah paling mudah yang kuselesaikan. Nyaris nggak ada kesulitan selama menyelesaikan naskah ini.

Ratna : Wah keren. Cuma sebulan dan kisahnya seru banget. Duh, salut. J Lanjut ke pertanyaan kedua nih, Mbak. Adakah alasan khusus kenapa memilih  Pompeii sebagai setting cerita?

Indah H : Alasan khusus memilih Pompeii karena keunikan dan sejarahnya yang nggak biasa. Selain itu, aku sangat suka segala hal tentang Romawi Kuno. Aku juga kagum luar biasa dengan kota Pompeii pada masa itu yang sudah melampaui zamannya. Dengan menulis novel yang sebagian bersetting di Pompeii, aku bisa berbagi sedikit informasi yang kudapat dari berbagai buku dan tayangan seputar kota ini. Salah satu keinginanku sekarang ini adalah membuat tulisan yang punya isi, tak sekadar bicara cinta. Aku ingin pembacaku mengambil manfaat dari novel-novelku. Entah itu sains, sejarah, atau pengetahuan umum lain yang selama ini kurang populer. Jadi, ketika pembaca menutup novelku, minimal ada pengetahuan baru yang didapat.

Ratna : Alasannya yang mulia banget, Mbak. Terharu :’(  Pengen berbagai ilmu pengetahuan. Semoga apa yang diharapkan terkabul. Aku sendiri jujur memang jadi nambah pengetahuan tentang sejarah setelah membaca novel Mbak Indah. Suka.  Trus ... kalau boleh tahu apa alasan Mbak Indah menulis? Bagaimana cara membagi waktu antara menulis dan keperluan keluarga?

Indah H : Alasanku menulis, awalnya karena ingin punya kesibukan yang bermanfaat. Aku sudah suka menulis sejak SMP, tapi nggak pernah berpikir untuk menjadikan aktivitas ini sebagai profesi. Aku pernah menjadi bankir dan bekerja di hotel. Tapi selalu merasa ada lubang yang tidak kutahu bagaimana untuk dipuaskan. Sampai akhirnya aku mulai menulis lagi. Siapa sangka, aku jadi begitu menikmati kegiatan ini. Menulis membuatku berubah banyak. Minimal, aku jadi kenal sisi lain diri sendiri yang kukira nggak pernah ada. Contohnya, aku ini aslinya pemalas dan ogah mencoba. Kalau sekali sudah gagal, ya sudah. Nggak tertarik untuk kembali berusaha sampai berhasil. Tapi.... menjadi penulis aku berubah lebih gigih dan pantang menyerah.

Soal pembagian waktu antara menulis dan mengurus keluarga, memang harus cukup jeli untuk menyeimbangkan keduanya. Bukan perkara mudah tapi juga bukan hal sulit. Intinya, ini soal cinta. Karena aku mencintai pekerjaanku, nggak ada kesulitan berarti. Cinta itu bikin otak jadi cerdas. Aku yang tadinya paling amburadul untuk urusan mengatur waktu, sekarang agak mending. Apalagi keluargaku sangat mendukung pekerjaanku. Jadi, semua bisa berjalan seimbang. Sesekali ada masalah, itu menusiawi, kan?

Ratna :  Manusiawi banget Mbak. Kan hidup memang nggak mungkin mulus-mulus saja. Kadang ada badai yang datang menerjang. Duh bahasanya hehh J Dan lagi-lagi aku kagum dengan alasan Mbak Indah dan bagaimana soal pembagian waktu antara menulis dan keluarga. Dan sangat setuju perihal cinta yang kadang menjadi motivasi untuk selalu melakukan yang terbaik.  Sekalian buat promosi, Kenapa kita harus membaca Love in Kyoto? Apa keunikannya?

Indah H : : Kenapa harus membaca Love in Pompeii? Karena memang ini novel yang bagus. hahaha. Nggak apa-apa kalau penulisnya lebay, ya?  Pompeii itu unik karena beberapa hal. Mulai dari pilihan setting yang nggak biasa. Profesi hero-nya yang juga masih lumayan jarang ditulis oleh penulis lokal. Kehidupan ibu tunggal yang masih belum terlalu banyak mendapat tempat dalam fiksi kita. Di atas semua itu, Love in Pompeii menyajikan plot yang (buatku) ingin memberikan harapan untuk orang-orang di luar sana yang pernah membuat kesalahan fatal dalam hidupnya. Aku selalu percaya, Allah Yang Maha Pengasih itu selalu punya kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya bagi kita sepanjang mau terus berusaha mencari.

Ratna : Nggak apa-apa Mbak, biar seru, lho. Hhehh.  Aku langsung angguk-angguk setuju tentang keunikan Pompeii. Karena itu memang kekuatan yang aku rasakan pas baca ini. Duh tiga jempol buat Mbak Indah yang bisa mengulis sesuatu yang jarang disentuh penulis lain.  Trus, nih Mbak, Apa sih yang ingin disampaikan dari novel ini kepada pembaca?

Indah H :  Hidup ini penuh kejutan. Kesalahan yang pernah kita buat, bukan akhir segalanya. Maafkanlah diri sendiri, jangan terlalu lama berkubang dalam penyesalan. Justru dari semua kekhilafan yang pernah kita buat, pelajaran berharga bisa dipetik dari sana. Manusia tempatnya khilaf dan dosa, karena memang fitrahnya begitu. Tapi tiap orang berhak bahagia. Gantungkanlah harapan hanya pada Dia Yang Maha Kuasa. Kita kadang terkejut dengan hal-hal baik yang dibiarkan-Nya terjadi pada kita.

Ratna : Wah, pesannya sangat dalam. Inspiring dan memotivasi. Pertanyaan terakhir nih Mbak. Terakhir, dari kacamata Mbak Nadia, apa yang perlu dimiliki ketika ingin menjadi penulis? Dan bagaimana tips biar jadi penulis yang konsisten dan selalu produktif?

Indah H : Aku selalu bilang, untuk jadi penulis itu harus sabar dan punya mental baca. Sering terjadi, satu naskah ditolak itu bukan cuma karena nggak bagus. Tapi bisa juga karena nggak menemukan editor yang pas. Naskah dan editor itu pun jodoh-jodohan. Jadi, ditolak oleh satu penerbit, jangan pernah putus asa. Kirim ke penerbit lain. Begitu seterusnya. Jangan juga hanya bergantung pada satu naskah. Setelah menyelesaikan satu novel dan mengirimnya ke penerbit, mulailah mengerjakan naskah baru. Kirim ke penerbit yang berbeda. Begitu seterusnya. Berusahalah :menjamah” aneka kesempatan yang diberikan oleh berbagai penerbit. Percaya atau nggak, mengenal banyak editor dengan skill dan gaya penyuntingan yang berbeda, akan sangat menguntungkan bagi penulis. Jangan lupa banyak membaca, rutin menulis, dan menonton film-film bagus. Aku selalu percaya, menonton satu adegan yang tepat, bisa memberi kita banyak ide. Karena kadang dari satu adegan saja, bisa membuat imajinasi berkembang liar.

Soal konsistensi, itu memang bukan hal yang mudah. Tapi juga bukan sesuatu yg mustahil. Tiap hari, usahakan untuk tetap menulis. Jangan lupa untuk memaksakan diri mencari ide secara teratur. Jadikan itu sebagai kebiasaan. Ketika hal itu sudah menjadi bagian dari aktivitas keseharian kita, semuanya jadi lebih mudah. Pada akhirnya, kata-kata tak cuma bergema di kepala, tapi mengalir dari jari-jari kita.

Ratna : Semua kembali pada usaha—mau bekerja keras, tidak mudah menyerah dan putus asa ya Mbak. Siap buat ngantongin semua ilmu Mbak Indah nih. J  Terima kasih atas ilmunya ya Mbak Indah. Sukses selalu buat sampeyan.

Nah bagaimana seru, kan? Kita jadi tahu bagaimana proses menulis novel Love in Pompeii. Penasaran sama novelnya bisa langsung dijemput J? Tak hanya  itu, kita juga bisa mengambil ilmu yang selama ini sudah diterapkan Mbak Indah. 

Yang ingin jadi penulis—nunjuk diri sendiri J yuk action dan jangan lupa untuk terus mencoba dan mencoba. Meski gagal jangan sampai menyerah.


Sebagaimana yang pernah Mbak Indah katakan,  “Aku tidak produktif, aku cuma lebih sabar dan keras kepala dibanding kebanyakan orang.” (diambil dari biodata pada novel You Had Me at Hello karya Mbak Indah )

Ini inspiring banget menurutku. Kita memang harus sabar dan  keras kepala jika ingin berjuang mengejar mimpi.  

Oh iya yang penasaran sama Love In Pompei bisa intip reviwenya Review Love in Pompeii

No comments:

Post a Comment