Alhamdulillah setelah sempat wawancara dengan Mbak Arumi perihal proses kreatif menulis Love in Montreal dan bagaimana tips menjadi penulis produktif, aku juga berkesempatan buat nge-poin Mbak Indah Hanacao J. Seneng banget. J Jadinya bisa sekalian tambah motivasi buat diri sendiri yang sebenarnya punya mimpi jadi penulis J Cuma masih merangkak. (nggak ada yang nanya)
Oh iya, ini masih dalam rangka Promosi
Around The World With Love batch 3 ada #Bacabareng nya juga di
twitter dengan tagar #ATWWL3.
Langsung cap cus kenalan sama
penulis dulu, deh.
Biodata Penulis :
Indah lahir dan besar di
Pematangsiantar, kota kecil yang di masa lalu berubah menjadi kota mati seusai
Magrib. Kuliah di fakultas Ekonomi dan pernah bekerja di bank swasta terbesar
di Indonesia. Juga pernah berkarier sebagai resepsionis. Tetapi benar-benar merasa menemukan
"dunia" saat menjadi penulis. Cita-cita saat ini adalah pindah dan
menetap di Yogyakarta, keliling Eropa serta menghabiskan sisa hidup untuk
menulis.
Indah
adalah penyuka novel-novel historical romance. Tergila-gila pada segala hal
yang berbau tahun 90-an. Juga sederet serial kriminal dan film-film romance.
Mendadak mellow hanya karena gerimis. Kolektor majalah dan buku-buku resep yang
jarang dimanfaatkan.
Fans
sejati Michael Schumacher yang memilih berhenti menonton balapana Formula Satu
begitu sang idola pensiun. Tidak bisa lepas dari kopi meski sangat tidak
menyukai kopi.
Indah
Hanaco telah menerbitkan 40 novel, beberapa buku anak, non-fiksi dan parenting.
Namun Indah belum bisa memutuskan genre
mana yang paling dia cintai. Bagi Indah
menulis adalah salah satu cara menjaga kebahagiaan. Dan Indah Hanaco juga pernah
menulis novel dengan pseudonym Aimee Karenina.
Untuk
cek karya-karyanya bisa cek di goodreas. Dan jika ingin mengenal penulis lebih lanjut bisa add facebooknya Indah Hanaco, Twitter @IndahHanaco dan Instagram @indah_hanaco
Nah yang
ditunggu-tunggi ini dia hasil wawancara dengan Mbak Indah Hanaco. J
Cek langsunga aja deh, cap cus apa
saja yang aku tanyakan. Sebenarnya tidak jauh dari pertanyaan yang sempat aku
tanyakan pada Mbak Arumi. Tapi karena setiap orang itu unik, sudah pasti kita
akan dapat jawaban bervariasi dan nantinya kita bisa memilih cara yang paling
cocok untuk diteladani. J
Lah, malah ngomong lagi. Sudah ah,
yuk langsung ke wawancaranya J
Ratna : Pertanyaan umum nih, Mbak Indah. Bagaimana proses kreatif penulis novel Love in
Pompeii? Sejak ditulis, riset sampai terbit memakan waktu beralam lama? Dan adakah
kesulitan tertentu ketika menggarap novel ini?
Indah H : Love in Pompeii
didahului dengan riset tentang kota Pompeii selama beberapa hari. Kebetulan ada
film dokumenter tentang kota ini di sebuah channel televisi. Setelah merasa
bahan yang dibutuhkan sudah didapat, baru aku mulai nulis. Total hingga naskah ini
kelar, sekitar sebulan. Di tahun ini, Love in Pompeii adalah naskah paling
mudah yang kuselesaikan. Nyaris nggak ada kesulitan selama menyelesaikan naskah
ini.
Ratna : Wah keren. Cuma sebulan dan kisahnya seru banget. Duh,
salut. J Lanjut ke pertanyaan kedua nih, Mbak. Adakah alasan khusus
kenapa memilih Pompeii sebagai setting cerita?
Indah H : Alasan khusus
memilih Pompeii karena keunikan dan sejarahnya yang nggak biasa. Selain itu,
aku sangat suka segala hal tentang Romawi Kuno. Aku juga kagum luar biasa
dengan kota Pompeii pada masa itu yang sudah melampaui zamannya. Dengan menulis
novel yang sebagian bersetting di Pompeii, aku bisa berbagi sedikit informasi
yang kudapat dari berbagai buku dan tayangan seputar kota ini. Salah satu
keinginanku sekarang ini adalah membuat tulisan yang punya isi, tak sekadar
bicara cinta. Aku ingin pembacaku mengambil manfaat dari novel-novelku. Entah itu
sains, sejarah, atau pengetahuan umum lain yang selama ini kurang populer.
Jadi, ketika pembaca menutup novelku, minimal ada pengetahuan baru yang
didapat.
Ratna : Alasannya yang
mulia banget, Mbak. Terharu :’( Pengen
berbagai ilmu pengetahuan. Semoga apa yang diharapkan terkabul. Aku sendiri
jujur memang jadi nambah pengetahuan tentang sejarah setelah membaca novel Mbak
Indah. Suka. Trus ... kalau boleh tahu
apa alasan Mbak Indah menulis? Bagaimana cara membagi waktu antara menulis dan
keperluan keluarga?
Indah H : Alasanku
menulis, awalnya karena ingin punya kesibukan yang bermanfaat. Aku sudah suka
menulis sejak SMP, tapi nggak pernah berpikir untuk menjadikan aktivitas ini
sebagai profesi. Aku pernah menjadi bankir dan bekerja di hotel. Tapi selalu
merasa ada lubang yang tidak kutahu bagaimana untuk dipuaskan. Sampai akhirnya
aku mulai menulis lagi. Siapa sangka, aku jadi begitu menikmati kegiatan ini.
Menulis membuatku berubah banyak. Minimal, aku jadi kenal sisi lain diri
sendiri yang kukira nggak pernah ada. Contohnya, aku ini aslinya pemalas dan
ogah mencoba. Kalau sekali sudah gagal, ya sudah. Nggak tertarik untuk kembali
berusaha sampai berhasil. Tapi.... menjadi penulis aku berubah lebih gigih dan
pantang menyerah.
Soal pembagian
waktu antara menulis dan mengurus keluarga, memang harus cukup jeli untuk menyeimbangkan
keduanya. Bukan perkara mudah tapi juga bukan hal sulit. Intinya, ini soal
cinta. Karena aku mencintai pekerjaanku, nggak ada kesulitan berarti. Cinta itu
bikin otak jadi cerdas. Aku yang tadinya paling amburadul untuk urusan mengatur
waktu, sekarang agak mending. Apalagi keluargaku sangat mendukung pekerjaanku.
Jadi, semua bisa berjalan seimbang. Sesekali ada masalah, itu menusiawi, kan?
Ratna : Manusiawi banget Mbak. Kan hidup memang nggak
mungkin mulus-mulus saja. Kadang ada badai yang datang menerjang. Duh bahasanya
hehh J Dan lagi-lagi aku kagum dengan alasan Mbak Indah dan
bagaimana soal pembagian waktu antara menulis dan keluarga. Dan sangat setuju
perihal cinta yang kadang menjadi motivasi untuk selalu melakukan yang terbaik.
Sekalian buat promosi, Kenapa kita harus
membaca Love in Kyoto? Apa keunikannya?
Indah H : : Kenapa
harus membaca Love in Pompeii? Karena memang ini novel yang bagus. hahaha.
Nggak apa-apa kalau penulisnya lebay, ya? Pompeii itu unik karena beberapa hal. Mulai
dari pilihan setting yang nggak biasa. Profesi hero-nya yang juga masih
lumayan jarang ditulis oleh penulis lokal. Kehidupan ibu tunggal yang masih
belum terlalu banyak mendapat tempat dalam fiksi kita. Di atas semua itu, Love
in Pompeii menyajikan plot yang (buatku) ingin memberikan harapan untuk
orang-orang di luar sana yang pernah membuat kesalahan fatal dalam hidupnya.
Aku selalu percaya, Allah Yang Maha Pengasih itu selalu punya kesempatan kedua,
ketiga, dan seterusnya bagi kita sepanjang mau terus berusaha mencari.
Ratna : Nggak apa-apa Mbak, biar seru, lho. Hhehh. Aku langsung angguk-angguk setuju tentang
keunikan Pompeii. Karena itu memang kekuatan yang aku rasakan pas baca ini. Duh
tiga jempol buat Mbak Indah yang bisa mengulis sesuatu yang jarang disentuh
penulis lain. Trus, nih Mbak, Apa sih
yang ingin disampaikan dari novel ini kepada pembaca?
Indah H : Hidup ini penuh kejutan. Kesalahan yang pernah kita buat, bukan akhir segalanya. Maafkanlah diri sendiri, jangan terlalu lama berkubang dalam penyesalan. Justru dari semua kekhilafan yang pernah kita buat, pelajaran berharga bisa dipetik dari sana. Manusia tempatnya khilaf dan dosa, karena memang fitrahnya begitu. Tapi tiap orang berhak bahagia. Gantungkanlah harapan hanya pada Dia Yang Maha Kuasa. Kita kadang terkejut dengan hal-hal baik yang dibiarkan-Nya terjadi pada kita.
Ratna : Wah, pesannya
sangat dalam. Inspiring dan memotivasi. Pertanyaan terakhir nih Mbak. Terakhir,
dari kacamata Mbak Nadia, apa yang perlu dimiliki ketika ingin menjadi penulis?
Dan bagaimana tips biar jadi penulis yang konsisten dan selalu produktif?
Indah H : Aku selalu
bilang, untuk jadi penulis itu harus sabar dan punya mental baca. Sering
terjadi, satu naskah ditolak itu bukan cuma karena nggak bagus. Tapi bisa juga
karena nggak menemukan editor yang pas. Naskah dan editor itu pun
jodoh-jodohan. Jadi, ditolak oleh satu penerbit, jangan pernah putus asa. Kirim
ke penerbit lain. Begitu seterusnya. Jangan juga hanya bergantung pada satu naskah.
Setelah menyelesaikan satu novel dan mengirimnya ke penerbit, mulailah
mengerjakan naskah baru. Kirim ke penerbit yang berbeda. Begitu seterusnya.
Berusahalah :menjamah” aneka kesempatan yang diberikan oleh berbagai penerbit.
Percaya atau nggak, mengenal banyak editor dengan skill dan gaya penyuntingan
yang berbeda, akan sangat menguntungkan bagi penulis. Jangan lupa banyak
membaca, rutin menulis, dan menonton film-film bagus. Aku selalu percaya,
menonton satu adegan yang tepat, bisa memberi kita banyak ide. Karena kadang
dari satu adegan saja, bisa membuat imajinasi berkembang liar.
Soal
konsistensi, itu memang bukan hal yang mudah. Tapi juga bukan sesuatu yg
mustahil. Tiap hari, usahakan untuk tetap menulis. Jangan lupa untuk memaksakan
diri mencari ide secara teratur. Jadikan itu sebagai kebiasaan. Ketika hal itu
sudah menjadi bagian dari aktivitas keseharian kita, semuanya jadi lebih mudah.
Pada akhirnya, kata-kata tak cuma bergema di kepala, tapi mengalir dari
jari-jari kita.
Ratna : Semua kembali
pada usaha—mau bekerja keras, tidak mudah menyerah dan putus asa ya Mbak. Siap
buat ngantongin semua ilmu Mbak Indah nih. J Terima kasih
atas ilmunya ya Mbak Indah. Sukses selalu buat sampeyan.
Nah bagaimana seru, kan? Kita jadi
tahu bagaimana proses menulis novel Love in Pompeii. Penasaran sama novelnya
bisa langsung dijemput J?
Tak hanya itu, kita juga bisa mengambil
ilmu yang selama ini sudah diterapkan Mbak Indah.
Yang ingin jadi penulis—nunjuk diri
sendiri J yuk
action dan jangan lupa untuk terus mencoba dan mencoba. Meski gagal jangan
sampai menyerah.
Sebagaimana yang pernah Mbak Indah katakan, “Aku tidak produktif, aku cuma lebih
sabar dan keras kepala dibanding kebanyakan orang.” (diambil dari biodata pada novel You Had Me at Hello karya Mbak Indah )
Ini inspiring banget menurutku. Kita
memang harus sabar dan keras kepala jika
ingin berjuang mengejar mimpi.
Oh iya yang penasaran sama Love In Pompei bisa intip reviwenya Review Love in Pompeii
Oh iya yang penasaran sama Love In Pompei bisa intip reviwenya Review Love in Pompeii
No comments:
Post a Comment