Sunday 25 December 2016

[Resensi] Mohamad Isa; Pejuang Kemerdekaan yang Visioner

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 18 Desember 2016. 

Judul               : Mohamad Isa
Penulis             : Feris Yuarsa
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Oktober 2016
Halaman          : 235 hlm
ISBN               : 978-602-03-3392-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.


Mohamad Isa adalah sosok nasionalis tulen yang berjuang dan mendamarbaktikan dirinya untuk bangsa dan negara ini (hal 208). Dia lahir di Binjai, Sumatera Utara, 4 Juni 1909.  Sejak kecil  ayahnya, Datuk Haji Ismail mengajarkan tentang  dasar-dasar pendidikan agama dan pelajaran mengaji. Baginya belajar mengaji sama pentingnya dengan menuntut ilmu sekolah (hal 1).

Dia mengenyam pendidikan di H.I.S, MULO (Middlebare Uitgebreid Onderwijs) di Binjai, AMS (Algemene Middlebare School) di Batavia dan terakhir dia belajar ilmu kedokteran di  STOVIT, Surabaya.

Setelah menyelesaikan pendidikan dokterinya, pada tahun 1936 Mohamad Isa menjadi asisten dosen di sekolah dokter gigi STOVIT, Surabaya.  Namun itu tidak berlangsung lama. Di tahun 1938, dia memutuskan hijrah ke palembang dan membuka parktik dokter gigi di sana. Rasa nasionalisme yang tinggi, mendorong dirinya, untuk  rela melepas kehidupannya yang nyaman. Yaitu melepas jabatannnya sebagai asisten dosen di sekolah milik Belanda. Dia memiliki cita-cita untuk memperbaiki nasib bangsanya suatu hari nanti (hal 11).
Di sanalah perjuangannya dimulai. Perkenalannya dengan A.K Gani, seorang dokter juga politisi, mengenalkannya pada  PNI (Partai Nasional Indonesia). Mohamad Isa langsung memiliki keinginan kuat untuk bergabung. Alasannya bergabung,  karena PNI memiliki orientasi ideologi yang tegas serta sarat nilai-nilai patriotik dalam perjuangan melawan kolonialisme (hal 152). Dia tidak tahan melihat kesengsaraan anak bangsa yang terus dijajah kolinal.

Pada masa penjajahan Jepang, Mohamad Isa, A.K Gani dan Nungtjik A.R, bahu membahu mengatur strategi yang tepat untuk menghadapi Jepang agar bisa meraih kemerdekaan.  Selama masa perjuangan, Mohamad Isa dikenal sebagai pejuang yang  visioner. Dia bersikap yang tenang. Selalu berpikir luas dan pandai dalam menganalisa sitiuasi. Serta mendamaikan suasana ketika ada terjadi beda pendapat yang alot.   Dia juga sangat sederhana dan ringan tangan pada bawahannya. Tidak pernah membeda-bedakan kasta antara manusia satu dengan yang lain.

Hal itu-lah yang menjadi alasan kenapa Mohamad Isa selalu disayang dan di hormati.  Karena hal itu pula dia pernah diangkat sebagai anggota Local Joint Commite Palembang, lalu pernah ditunjuk sebagai penasihat ahli Delegasi Republika Indonesia ke Konferesensi Meja Bundar (KMB) (hal 160).  Pernah juga dia ditunjuk sebagai anggota Panitia Persiapan Nasional serta ketua Panitia Perbatasan Daerah Renville dengan daerah Negra Sumatra Selatan.
Karenanya menghormati perjuangan Mohamad Isa, Presiden Megawati Seokarno Putri menganugerahkan Bintang Maha Putra Utama pada Mohammad Isa pada tanggal 3 November 2011.  Penghargaan itu diberikan atas peran Mohamad Isa sebagai salah satu tokoh utama yang menjadi ujung tombak pembentukan dan pengukuhan kedaulatan Republika Indonesia di wilayah Sumatra bagian Selatan.

Dan di masa Presieden Soekarno, dia juga pernah mendapat penghargaan sebagai Bintang Gerilya, Satya  Lencana Perang Kemerdekaan Pertama dan Satya Lencana Perang Kemerdekaan Kedua. 

Mohamad Isa benar-benar mendedikasikan dirinya pada tanah air tercintanya. Karena itu Presiden Soekarno mempercayai Mohamad Isa memimpin, menjadi rektor di Universitas Sriwijaya (UNSRI),  karena tahu benar sosok visoner ini memiliki kepedulian tinggi pada dunia pendidikan. Mengingat dia juga memiliki andil dalam memperkasai universitas tersebut dan berjuang untuk kemajuan pendidikan anak bangsa. Perjuangan yang dilakukan Mohamad Isa terus berlanjut bahkan ketika kemerdekaan Indonesia sudah tercapai.

Buku ini sangat sarat makna. Meski untuk gaya bahasa jujur saya kurang menimati, karena kisah dipaparkan secara melompat-lompat. Namun lepas dari kekurangannya, buku ini memberi keteladan yang bisa diambil. Di antaranya yaitu meneladi sikap Mohamad Isa, yang selalu bijaksana, mengedepankan musyawarah, bersikap mendidik dan setia kawan. Selain itu kita juga mengajarkan tentang nasionalisme,  patriotisme, sikap welas asih, sikap tolong menolong dan semangat juang tinggi. Mohammad Isa pernah menasihatinya anaknya “Jangan pernah menyerah dalam keadaan sesulit apa pun.”  (hal 169). 

Srobyong, 22 November 2016

No comments:

Post a Comment