Judul : Mohamad Isa
Penulis : Feris Yuarsa
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, Oktober 2016
Halaman : 235 hlm
ISBN : 978-602-03-3392-2
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Jepara.
Mohamad Isa adalah sosok nasionalis
tulen yang berjuang dan mendamarbaktikan dirinya untuk bangsa dan negara ini
(hal 208). Dia lahir di Binjai, Sumatera Utara, 4 Juni 1909. Sejak kecil
ayahnya, Datuk Haji Ismail mengajarkan tentang dasar-dasar pendidikan agama dan pelajaran
mengaji. Baginya belajar mengaji sama pentingnya dengan menuntut ilmu sekolah
(hal 1).
Dia mengenyam pendidikan di H.I.S,
MULO (Middlebare Uitgebreid Onderwijs) di Binjai, AMS (Algemene Middlebare
School) di Batavia dan terakhir dia belajar ilmu kedokteran di STOVIT, Surabaya.
Setelah menyelesaikan pendidikan
dokterinya, pada tahun 1936 Mohamad Isa menjadi asisten dosen di sekolah dokter
gigi STOVIT, Surabaya. Namun itu tidak
berlangsung lama. Di tahun 1938, dia memutuskan hijrah ke palembang dan membuka
parktik dokter gigi di sana. Rasa nasionalisme yang tinggi, mendorong dirinya,
untuk rela melepas kehidupannya yang
nyaman. Yaitu melepas jabatannnya sebagai asisten dosen di sekolah milik
Belanda. Dia memiliki cita-cita untuk memperbaiki nasib bangsanya suatu hari
nanti (hal 11).
Di sanalah perjuangannya dimulai.
Perkenalannya dengan A.K Gani, seorang dokter juga politisi, mengenalkannya
pada PNI (Partai Nasional Indonesia).
Mohamad Isa langsung memiliki keinginan kuat untuk bergabung. Alasannya
bergabung, karena PNI memiliki orientasi
ideologi yang tegas serta sarat nilai-nilai patriotik dalam perjuangan melawan
kolonialisme (hal 152). Dia tidak tahan melihat kesengsaraan anak bangsa yang
terus dijajah kolinal.
Pada masa penjajahan Jepang, Mohamad
Isa, A.K Gani dan Nungtjik A.R, bahu membahu mengatur strategi yang tepat untuk
menghadapi Jepang agar bisa meraih kemerdekaan. Selama masa perjuangan, Mohamad Isa dikenal
sebagai pejuang yang visioner.
Dia bersikap yang tenang. Selalu berpikir luas dan pandai dalam menganalisa
sitiuasi. Serta mendamaikan suasana ketika ada terjadi beda pendapat yang
alot. Dia juga sangat sederhana dan ringan tangan
pada bawahannya. Tidak pernah membeda-bedakan kasta antara manusia satu dengan
yang lain.
Hal itu-lah yang menjadi alasan
kenapa Mohamad Isa selalu disayang dan di hormati. Karena hal itu pula dia pernah diangkat
sebagai anggota Local Joint Commite Palembang, lalu pernah ditunjuk sebagai
penasihat ahli Delegasi Republika Indonesia ke Konferesensi Meja Bundar (KMB)
(hal 160). Pernah juga dia ditunjuk
sebagai anggota Panitia Persiapan Nasional serta ketua Panitia Perbatasan
Daerah Renville dengan daerah Negra Sumatra Selatan.
Karenanya menghormati perjuangan
Mohamad Isa, Presiden Megawati Seokarno Putri menganugerahkan Bintang Maha
Putra Utama pada Mohammad Isa pada tanggal 3 November 2011. Penghargaan itu diberikan atas peran Mohamad
Isa sebagai salah satu tokoh utama yang menjadi ujung tombak pembentukan dan
pengukuhan kedaulatan Republika Indonesia di wilayah Sumatra bagian Selatan.
Dan di masa Presieden Soekarno, dia
juga pernah mendapat penghargaan sebagai Bintang Gerilya, Satya Lencana Perang Kemerdekaan Pertama dan Satya
Lencana Perang Kemerdekaan Kedua.
Mohamad Isa benar-benar
mendedikasikan dirinya pada tanah air tercintanya. Karena itu Presiden Soekarno
mempercayai Mohamad Isa memimpin, menjadi rektor di Universitas Sriwijaya
(UNSRI), karena tahu benar sosok visoner
ini memiliki kepedulian tinggi pada dunia pendidikan. Mengingat dia juga
memiliki andil dalam memperkasai universitas tersebut dan berjuang untuk kemajuan
pendidikan anak bangsa. Perjuangan yang dilakukan Mohamad Isa terus berlanjut
bahkan ketika kemerdekaan Indonesia sudah tercapai.
Buku ini sangat sarat makna. Meski
untuk gaya bahasa jujur saya kurang menimati, karena kisah dipaparkan secara
melompat-lompat. Namun lepas dari kekurangannya, buku ini memberi keteladan
yang bisa diambil. Di antaranya yaitu meneladi sikap Mohamad Isa, yang selalu
bijaksana, mengedepankan musyawarah, bersikap mendidik dan setia kawan. Selain
itu kita juga mengajarkan tentang nasionalisme, patriotisme, sikap welas asih, sikap
tolong menolong dan semangat juang tinggi. Mohammad Isa pernah menasihatinya
anaknya “Jangan pernah menyerah dalam keadaan sesulit apa pun.” (hal 169).
Srobyong,
22 November 2016
No comments:
Post a Comment