Thursday, 22 December 2016

[Review] Ketika Cinta dan Masa Lalu Saling Tumpang Tindih


Judul               : Love in City of Angels
Penulis             : Irene Dyah
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, November 2016
Halaman          : 212 hlm
ISBN               : 978-602-03-3491-2

Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan setiap orang berhak mendapat kesempatan untuk berubah. Jangan jadikan alasan masa lalu membuat kita semakin terjebak pada kubangan gelap itu. Masa lalu bukan untuk ditangisi, tapi dijadikan pembelajaran untuk memperbaiki diri. 

Cinta dan trauma, masih menjadi tema yang asyik dinikmati. Yang terpenting adalah bagaimana penulis mengola kisah dengan unik sehingga berbeda dengan kebanyakan novel dengan tema serupa. Sebagaimana novel Love in City of Angels, memadukan kisah cinta yang tidak terduga, juga masa lalu serta trauma yang pada akhirnya membimbing sang tokoh pada jalan yang salah.

Masa lalu membuat Ajeng memiliki  persepsi yang salah tentang cinta. Bahwa cinta itu hanya omong kosong—cinta adalah mitos. Hal ini yang kemudian membuat Ajeng lebih memilih menjalin hubungan tanpa status dengan berbagai pria yang membuatnya nyaman. Lagi pula dia memang tidak memiliki keinginan untuk menikah. Ajeng punya pandangan tersendiri perihah pernikahan.

Seremonial akan mengubah manusia menjadi sepasangan individu  asing, berevolusi menjadi satu tim (yang seharusnya) solid bernama keluarga. Tapi harusnya orang yang berilmu tahu, evolusi tidak selamanya berjalan mulus. Ada cacat genetika, kegagalan, berkurangnya fungsi, dan hal-hal mengerikan lainnya. Jadi tidak heran, dalam pernikahan pun muncul perceraian, perselingkuhan, ribut-ribut urusan anak dana harta, berantem sama mertua, kehilangan privasi, juga para bapak yang kabur meninggalkan keluarga, tapi tiba-tiba memohon maaf (hal 4).

Lepas dari pernikahan, Ajeng menikmati kehidupan bebasnya di Krung Thep, nama lain dari Bangkok. Sampai kemudian, dia menyadari ada yang salah pada dirinya—dia terlambat datang bulan—dalam keadaan ini Ajeng sedikit merasa menyesal karena meneguk minuman beralkohol.  Belum lagi dia lupa siapa laki-laki itu.  

Hingga pada sebuah acara di kantor—perkenalan Presdir baru, Ajeng bertemu dengan  Earth—pria tampan yang ternyata mengingat bagaimana dirinya mabuk malam itu dan mengatakan sesuatu yang membuat Ajeng melilit.  Ajeng pun bergegas ingin membeli test pack.  Lucunya Ajeng entah kenapa terjebak pergi dengan pria yang tidak dia kenal Yazan yang mengaku tahu rumahnya (hal 31).

Tapi dari pertemuan itu, Ajeng malah menjadi dekat dengan Yazan. Meski Ajeng menyadari Yazan bukanlah seperti pria yang dia kencani selama ini. Yazan terlalu serius dan jarang sekali menunjukkan ekspresi.  Mereka sempat menghabiskan waktu bersama dalam rangka mengunjungi Masjid Jawa (hal 55).

Tidak hanya itu Yazan juga pernah melakukan sesuatu yang romantis dan membuat Ajeng seperi hilang kendali.  Sesuatu yang entah kenapa jarang Ajeng dapatkan dari orang lain. Hanya saja  setiap kali mengingat masa lalu yang dilakukan ayahnya, Ajeng langsung membuat jarak. Dia tidak boleh tunduk pada pria.

“Aku tidak bisa melarangmu kamu tergila-gila padaku. Terserah. Tapi, aku juga tidak bisa menjanjikan apa pun kepadamu. Jadi, mari kitaa berteman saja seperti sekarang, dan kita lihat perkembangannya nanti. Tidak ada ikatan. Dan, kamu juga tidak punya hak melarang-larang atau mengguruiku. Dalam hal apa pun.” (hal 112).

Lalu bagaimana tanggapan Yazan perihal penolakan Ajeng? Apakah Ajeng benar-benar hamil? Selain dua pertanyaan ini sejatinya masih banyak lagi kepingan-kepingan misteri yang membuat kisah ini semakin menarik. Seperti rahasia yang disimpan rapat oleh sang ibu hingga membuat Ajeng Syok.

Ini kali kedua membaca karya Mbak Irene dalam seri Around The World With Love.  Sebelumnya saya membaca Love in Blue City.   Saya suka pemilihan judulnya yang unik karena tidak menjabakan nama kotanya langsung. Selain  Love in Blue City dan  Love in City of Angels, ada juga  Love in Marrakech.  Ketiganya adalah seri Around The World With Love karya Mbak Irene yang bisa diburu.

Novel ini dipaparkan dengan gaya bahasa renyah, lugas, asyik dan gurih. Penulis memiliki ciri khas dalam bercerita. Selain itu kepingan-kepingan misteri yang diselipkan penulis juga sukses membuat saya penasaran. Penulis pandai menggiring pembaca untuk tidak berhenti membaca sampai pada tahap akhir.   

Penokohan juga terasa hidup, membuat kisah terasa semakin seru. Yazan yang selalu cuek tapi keras kepala dan Ajeng yang jinak-jikan merpati. Masalah setting, mengingat penulisnya memang penah bermukim di sana, membuat penjabarannya terasa hidup. Menyatu dengan cerita.

Kelebihan lainnya adalah pengetahuan yang ditawarkan penulis perihal kehidupan di Bangkok. 

“Masjid Jawa itu masjid tertua di Bangkok. didirikan oleh perantau Jawa, Haji Muhammad Saleh di tanah wakaf. Dalam penyebaran Islam di Bangkok  ulama-ulama Indonesia memilih peran yang cukup besar. Irfan Dahlan—putra KH. Ahmad Dahlan merantau ke India dan Pakistan, lalu menetap di Thailand dan menikah dengan Zahrah, seorang putri imam Masjid Jawa, yang ternyata cucu dari H Mahmud Saleh.” (hal 64).

Atau perihal nama lain Bangkong yang ternyata begitu sulit untuk diucapkan Krung Thep Mahanakhon Amon Rattanakosin .... (lanjutannya bisa diintip dihalaman 2). Panjang banget J   atau makna Krung Thep—nama pendek Bangkok yang memiliki arti City of Angels (hal 202).  Dan masih banyak lagi.

Hanya saja saya merasa tokoh selain Ajeng dan Yazan itu, hanya numpang lewat. Entah kenapa saya merasa porsi mereka kurang. Misalnya  pria Jepang—Jun Miyamoto, kalau saja dia memiliki porsi yang lebih pasti cerita akan lebih seru.  Atau Earth, pria yang membuat Ajeng jungkir balik. Karena di sini Ajeng diceritakan memiliki banyak teman pria. Jadi keberdaan mereka bisa membuat kisah lebih menarik dan membuat jantung berdebar-debar.

Tapi lepas dari kekurangnnya. Novel ini sarat makna. Selain mendapat  pelajaran sejarah, ada juga pembelajaran tentang arti keluarga. Bahwa orangtua memiliki peran penting yang mempengaruhi sikap anak. Pendidikan yang salah akan membawa dampak buruk pada psikologi anak. Sebagaimana yang dialami Ajeng, tumbuh dari keluarga broken home, membuatnya  membenci dan tidak mempercayai cinta.

Tidak ketinggalan, di sini kita juga belajar, bahwa setiap manusia itu memiliki kesempatan untuk berubah. Memilih menjadi orang yang baik atau buruk adalah pilihan kita sendiri. Dan jangan menjadikan masa lalu sebagai kedok kita untuk melakukan kesalahan lain yang tidak diridai. Seharunsya kita belajar dari masa lalu untuk memperbaiki diri.

Manusia bisa khilaf. Dan setiap manusia punya kesempatan untuk menyadari kekeliruannya, bertobat, berusaha menjadi sosok yang lebih baik. Jangan biarkan dirimu terpenjara masa lalu (hal 148).


Srobyong, 22 Desember 2016 

Dan untuk wawancara dengan penulisnya bisa dibaca di sini

No comments:

Post a Comment