Haloha, bertemu lagi dalam sesi
Tanya Penulis. Masih tentang para penulis dari seri "Around The World With Love bacth3”
Kali
ini siapa yang akan aku ke-poin?
Dan
... jreng ... inilah penulis yang aku ke-poin. Mbak Irene Dyah. Karena sebelumnya, kan aku sudah menyapa Mbak Arumi E, Mbak Indah Hanaco dan Mbak Silvarani. J
Nah sebelum ke sesi tanya penulis. Rasanya
tidak afdol kalau belum mengenal sepak terjang dari penulis yang satu ini.
Biografi Penulis
Irene Dyah Respati, nomadik sejak
SMU. Besar di Solo, tinggal berpindah ke Yogyakarta, Jakarta, Tokyo, Shizuoka,
Bangkok; koleksi daerah jajahan itu
terus bertambah seiring kesukaannya berkelana bersama keluarga. Punya (terlalu)
banyak hobi, tapi hanya sedikit yang konsisten : membaca, menulis, menari dan
kucing—bila itu dapat disebut hobi.
Setelah melepas masa karier sebagai
humas perusahaan otomotif terbesar di Indonesia,
hingga kini Irene (dibaca Airin) adalah ibu rumah tanggal purnawaktu
dengan 1001 jenis pekerjaan, termasuk sebagai penjinak dua bocah menggemaskan,
dan menjadi kawan bermain seekor kucing labil yang takut kesepian. Di dunia
literas, selain menulis buku dan artikel untuk majalah, Irene juga aktif
menjadi writing coach dewasa dan kanak-kanak.
Novel Irene yang sudah beredar
adalah Tiga Cara Mencintai, Dua Cinta
Negeri Sakura, Wheels and Heels, Love in Marrakech, Complicated Thing Called
Love, Love in Blue City, dan Wander Woman. Selain itu, kumpulan kisah
inspiratif Meniti Cahaya (2015) dan photo essay Jejak Sujud Pengelana (2016). Dia
berharap suatu saat bukunya akan difilmkan, agar suaminya (yang tidak suka membaca tapi maniak
film) bisa menikmati kisah-kisah yang dia tulis.
Jika ingin berkenalan dengan penulis
bisa disapa di sini :
Twitter : @aikairin
IG :
@aikairin
Mau intip karya-karyanya bisa cek di goodreads
Dan inilah hasil wawancara dengan
penulis keren ini J
langsung disimak, yuk!
Ratna : Pertanyaan umum nih, Mbak
Irene. Bagaimana proses kreatif penulis novel Love in City of Angels. Sejak
ditulis, riset sampai terbit memakan waktu beralam lama. Dan adakah kesulitan
tertentu ketika menggarap novel ini?
Irene :
Penulisan novel ini alhamdulillah relatif lancar. Pertama karena
karakter utama sudah 'tercipta' yaitu Ajeng -- yang character traits-nya
sudah matang melalui 2 novel saya dulu. Kedua, karena saya pernah menetap
hampir 4 tahun di Bangkok. Jadi tidak perlu lagi riset tentang latar tempat,
insya Allah masih ingat ... terutama karena saya memang hanya menggunakan tempat/waktu/event/makanan
dll yang pernah saya alami sendiri..
Waktu penulisannya sekitar 1,5 - 2 bulan.
Tantangannya adalah justru karena saya punya
banyak sekali memori tentang Bangkok, jadi terlalu banyak hal yg ingin saya
sampaikan pada penbaca. Akibatnya, saya mesti lihai dan 'tega' memilah bagian
mana saja yg akan digunakan untuk mendukung alur ceritanya.
Ratna : Alhamdulillah Mbak. Keren aih. Termasuk
cepat sekali dalam menyelesaikan novel. Lalu adakah alasan khusus kenapa
memilih City of Angels atau Bangkok sebagai setting cerita?
Irene : Alasan khusus adalah karena Bangkok
adalah kota yg berkesan bagi saya. Keunikan Bangkok saya angkat juga dalam
novel ini; yaitu bahwa Bangkok ini City of Angels sekaligus kota yang 'penuh
dosa'. Semua kembali pada kita, ingin menjadi putih atau hitam di Bangkok.
Ada puluhan (ratusan?) tempat ibadah di sana,
dan masyarakat secara rutin beribadah, melakukan ritual sesuai kepercayaan
mereka. Di sisi lain, free sex secara terbuka, tempat maksiat bisa ditemukan di
mana saja (bahkan di dekat sekolah
😁 ), kehidupan
malamnya juga sangat bebas..
Dan kedua hal yg bertolak belakang itu bisa
berjalan seiring.
Di luar itu, Bangkok memang cantik. Suasana
tradisional masih terasa kuat meski kotanya lebih modern dari Jakarta dan dihuni
berbagai macam warga negara.
Ratna : Kota yang berkesan
ternyata. Pertanyaan selanjutnya, kalau boleh tahu apa alasan Mbak Irene
menulis? Bagaimana cara membagi waktu antara menulis dan keperluan keluarga?
Saya biasa menulis saat anak-anak di sekolah. Jam 8-12. Atau saat mereka sudah
tidur, yaitu mulai dari jam 9 malam. Nah, kalau anak2 libur sekolah begini,
saya jadi nggak nulis deh hehehe
Ratna : Wah alasan menulis dan
bagaimana membagi waktunya patut diacungi jempol. J.
Sekalian buat promosi, Kenapa kita harus membaca Love in City of Angels. ? Apa
keunikannya?
Irene : Keunikan kan buku ini :
-Renyah dan ringan, tapi tetap ada konflik
emosional yang jelas. Renyah, ringan, lucu, percakapan dan gaya bertutur yg
mengalir alhamdulillah adalah kekuatan utama tulisan saya. Hampir seluruh
review biasanya menyebutkan hal ini. Dan saya rasa, tidak semua penulis punya
ciri khas seperti ini.
-Karakternya riil. Misal Ajeng. Saya YAKIN
banget, ada beneran wanita seperti Ajeng ini. Yang jujur, agak bitchy, punya
ketakutan dan harapan; sosok tidak sempurna dan dekat di hati pembaca.
-Buku ini kuat dari segi latar, karena penulis
pernah menetap di sana dan berinteraksi langsung dgn masyarakatnya. Jadi ada
detil-detil menarik di sana berdasarkan pengetahuan saya akan kearifan lokal
setempat, nggak cuma sekedar nyebutin tempat wisata atau hal-hal yang umum. Misal : kebiasaan orang Thai bikin
nick name unik (nama buah, nama benda, bahkan nama cabang olah raga!) sebagai
pengganti nama asli mereka yg panjang dan relatif sulit diucapkan lidah asing.
Ratna : Sip, semga bukunya nanti laris manis Mbak. Setuju
banget ada ciri khusus dalam tulisan Mbak Irene. Lalu apa sih yang ingin
disampaikan dari novel ini kepada pembaca?
Irene : Yang ingin disampaikan : Saya tidak
ingin mengunci tujuan penulisan novel ini dalam poin-poin tertentu. Tiap pembaca pasti bisa menarik
inspirasi atau pesan atau justru pertanyaan yg berbeda-beda dari novel ini..
😊 Karena saya
menulis bukan untuk menggurui
:)
Tapi payung utama novel ini adalah : 1. manusia
tidak akan pernah bisa jadi hakim yg sempurna atas manusia lain, maupun diri
sendiri. 2. mau jadi baik atau buruk, sepenuhnya pilihan ada di tangan kita.
Kita tidak bisa menjadikan lingkunan/masa lalu/ keluarga/ dll sebagai alibi
atas pilihan yg kita ambil
Ratna : Duh, pesannya mengena
banget. Terakhir, dari kacamata Mbak
Irene, apa yang perlu dimiliki ketika ingin menjadi penulis? Dan bagaimana tips
biar jadi penulis yang konsisten dan selalu produktif?
Irene : Yang perlu dimiliki utk jadi seorang
penulis?
-Mesti tekun. Menulis itu adalah skill,
ketrampilan. Makin sering diasah, insha Allah akan makin bagus hasilnya.
(Kecuali kamu seorang penulis jenius sih hehehe)
-Mesti konsisten Khususnya menulis novel,
menulis itu pekerjaan yg membutuhkan komitmen jangka panjang. Dari bab pembuka
sampai ending, semua mesti dikerjakan huruf demi huruf hingga selesai. Nggak
bisa instan.
Tips menjadi penulis yg konsisten dan produktif
.. Hmmm.. saya belum pada posisi utk kasih tips nih.. Beneran deh. Gimana dong
🙊
🙈
Ratna : Terima kasih jawabannya.
^_^ Aduh ayolah Mbak, bagi tips dikit,
lho maksa hehh
😂 Kalau diganti bagaimana mengatasi
kemalasan versi Mbak Irene?
Irene : Okeh mengatasi rasa malas nulis aja yaa.
-Bikin writing habit. Jadi kita
jadwalkan pada jam tertentu tiap hari mesti duduk di depan laptop dan nulis.
Kayak orang kantoran aja.. Nggak mesti panjang waktunya, tapi rutin. Walaupun
lagi mentok nggak ada ide, tetap harus duduk dan nulis. Utk membiasakan tubuh
dan otak.
-Biasanya pas mau nulis novel saya bikin imagination
board yang seru dan ditempel di depan laptop. Isinya foto dan keterangan tentang
karakter, gambar mapping cerita, foto tempat yang jadi latar adegan-adegan tertentu. Bentuk visual semacam ini bisa jadi
suntikan mood nulis kalau pas lagi kandas-kandasnya.
Punya
outline cerita dan tabungan ide. Jadi kalau pas mentok bgt ga tau mau nulis
apa, bisa intip-intip di situ utk
memancing gairah nulis lagi ((gairah!
😝))
Oke Mbak, terima kasih atas jawaban-jawaban yang sangat
inspiratif dan memotivasi. Semoga sukses selalu untuk Mbak Irene dan semua
karyanya laris manis dan diterima pembaca dengan baik. J
Yang penasaran dengan novel
terbarunya Mbak Irene, bisa intip resensinya dulu di sini . Kalau penasaran bisa
langsung dijemput di toko buku atau pesan langsung sama penulisnya. J
No comments:
Post a Comment