Wednesday 7 December 2016

[Review Buku] Cinta, Mimpi dan Keyakinan

Judul               : Love in Montreal
Penulis             : Arumi E
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, November 2016
Halaman          : 240 hlm
ISBN               : 978-602-03-3460-8

Tema cinta memang tidak akan pernah lekang oleh waktu. Selalu manis dan disukai pembaca.  Lagi pula setiap individu itu unik dan selalu punya cara berbeda dalam mengisahkan sesuatu. Begitu pula tentang mimpi. Tema ini juga tetap disukai karena akan banyak keteladanan yang bisa diambil untuk memperbaiki diri. Memberi motivasi dan inspirasi.  Tidak ketinggalan adalah masalah keyakinan. Mengingat cinta dan keyakinan sering kali bersinggungan, menjadi bumbu cinta yang kadang berbuah manis juga berbuah pahit.

Melihat fenomena itu, tidak salah jika penulis mencoba memadukan tiga tema ini dalam satu cerita yang dikemas dengan apik dan manis. Ditambah lagi dengan adanya perpaduan setting yang menawan serta masalah Islamophobia yang memang masih marak terjadi di berbagai negara minoritas Islam.

Love in Montreal merupakan seri Around The World With Love batch 3. Sebelumnya pada batch 1 Arumi E menulis novel berjudul Love in Adelaide lalu di batch 2 Love in Sydney. Dari ketiga buku ini, alhamdulillah saya sudah membaca semuanya.  Meski dari ketiga novel ini ada sedikit pola yang terasa sama. Tapi keseluruhan cerita sangat asyik untuk dinikmati dan banyak sisi positif yang bisa diteladani. Novel ini memang diseting menjadi novel bersambung dan saling berhubungan. Namun tenang saja, karena setiap buku ini tetap bisa dibaca mandiri. Karena cerita yang dipaparkan  point benang merahnya hanya berhubungan dengan si tokoh utama.  Tapi jika membaca keseluruhan akan semakin menambah seru.

Novel ini sendiri berkisah tentang Maghali atau yang lebih sering dipanggil Lili.  Setelah sempat memamerkan rancangannya di Ethnic and Cultural Fashion Show di Sydney[1] sekarang dia akan melanjutkan studinya  di Montreal—Kanada.  Dia akan di sana sekitar satu tahun. Selama di sana Lili tinggal di rumah Madame Marple sesuai dengan saran Miss Prudence—dosen yang membantu mengurusi beasiswa Lili.

Pertama tinggal di luar negeri sendirian, tentu saja sempat membuat Lili cemas. Mengingat di Kanada tengah marak  Islamophobia. Tapi dia mencoba yakin bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja.  “Aku percaya, dengan tetap bersikap baik, suatu saat mereka sadar, Islam yang sebenarnya membawa damaai dan kebaikan. Teroris itu kriminal, nggak ada hubungannya dengan agama.”  (hal 19).  Dan benar saja ketika mulai memasuki perkuliahan di La Mode College, Lili langsung disambut hangat oleh teman-teman sekelasanya. Salah satunya adalah Shabrina yang ternyata seorang mualaf dan juga berhijab.

Di La Mode College,  Lili bersama mahasiswa terbaik lainnya berkesempatan untuk memamerkan karya-karyanya dalam mini fashion show.  Bisa dibilang karya Lili itu elegan. Terutama karena dipadukan dengan bahan-bahan tradisional negara Indonesia. Meski potongannya panjang, tapi tetap sesuai dengan konsep modest wear.

Pada kesempatan inilah akhirnya Lili mengenal Isabelle, model cantik yang hangat, rendah hati dan membumi. Selain itu Lili juga berkenalan dengan Kai, model yang ternyata juga seorang dokter dan relawan.  Sebuah perkenalan yang pada akhirnya membuatnya terjebak keadaan yang rumit.

Lili tidak menyangka akan dekat dengan Kai yang ternyata masih berdarah Indonesia—dia ada campuran darah Kalimantan. Padahal dia tahu, dirinya  tidak boleh memiliki perasaan lebih pada Kai. Karena menyadari ada jurang dalam di antara mereka. Banyak kejadian membuat Kai tidak mempercayai Tuhan. 

Lalu Isabelle yang sempat  terjebak pada jalan yang salah mencoba meminta bantuan padanya.  “Aku sudah bilang, hidupku dulu penuh liku dan menyedihkan. Apakah ceritaku ini cukup untuk membuatmu mau menerimaku tinggal bersamamu? Aku nggak bohong. Itu adalah kisah nyata kehidupanku yang sebenarnya. Kalau kau tak percaya, kau bisa mencari berita tentang aku di internet.” (hal 115).

Tidak hanya masalah itu, Lili juga harus menghadapi warga Kanada yang masih menganggap Islam adalah ancaman, sehingga dia sempat dibully.  Padahal hidup itu sesungguhnya indah, andaikan semua orang merasa bahagia, bebas dari rasa benci dan saling curiga, meluapkan rasa ingin berbagi kasih (hal 103).

Menarik dan membuat penasaran. Diceritakan dengan gaya bahasa yang renyah dan manis, membuat novel ini sangat nyaman dibaca.  Penulis juga pandai membuat pembaca terus terpacu rasa penasaran hingga sampai di akhir bab.  Banyak kejutan yang tidak terduga dalam novel ini.

Kelebihan lainnya dalam novel ini adalah tentang penggarapan setting yang sangat hidup dan tidak terasa tempelan. Narasinya yang persuasif, membuat saya seolah ingin segera bertandang ke Montreal. Dan sangat minim typo.

Hanya saja untuk rasa religi yang bagian Lili dan yang kerap bergi berduaan dengan Kai, kadang bikin gemes.  Lili yang religius ternyata kadang masih  belum bisa berdamai dengan diri sendiri. Padahal dia tahu perbuatannya salah.  Tapi nampak selalu dengan mudah menerima ajakan Kai atau malah pasrah tidak bisa menolak ajakan itu. Dan lagi tokoh Kai terlalu sempurna dan terlihat tanpa cacat. Tampan, baik hati dan sederet sikap baik lainnya.  Perfect deh, kecuali dalam masalah keyakinannya.

Pada novel ini, penulis lebih condong mengarahkan semua emosi pada Maghali, sehingga untuk emosi Kai masih harus diterawang. Hal ini terlihat jelas dari kegalaun Lili setiap kali berdekatan dengan Kai. Sedangkan model dan dokter tampan itu tampak tenang, tidak peduli dan  selalu baik pada siapa saja. Termasuk pada Isabelle yang tengah jatuh cinta padanya, yang otomatis membuat Lili kelabakan.

Emosinya baru muncul di akhir ternyata. Namun kala itu Lili sudah tidak lagi berada di Montreal. Bagaimana nasib Kai dan Lili selanjutnya. Pastikan baca novel ini, kisah masih berlanjut dengan kejutan lain yang tidak terduga.  Dan bocoran sedikit  yang sudah pernah baca Love in Adelaide, akan bertemu lagi dengan pasangan Aleska dan Neil[2]. Kenapa muncul dan ada apa? Rasanya harus langsung menjemput buku ini.

Novel ini mengingatkan kita pada banyak hal.  Di antaranya selalu bertawakal, positif thinking, jangan mudah menyerah dalam meraih impian dan mensyukuri nikmat dari Tuhan. Ada juga anjuran agar  berpakain  yang sopan.  “Sebagai muslim aku harus berpakaian tertutup dan santun.” (hal 26).  Dan masih banyak  quote inspiratif lainnya.

Srobyong, 7 Desember 2016



Bagi yang penasaran, bisa intip dulu book trailernya dulu sebelum menjemputnya J


Dan bagaimana proses kreatif penulisan novel ini? Tunggu hasil wawancara yang aku lakukan dengan Mbak Arumi, ya. :) 

Ini dia hasil wawancara singkat dengan penulis bisa dilihat di sini Coretan Kazuhana El Ratna Mida


[1] Baca Love in Sydney.
[2] Baca Love in Adelaide.

3 comments:

  1. Yaah... aku belum baca trilogi buku itu mbak -_-
    sikap si Kai keknya sulit buat ditebak nih ya mbak. Kira2 Kai bakalan bersatu sama Lili ato gimana yaak?
    Bukankah Kai masih punya keturunan Indo juga?
    xixixi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dang diburu, ceritanya seru :)

      penasaran nasib Kai dan Lili harus langsung jemput buku ini :) promosi hahh

      Delete
  2. Oh jadi love in montreal itu trilogi yah kak ? Recomend novel novel arumi E. Yang bersambung-sambung gitu dong kak.Buat tugas akhir kak. Hehe.kalo ada informasi informasi tentang arumi E. bisa ke email aku yah kaka riapermatasari33351@gmail.com

    ReplyDelete