Judul :
Love in Montreal
Penulis :
Arumi E
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, November 2016
Halaman : 240 hlm
ISBN : 978-602-03-3460-8
Tema cinta memang tidak akan pernah
lekang oleh waktu. Selalu manis dan disukai pembaca. Lagi pula setiap individu itu unik dan selalu
punya cara berbeda dalam mengisahkan sesuatu. Begitu pula tentang mimpi. Tema
ini juga tetap disukai karena akan banyak keteladanan yang bisa diambil untuk
memperbaiki diri. Memberi motivasi dan inspirasi. Tidak ketinggalan adalah masalah keyakinan. Mengingat
cinta dan keyakinan sering kali bersinggungan, menjadi bumbu cinta yang kadang
berbuah manis juga berbuah pahit.
Melihat fenomena itu, tidak salah jika penulis mencoba memadukan tiga tema ini dalam satu cerita yang dikemas dengan apik dan
manis. Ditambah lagi dengan adanya perpaduan setting yang menawan serta masalah
Islamophobia yang memang masih marak terjadi di berbagai negara minoritas
Islam.
Love in Montreal merupakan seri Around
The World With Love batch 3. Sebelumnya pada batch 1 Arumi E menulis
novel berjudul Love in Adelaide lalu di batch 2 Love
in Sydney. Dari ketiga buku ini, alhamdulillah saya sudah membaca
semuanya. Meski dari ketiga novel ini ada sedikit pola
yang terasa sama. Tapi keseluruhan cerita sangat asyik untuk dinikmati dan
banyak sisi positif yang bisa diteladani. Novel ini memang diseting menjadi novel
bersambung dan saling berhubungan. Namun tenang saja, karena setiap buku ini
tetap bisa dibaca mandiri. Karena cerita yang dipaparkan point benang merahnya hanya berhubungan dengan
si tokoh utama. Tapi jika membaca
keseluruhan akan semakin menambah seru.
Novel ini sendiri berkisah tentang
Maghali atau yang lebih sering dipanggil Lili. Setelah sempat memamerkan rancangannya di
Ethnic and Cultural Fashion Show di Sydney[1]
sekarang dia akan melanjutkan studinya di Montreal—Kanada. Dia akan di sana sekitar satu tahun. Selama di
sana Lili tinggal di rumah Madame Marple sesuai dengan saran Miss Prudence—dosen
yang membantu mengurusi beasiswa Lili.
Pertama tinggal di luar negeri
sendirian, tentu saja sempat membuat Lili cemas. Mengingat di Kanada tengah marak Islamophobia. Tapi dia mencoba yakin bahwa
semuanya pasti akan baik-baik saja. “Aku
percaya, dengan tetap bersikap baik, suatu saat mereka sadar, Islam yang
sebenarnya membawa damaai dan kebaikan. Teroris itu kriminal, nggak ada
hubungannya dengan agama.” (hal 19).
Dan benar saja ketika mulai memasuki
perkuliahan di La Mode College, Lili langsung disambut hangat oleh teman-teman
sekelasanya. Salah satunya adalah Shabrina yang ternyata seorang mualaf dan
juga berhijab.
Di La Mode College, Lili bersama mahasiswa terbaik lainnya
berkesempatan untuk memamerkan karya-karyanya dalam mini fashion show. Bisa dibilang karya Lili itu elegan. Terutama karena
dipadukan dengan bahan-bahan tradisional negara Indonesia. Meski potongannya
panjang, tapi tetap sesuai dengan konsep modest wear.
Pada kesempatan inilah akhirnya Lili
mengenal Isabelle, model cantik yang hangat, rendah hati dan membumi. Selain itu
Lili juga berkenalan dengan Kai, model yang ternyata juga seorang dokter dan
relawan. Sebuah perkenalan yang pada
akhirnya membuatnya terjebak keadaan yang rumit.
Lili tidak menyangka akan dekat
dengan Kai yang ternyata masih berdarah Indonesia—dia ada campuran darah
Kalimantan. Padahal dia tahu, dirinya tidak boleh memiliki perasaan lebih pada Kai. Karena
menyadari ada jurang dalam di antara mereka. Banyak kejadian membuat Kai tidak
mempercayai Tuhan.
Lalu Isabelle yang sempat terjebak pada jalan yang salah mencoba meminta
bantuan padanya. “Aku sudah bilang,
hidupku dulu penuh liku dan menyedihkan. Apakah ceritaku ini cukup untuk
membuatmu mau menerimaku tinggal bersamamu? Aku nggak bohong. Itu adalah kisah
nyata kehidupanku yang sebenarnya. Kalau kau tak percaya, kau bisa mencari
berita tentang aku di internet.” (hal 115).
Tidak hanya masalah itu, Lili juga
harus menghadapi warga Kanada yang masih menganggap Islam adalah ancaman,
sehingga dia sempat dibully. Padahal hidup
itu sesungguhnya indah, andaikan semua orang merasa bahagia, bebas dari rasa
benci dan saling curiga, meluapkan rasa ingin berbagi kasih (hal 103).
Menarik dan membuat penasaran. Diceritakan
dengan gaya bahasa yang renyah dan manis, membuat novel ini sangat nyaman
dibaca. Penulis juga pandai membuat
pembaca terus terpacu rasa penasaran hingga sampai di akhir bab. Banyak kejutan yang tidak terduga dalam novel
ini.
Kelebihan lainnya dalam novel ini
adalah tentang penggarapan setting yang sangat hidup dan tidak terasa tempelan.
Narasinya yang persuasif, membuat saya seolah ingin segera bertandang ke
Montreal. Dan sangat minim typo.
Hanya saja untuk rasa religi yang
bagian Lili dan yang kerap bergi berduaan dengan Kai, kadang bikin gemes. Lili yang religius ternyata kadang masih belum bisa berdamai dengan diri sendiri. Padahal
dia tahu perbuatannya salah. Tapi nampak
selalu dengan mudah menerima ajakan Kai atau malah pasrah tidak bisa menolak
ajakan itu. Dan lagi tokoh Kai terlalu sempurna dan terlihat tanpa cacat. Tampan,
baik hati dan sederet sikap baik lainnya. Perfect deh, kecuali dalam masalah
keyakinannya.
Pada novel ini, penulis lebih
condong mengarahkan semua emosi pada Maghali, sehingga untuk emosi Kai masih
harus diterawang. Hal ini terlihat jelas dari kegalaun Lili setiap kali
berdekatan dengan Kai. Sedangkan model dan dokter tampan itu tampak tenang,
tidak peduli dan selalu baik pada siapa
saja. Termasuk pada Isabelle yang tengah jatuh cinta padanya, yang otomatis
membuat Lili kelabakan.
Emosinya baru muncul di akhir
ternyata. Namun kala itu Lili sudah tidak lagi berada di Montreal. Bagaimana nasib Kai dan Lili selanjutnya. Pastikan
baca novel ini, kisah masih berlanjut dengan kejutan lain yang tidak terduga. Dan bocoran sedikit yang sudah pernah baca Love in Adelaide, akan
bertemu lagi dengan pasangan Aleska dan Neil[2].
Kenapa muncul dan ada apa? Rasanya harus langsung menjemput buku ini.
Novel ini mengingatkan kita pada
banyak hal. Di antaranya selalu
bertawakal, positif thinking, jangan mudah menyerah dalam meraih impian dan
mensyukuri nikmat dari Tuhan. Ada juga anjuran agar berpakain yang sopan. “Sebagai muslim aku harus berpakaian tertutup
dan santun.” (hal 26). Dan masih banyak quote inspiratif lainnya.
Srobyong, 7 Desember 2016
Bagi yang penasaran, bisa intip dulu
book trailernya dulu sebelum menjemputnya J
Dan bagaimana proses kreatif
penulisan novel ini? Tunggu hasil wawancara yang aku lakukan dengan Mbak Arumi,
ya. :)
Ini dia hasil wawancara singkat dengan penulis bisa dilihat di sini Coretan Kazuhana El Ratna Mida
Ini dia hasil wawancara singkat dengan penulis bisa dilihat di sini Coretan Kazuhana El Ratna Mida
[1] Baca Love in
Sydney.
[2] Baca Love in
Adelaide.
Yaah... aku belum baca trilogi buku itu mbak -_-
ReplyDeletesikap si Kai keknya sulit buat ditebak nih ya mbak. Kira2 Kai bakalan bersatu sama Lili ato gimana yaak?
Bukankah Kai masih punya keturunan Indo juga?
xixixi
Dang diburu, ceritanya seru :)
Deletepenasaran nasib Kai dan Lili harus langsung jemput buku ini :) promosi hahh
Oh jadi love in montreal itu trilogi yah kak ? Recomend novel novel arumi E. Yang bersambung-sambung gitu dong kak.Buat tugas akhir kak. Hehe.kalo ada informasi informasi tentang arumi E. bisa ke email aku yah kaka riapermatasari33351@gmail.com
ReplyDelete