#tantangannulis #BlueValley |
Kehilangan adalah anugerah terindah. Tentang makna kebaikan
di balik kesedihan yang pernah tertorehkan. Mengajarkan arti sabar, ikhlas dan tawakal kepada-Nya. Meski saya
tahu rasanya menelan pil pahit bernama kehilangan itu sangat sakit dan perih. Tapi
kehilangan juga tidak harus menjebak diri, untuk terus terpaku dan menyesali. Tapi seyogyanya kehilangan harus kita peluk
agar bisa segera berdamai dengan diri sendiri. Karena kehilangan merupakan jalan lain bagi
kita untuk berintropeksi, pendewasaan diri dan lebih dekat pada Ilahi.
Karena
tanpa kehilangan, saya tidak akan tahu rasanya sakit dan kembali berjuang.
~*~
Saya pernah merasakan kehilangan yang
membuat saya ingin berteriak dan memaki. Merasakan
sakit yang kadang membuat saya merasa lelah dan ingin berlali
jauh tuk melenyapkan rasa yang menjajah diri. Namun saya sadar, kata
melarikan diri bukanlah jalan yang terbaik. Namun menerima
dan memeluk kenyataan yang berada di depan mata adalah jalan yang terbaik.
Di akhir masa Aliyah, ketika teman-teman berdiskusi membicarakan
akan melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi—universitas. Maka saya hanya
bisa menggigit jari. Saya sadar bagaimana kondisi perekonomian
orangtua saya. Dan untuk pertama kalinya saya merasa sakit hati kerena harus
kehilangan kesepatan untuk mengais ilmu.
Saya pun segera
bertindak, mencoba mencari
cara agar bisa tetap bisa sekolah dan terpilih-lah jalur
depag yang diadakan sekolah. Karena saya tidak ingin terlarut dalam kesedihan
yang pada akhinya hanya akan membuat saya semakin sengsara. Namun ternyata jalur itu belum menjadi jalan
bagi saya untuk mewujudkan impian saya melanjutkan sekolah. Saya
kembali kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya.
Namun saya tidak
menyerah. Kehilangan itu menempa saya menjadi pribadi yang kuat mental untuk
terus melangkah. Saya
pun mencoba peruntungan lain dengan beasiswa melalui seleksi nilai rapor. Tapi
lagi-lagi saya harus menelan pil bernama
kegagalan. Di sinilah fase terberat yang harus saya terima dengan lapang.
Untuk melepaskan beban sakit hati, saya menguraikannya dengan menulis berlembar-lembar
puisi dan mulai menyusun rencana untuk melanjutkan hidup—saya mendalami ilmu baca
Al-Quran untuk tes syahadah guru dan mulai bekerja—mungkin masih ada kesempatan
bagi saya untuk menaklukkan keadaan yang tengah menghimpit saya. Begitulah ..., bagi
saya yang haus ilmu, kehilangan kesempatan untuk belajar ada kepedihan yang
teramat dalam.
Tapi
saya berusaha ikhlas menerima semua itu. Toh, marah tidak akan membuat saya
bisa sekolah. Jadi lebih baik saya melakukan hal lain yang lebih berguna,
mungkin suatu saat saya bisa mengejar ketetinggalan saya. Yah, saya selalu
mengisi pikiran saya dengan pikiran yang positif. Karena hidup akan lebih indah
jika diisi dengan pikiran yang bahagia.
~*~
Kehilangan lain yang tak kalah memilukan
adalah ketika saya harus harus berpisah
dari orang-orang yang saya sayangi.
Kehilangan pertama
yang membuat saya terpukul dan sedih adalah, kepergian kakak sepupu saya karena
tumor. Padahal baru sejenak kami menapaki hari yang menyenangkan bersama. Dia
berjanji akan mengajari saya menggambar.
Kehilangan kedua
adalah kepergian kakek yang memberi hawa sejuk dalam kalbu. Belum banyak ilmu
yang bisa saya ikat, namun beliau sudah lebih dulu berpulang.
Kehilangan ketiga
adalah kepergian adik sepupu yang begitu mendadak. Bagaimana tidak? Dia
dipanggil di hari nan fitri. Kaget dan tidak percaya dan kemacuk rasa
menyesup dalam dada. Kala
itu saya dan keluarga besar tengah berkumpul di salah satu rumah saudara untuk
acara halal bi halal selain itu
juga mengabarkan kabar gembira tentang kakak saya yang akan segera
melepas masa lajang.
Namun
sebuah kabar yang entah dari mana asalnya memporak-porandakan suasana itu.
Yah,
saya pikir itu berita salah. Tapi ternyata itu benar adanya. Saya mendapat kabar perihal kepergian adik
sepupu saya yang tengah merantau di luar Jawa. Saya hanya bisa terdiam
menggigit bibir menahan tangis yang siap keluar. Dan rasa ini semakin teriris melihat bulek,
ibu adik sepupu saya yang pingsan berkali-kali mendengar berita yang tak
terduga ini.
Karena
dari cerita yang saya dengar, adik sepupu saya itu masih sempat menelepon di
pagi hari dan nampak baik-baik saja, dan berencana pulang di lebaran tahun depan. Namun
siapa sangka beberapa jam setelahnya dia telah berpulang, bukan ke rumah, tapi langsung ke rumah Tuhan.
Tapi
saya dan keluarga menyadari, berlarut dalam kesedihan bukanlah jalan terbaik
yang harus kami lakukan. Yah, kami semua berusaha ikhlas melepasnya. Dia mungkin yang
terpilih. Dia pergi karena Allah menyayanginya.
Kehilangan itu
mengajarkan banyak hal yang bisa saya genggam. Bahwa manusia
sudah pasti akan berpulang tanpa diketahui kapan dan di mana waktunya. Itulah
kenapa kita dianjurkan untuk selalu memperbiki diri dan menyiapkan bekal. Dan
di sini saya belajar arti ikhlas melepas dan sabar dalam segala bentuk cobaan
yang ada. Karena selalu ada hikmah di balik cobaan.
Kehilangan itu sudah
menjadi suratan. Asal tahu saja, kehilangan miliki banyak hikmah. Kehilangan
selain sebagai cobaan, juga menjadi pengingat. Mengajarkan untuk selalu
berpikir positif, mengajarkan agar selalu tawakal, dekat pada Allah.
Jadi wajar juga jika saya bilang kehilangan adalah anugerah. Karena dari
kehilangan saya bisa belajar untuk terus memperbaiki diri, mendekat pada-Nya.
Kehilangan itu luka
manis. Karena selalu tersimpan hikmah di balik luka yang menganga. Karena kehilangan bukan akhir dari segalanya, tapi awal untuk
berpetualang lebih baik lagi dan lagi.
Kehilangan
memang menyakitkan dan terasa pahit. Namun dalam setiap kepahitan pasti ada kebaikan
yang menjadi pengingat akan keagungan Tuhan. Bahwa manudia pasti akan
berpulang.
Srobyong, 14 Desember 2016
“Tulisan ini dibuat untuk memenuhi #tantangannulis #BlueValley bersama Jia Effendie.” |
No comments:
Post a Comment