Saturday 31 January 2015

[Cerpen] Dendang Salawat Nabi




Judul : Dendang Salawat Nabi

Oleh :Kazuhana El Ratna Mida/ Ratna Hana Matsura

Andai beliau masih ada pasti ceritanya berbeda. Akan ada gemerlap cahaya menyemarakkan musala. Membuat jiwa luluh menyenandungkan lagu pada sang kekasih, bergumal rindu rasa ingin bertemu.

~*~

Al-Falah menghela napas. Sejak satu tahun lalu—tepatnya sejak kakek meninggal. Musala ini menjadi sunyi—senyap. Tak ada lagi celotehan anak-anak yang melafalkan huruf hijaiyah, apalagi menyenandungkan salawat Nabi ketika bulan maulid datang.

Sungguh nuansanya sangat berbeda. Al-Falah rindu masa itu. Melihat anak-anak bermain dan bersendau gurau dengan teman-teman, lalu berlatih bersama membaca Al-Barjanji.

Kini masa itu telah tertelan waktu. Ketika pemuka agama—kakek yang selalu menggerakkan dakwah telah berpulang, hilang juga semangat para penerus yang tak punya tekad berjuang. 

Al-Falah miris ingin menangis. Apakah hanya sampai batas ini saja, tak ada lagi perombakan untuk kebaikan?

Ya Allah andai aku bisa ingin rasanya menggerakkan maju seperti dulu, meneruskan jejak perjuangan yang telah didirikan. Batin Al-Falah. Tapi siapalah aku? Aku tak memiliki daya untuk mewujudkan semua tanpa ada penggerak lainnya yang memiliki cita-cita yang sama. Batinnya lagi.

“Aku harus ditopang baru bisa berjalan,” lirih Al-Falah berucap dalam kesendirian.
Ya kesendirian ketika tinggal gelap yang tersisa di sini. Andai bisa Al-Falah ingin berteriak agar para warga mendengar kepiluan hatinya yang telah menggerogoti.

Apalah gunanya musala yang selau direhab setiap saat, namun, warganya kosong tak mau meramaikan. Hanya segelintir orang yang datang silih berganti untuk menunaikan jamaah. Itu pun bisa dihitung dengan jari. Padahal luas musala ini mampu ditempati semua warga di sini.

Al-Falah sungguh sedih dan kadang-kadang menangis dalam sepi. Dia selalu berharap ada seseorang yang memiliki kesadaran melanjutkan perjuangan.

~*~

Hingga dia datang menjadi cahaya terang—seorang yang memiliki semangat juang mulai menghidupkan musala. 

Al-Falah sungguh bangga, ingin berucap syukur—berterima kasih pada dia yang mau mengabdi untuk warga, melanjutkan perjuangan sang kakek yang dulu telah berpulang.

Doa yang diam-diam dipanjatkan kini dijabahi Sang Penguasa Alam. Hadirnya seseorang yang bernama Nur Laila. Namanya secantik akhlaknya menjadi penerang di gelapnya malam yang membunuh warga.

~*~

“Shalluu ‘Alannabi Muhammad.”

Al-Falah mendengarkan suara merdu yang terdengar dari speker. Hatinya terasa damai sejuk penuh haru.
Titik balik setelah satu tahun musala ini sepi tak ada yang mengisi. 

“Alhamdulillah, para warga telah sadar kembali menyalakan pijar dakwah,” Al-Falah berucap syukur.
Sungguh ini adalah hadiah—kado terindah ketika para warga telah mulai sadar, menyemarakkan bulan maulid yang kini datang. Menyongsong tahun baru dengan perubahan. Al-Falah berharap ini akan langgeng dan terus berjalan.

Al-Falah mendengarkan salawat Nabi kini sudah didendangkan. Dia tersenyum senang. Melihat anak-anak kecil dan warga yang ikut meramaikan musala mengobati kehampaan yang dulu menerpa jiwanya.

“Semoga ini bukan untuk awal dan akhir kalinya, tapi akan dimulai lagi untuk dirintis dengan kajian Al-Quran dan Al-Barjanji secara bergantian,” doa Al-Falah dengan senyum mengembang.

Srobyong, 30 Desember 2014.

 Spesial untuk ultah Mbak Lulu Wal Marjaan

2 comments: