Friday, 3 November 2017

[Resensi] Karya Peraih Nobel Sastra yang Mengkritisi Sosial Budaya

Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 27 Oktober 2017 


Judul               : Maut Lebih Kejam daripada Cinta
 Penulis            : Orhan Pamuk, dkk
Penyusun         : Anton Kurnia
Penerbit           : Basabasi
Cetakan           : Pertama, Agustus 2017
Tebal               : 280 halaman
ISBN               : 978-602-6651-04-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Dalam setiap bidang  industri kreatif kita akan dikenalkan dengan berbagai penghargaan sebagai bukti prestasi luar biasa yang telah dicapai.  Misalnya saja Academy Award—atau disebut juga Piala Oskar, yang merupakan pengharagaan film Amerika untuk menghargai industri film.  Ada pula Grammy Award—yaitu penghargaan bergengsi yang diberikan guna menghargai prestasi luar biasa dalam industri musik. Sedang dalam dunia literasi, pengharaan yang paling prestisus adalah Penghargaan Nobel Sastra. Dan menurut data terbaru, peraih penghargaan Nobel Sastra 2017 ini diraih oleh Kazuo Ishiguro, penulis Inggris berdarah Jepang.

Sebagaimana kita ketahui, sastra memang hadir, tidak hanya hadir sebagai hiburan semata. Dengan kekuatan kata yang tajam, sastra juga hadir sebagai salah satu media yang kerap mengkritisi berbagai masalah sosial budaya masyarakat bahkaan masalah politik. Baik itu dengan prosa liris atau satire. Jadi secara tidak langsung keberadaan sastra semakin menunjukkan  eksistensinya.

Buku ini, yang merupakan hasil pengumpulan dan diterjemaahkan oleh Anton Kurnia—sastrawan Indonesia—di mana sudah banyak karya cerpen, esais atau hasil terjemahannya di muat diberbagai media, merupakaan kumpulan karya para peraih nobel dari berbagai dunia. Anton Kurrnia memilih 25 kisah yang sedikit banyak mengangkat tema cinta, keluarga dan berbagai kritisk sosial budaya.

Misalnya saja cerpen berjudul “Ayah dan Anak” karya Bjornstjerne Bjornson. Cerpen ini menyadarkan kita bahwa seorang ayah tidak memedulikan apa pun, yang terpenting adalah anaknya bahagia. Bahkan jika itu harus menghabiskan banyak biaya. “Aku punya sesuatu yang ingin aku dermakan kepada orang-orang miskin. Aku ingin menjadikan itu sedekah atas nama putraku.” (hal 13).

Dalam cerpen ini diceritakan ada seorang lelaki berpengaruh dan paling kaya di desanya. Namanya Thord Overaas. Dia rela melakukan apa saja untuk anaknya—Finn. Dimuali dari pembabtisan yang dilakukan secara khusus, kemudian doa untuk kelulusan Finn, hingga akhir di mana Finn menikah. Namun sebuah kejadian membuat Thord Overass sangat sedih.

Ada pula kisah  berjudul “Hantu Kekasih” karya Rudyar Kipling. Cerpen ini membuat kita memahami bahwa kita tidak boleh bersikap kejam pada seseorang.  Kita juga harus menjaga ucapan agar tidak membuat orang lain tersakiti. Selain itu ceritaa ini juga mengingatkan agar tidak membenci seseorang secara berlebihan. Karenaa batas benci dan cinta itu setipis benang.

Menceritakan tentang laki-laki bernama Pansay yang kerap kali bergonta-ganti pasaangan. Dia terbiasa memutuskaan hubungan dengan wanaita yang dikencaninya jika bosan. Namun suatu hari ada salah satu wanita bernama Nyonya Wessington yang tidak rela jika harus putus dengan Pansay. Hal itulah yang pada akhirnya membuat Pansay berlaku agak keras agar Nyonya Wessington mau pergi. Hanya saja akibat perbuatannyaa itu Pansay harus menerima kenyataan yang lebih kejam dari apa yang telah dilakukananyaa kepada Nyonya Wessington (hal 15).

Tidak kalah menarik ada cerpen berjudul “Tukang Sepatu”  karya John Galsworthy. Di sini penulis mengkritisi para pelaku bisnis yang kerap melakukan tindakan kotor demi meraih banyak keuntungan. Mereka menjual iklan tanpa memedulikan dengan kualitas karya. Hal ini tergambar jelas dari kisah yang dipaparkan tentang Gesser bersaudara—tukang sepatu. Ketika tukang sepatu lain sudah mulai lalai dan kerap berlaku curang, mereka tetap memilih berjalan pada jalan kebenaran dengan menghasilkan karya terbaik, meski harus terseok-seok dalam bertahan hidup.

Lalu cerpen “Maut Lebih Kejam daripada Cinta” karya Gabriel Garcia Marquez. Sebuah cerpen yang mengkritisi sikap pejabat yang kerap kali mudah tergoda dengan wanita.  Juga tentang kebohongan publik yang kerap dilakukan pejabat—di mana orasi yang dilakukan ketika mencalonkan diri hanya kebohongan, karena setelah terpilih kebanyakan akan ingkar janji. Adalah Senator Onesimo Sanchez yang awalnya selalu menolak membantu Nelson, namun ketika dia menyodorkan putrinya, seketika itu pertahanan sang senator runtuh (hal 133).

Selain itu tentu saja masih banyaak cerita lain yang tidak kalah menarik. Seperti Idiot yang mengkritisi masalah adat, Gelang Emas yang mengiritisi tentang halal dan haram, Bila Dara Jatuh Cinta dan banyak lagi. Semua dipaparkan dengan terjemahan yang lugas dan mudah dimengerti.  Buku ini juga dilengkapi sejarah masalah Penghargaan Nobel Sastra yang pastinya bisa menambah wawasan kita.


Srobyong, 19 Oktober 2017

1 comment:

  1. Blog yang bagus.... semoga terus berkembang....Saya ingin berbagi wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez (imajiner) artikel di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/09/wawancara-dengan-gabriel.html

    ReplyDelete